Thank for Mathematics
Yeah,
hari ini tepat 6 hari setelah guru Matematika-ku pergi ke luar kota. Dan itu
artinya, sudah 6 hari tasku bersih dari buku itu. Aku sengaja meninggalkan
semua yang berbau Matematika di rumah. Dan rasanya tue seperti mendapatkan
sebuah kebebasan.
“Good
bye mathematics, take care your self.” Kataku kepada buku matematika.
“Dewi,
kamu ngomong sama siapa?” Tanya ibuku.
“Sama
buku Matematika Buk. Saya berangkat dulu ya.” Pamitku.
Mapel
demi mapel telah dilewati, dan mapel yang terakhir adalah mapel Matematika. So,
it’s time to go home early. Tapi tiba-tiba, ada sosok laki-laki yang masih muda
dan tampan masuk ke kelasku. Ternyata laki-laki itu adalah mahasiswa yang di
tunjuk ibu Tri untuk menggantikan beliau selama 1 bulan.
Setelah
perkenalan, ternyata nama mahasiswa itu adalah Dwi. Dwi yang artinya dua, dan
Tri yang artinya tiga, hm.m nama guru Matematika-ku pakai unsur angka semua,ya.
“Adek-adek,
keluarkan lks kalian. Ada PR dari ibu Tri kan? Saya akan mengambil nilai PR itu
sebagai nilai ulangan kalian.” Kata mas Dwi.
“Mas,
aku nggak bawa lks.” Kataku dengan mengangkat tangan.
“Hloh,
hari ini kan ada pelajaran Matematika, kenapa tak bawa lksnya?” Tanya mas Dwi.
“Sengaja
ku tinggal di rumah. Kasian bukunya kalau cuma kubawa tapi tak ku buka.”
Kataku.
“Kalau
begitu, tolong fotokopikan rumus ini, setelah itu dibagikan ke teman-teman.”
Kata mas Dwi yang sepertinya memberikan hukuman kepadaku.
Aku
pun meninggalkan kelas, dan menuju tempat fotokopian yang lumayan jauh dari
sekolahan. Setelah menyelesaikan tugas dari mas Dwi, aku pun kembali ke kelas.
Dan ternyata teman-temanku sudah berkemas untuk pulang. Dengan cepat ku bagikan
fotokopian itu kepada mereka. Dan tak lupa ku kembalikan rumus asli itu ke mas
Dwi yang ternyata masih berada di ruang guru.
Setelah
menyelesaikan tugas dari mas Dwi, ternyata dia memberikanku tugas lagi. Besok
pagi, aku harus mengumpulkan lks Matematika. Padahal ada 20 soal dan itu
mengenai Matematika keuangan.
Sesampainya
di rumah, ku coba membuka lks Matematika-ku. Dan saat aku melihat rumus rente,
kepala terasa berat, dan mata mulai mengantuk, tetapi bagaimanapun juga, aku
harus menyelesaikan PR ku yang sudah jatuh tempo itu.
Pagi
harinya aku langsung menuju ke kantor guru dan menyerahkan lks yang sudah ku
jawab dengan asal. Hahaha, soal nilai belakangan, yang penting sudah ngumpulin
tugas, itu semboyanku.
“Selamat
siang Adek-adek.” Sapa mas Dwi sesampainya di kelas.
“Kenapa
ya, pelajaran Matematika itu selalu di jam terakhir, bikin ngantuk aja.” Bisik
ku.
“Iya,
tapi seru juga, dapet vitamin A di siang hari.” Kata Erma.
“Maksud
mu? Oh, kamu naksir mas Dwi? Haha.” Kataku.
“Untuk
nilai lks yang kemarin, sebagian besar sudah di atas KKM, tapi ada satu orang
yang nilainya kurang.” Kata mas Dwi yang menghentikan percakapanku dengan Erma.
“Siapa
Mas?” Tanya temanku yang hampir serentak.
“Aku
tak bisa menyebutkan namanya, tapi semoga orang itu sadar dan mau belajar lebih
giat lagi.” Kata mas Dwi yang membuatku tersingung.
Sepanjang
pelajaran, aku tak memperhatikan mas Dwi yang sedang menerangkan. Aku lebih
asyik bermain hp. Berulang kali mas Dwi memperingatkanku, tetapi aku tak
menggubrisnya, dan akhirnya tanpa ku sadari mas Dwi ada di sampingku, dan hp-ku
pun di sita olehnya.
Beberapa
hari kemudian, karena hp ku tak kunjung di kembalikan, aku pun membalas mas Dwi
dengan cara tak memperhatikan dia saat mengajar.
“Ya
ampun panas banget ya Ma.” Kataku saat mas Dwi sedang menerangkan.
“Nanti
pulang sama siapa kamu Ma?”
“Yah,
aku kayak orang gila. Ngomong sendiri.” Kataku.
“St.t
diam, mas Dwi lihat ke arah kita. Akhir-akhir ini pandangan mata mas Dwi selalu
tertuju pada kita, jadi jangan ajak aku ngomong.” Kata Erma yang sepertinya
takut dihukum.
“Dewi,
sudah paham belum perbedaan nilai akhir dan nilai tunai rente?” Tanya mas Dwi.
“Belum.”
Jawabku singkat.
“Kalau
belum, kenapa dari tadi tak memperhatikan saya malah asik ngobrol sendiri.”
Kata mas Dwi.
“Hp
saya mana mas?” Kataku yang tak mempedulikan teguran mas Dwi.
“Oke,
aku akan mengembalikan hp-mu, tapi syaratnya mulai besok dan seterusnya, kamu
duduk sendiri di depan meja guru, bagaimana?” Kata mas Dwi yang sepertinya
ingin mengajakku berdamai.
“Oke,
siapa takut.” Kataku.
Demi
hp-ku tercinta aku rela duduk di kursi panas itu. Kursi yang membuat perhatian
guru tercurah lebih pada siswa yang mendudukinya.
“Nie
hp kamu. Tapi maaf batreinya habis.” Kata mas Dwi setelah duduk di kursi guru.
“Makasih.”
Kataku dengan sedikit memberikan senyuman.
“Sekarang,
saya mau menerangkan nilai tunai rente pra numerando. Buka lks kalian halaman
69.” Kata mas Dwi yang kembali berdiri.
Kali
ini aku pun memperhatikan apa yang diterangkan mas Dwi, selain karena kurang
paham tentang materi itu, aku juga merasa bersalah kepadanya. Setelah beberapa
menit menjelaskan, akhirnya mas Dwi memberikan soal latihan kepada kami, dan
dia pun kembali duduk.
Karena
gengsi, aku pura-pura paham dan memperhatikan soal itu dengan sungguh-sungguh.
Mas Dwi pun hanya melihat apa yang aku kerjakan, sedangkan aku masih berpikir
apa yang harus aku kerjakan terlebih dahulu.
“Ayo,
dikerjakan! Jangan dilihat saja!” Kata mas Dwi.
“Iya,
ini juga baru mikir.” Kataku yang berbohong.
“Bilang
aja nggak bisa. Dari 20 soal lks kemarin, jawabanmu yang benar hanya 5.” Kata
mas Dwi yang membuatku terlihat bodoh di depannya.
“Oh,
kemarin baru banyak pikiran, jadi jawabnya asal.” Kataku yang membela diri.
“Ya
sudah, silahkan dikerjakan. Aku mau lihat cara mu menyelesaikan soal itu.” Kata
mas Dwi yang membuat keringat dinginku keluar.
Sepertinya
mas Dwi tahu kalau aku tidak bisa mengerjakan soal yang diberikannya. Dan
sebagai guru yang baik, mas Dwi pun membimbingku menyelesaikan soal itu.
“Pertama,
tulis rumusnya dulu. Kemudian cari di tabel daftar 4 yang kemarin kamu fotokopi
itu.”
“Setelah
itu ditambah satu dan dikali dengan modalnya. Selesai deh.” Jelas mas Dwi.
“Oh,
gitu caranya. Ternyata mudah ya.”
“Ops,
ketahuan deh kalau aku nggak bisa.” Kataku dengan sedikit malu.
“Nggak
papa, nggak usah malu. Kalau nggak bisa ngomong aja. Nanti saya bantu.” Kata
mas Dwi yang memperlihatkan karismanya sebagai guru.
“Ehem.
Yang depan jangan ngobrol aja ya!” Kata temenku yang sepertinya jeles melihat
aku dan mas Dwi yang akrab.
Sejak
hari itu, aku tak lagi membenci pelajaran Matematika bahkan aku menantikan hari
dimana ada pelajaran Matematika. Setiap mas Dwi menerangkan, aku selalu
memperhatikannya. Begitupula saat mas Dwi duduk di meja guru, rasanya jantung
ini berdetak lebih kencang dari biasanya. Dan aku selalu menantikan saat-saat
mas Dwi membantuku menyelesaikan soal.
Kadang
aku berbohong tidak bisa mengerjakan soal yang diberikan olehnya, hanya untuk
minta bantuan ke mas Dwi. Hahaha, cara yang cerdas untuk menarik perhatian
seorang guru tampan.
Hari-hari
pun telah berganti, dan tak terasa sudah satu bulan mas Dwi menggantikan ibu
Tri. Dan hari ini adalah hari terakhir mas Dwi mengajar di kelasku.
“Untuk
semuanya, belajar yang rajin ya! Satu Minggu lagi kalian akan melaksanakan
ujian tengah semester, jadi kurangi kegiatan yang tak bermanfaat.”
“Sekali
lagi, saya minta maaf apabila ada salah kata selama saya mengajar disini. Dan
khusus untuk Dewi, saya benar-benar minta maaf telah menyita handponemu waktu
itu.” Kata mas Dwi yang membuatku kaget karena menyebutkan namaku.
“Cie.e.e
ada yang cinta lokasi ni ye?” Sorak teman-temanku.
“Iya
Mas, saya maafkan. Saya juga minta maaf sempat membuat dirimu tak nyaman
mengajar di kelas ini. Tetapi sesungguhnya, kehadiranmu membuatku nyaman belajar
Matematika.” Kataku yang sedikit berlebihan.
“Cie...”
Sorak teman-teman.
“Buat
yang lainnya juga ya, apabila ada kata yang tak mengenakkan buat kalian, mohon
dimaafkan ya. Tak lupa saya ucapakan terimakasih karena telah memberikan ku
kesempatan untuk menjadi bagian dari kalian, dan semoga kelak kita dapat
bertemu lagi. Aamiin.” Kata mas Dwi yang terlihat dewasa.
“Aamiin.”
Kataku dan teman yang lainnya.
Saat
mas Dwi meninggalkan kelas untuk selamanya, rasanya tue sedih banget. Padahal
aku mulai menyukai pelajaran Matematika, dan pastinya gurunya juga.
“Wahai
buku Matematika, bisa kah kau mendekatkanku kembali dengan pencintamu.” Kataku
yang berbicara dengan buku.
Tiba-tiba,
handponeku bergetar. Saat aku buka ternyata pesan itu dari mas Dwi. Wow kebetulan
banget kali ya, ngomong sama buku Matematika, e.e pencinta Matematika langsung
ngirim pesan ke aku.
“Wi,
yang semangat ya belajarnya! Jangan pura-pura nggak paham lagi ya! Oh iya kalau
kamu kurang paham sama materi yang buat semesteran, aku bisa kok bantu kamu.
Dwi.” Isi pesan singkat dari mas Dwi.
Kesempatan
emas ini, tak kan ku biarkan begitu saja. Dan akhirnya, besok Minggu aku bisa
bertemu lagi dengan mas Dwi di tempat makan untuk membahas soal Matematika, so
sweet ya.
Dan
hari Minggu pun tiba, aku pun menuju tempat dimana aku dan mas Dwi akan
bertemu.
“Halo
Mas Dwi.” Sapa ku saat melihat mas Dwi sudah menunggku.
“Halo.
Kamu beneran bawa tas dan buku?” Tanya mas Dwi.
“Ya
iya lah, kan mau belajar.” Kataku yang kemudian duduk.
“Hehehe,
kirain cuma pengen ketemu aku. Tapi kali ini, kamu beneran nggak paham sama
materinya kan? Bukan akting lagi?” Kata mas Dwi yang sepertinya sudah hafal
jurusku.
“Beneran,
kali ini aku nggak paham. Jadi plis, bantuin dong Mas. Janji deh, kalau nilaiku
bagus, aku bakal balas jasamu.” Kataku.
“Oke,
materi apa yang belum kamu pahami?” Tanya mas Dwi.
Setelah
mas Dwi membuka lks-ku, kemudian dia menjelakan tentang materi program linier.
Aku pun mendengarkan dan memperhatikan dia. Kadang aku juga memegang kepalaku,
tanda aku tak paham apa yang diterangkan oleh mas Dwi. Kali ini aku serius
nggak paham hlo, bukan akting kayak dulu!
“Ya
ampun Mas pelan-pelan yang nerangin. Pusing aku.” Kataku yang masih memegang
kepala.
“Ya
sudah, kita makan dulu kali ya!” Kata mas Dwi yang kemudian memesan makanan dan
minuman.
“Mas,
ini gratis kan? Yang bayar kamu kan?” Kataku setelah makanannya datang.
“Iya
tenang aja, mari makan.” Kata mas Dwi yang menyuruhku makan.
“Kayaknya
aku harus berterimakasih deh sama Matematika.” Kataku.
“Hloh
kenapa?” Tanya mas Dwi yang menghentikan makannya.
“Matematika
itu sulit, dan karena kesulitannya itulah aku bisa di sini. Belajar dan makan
bareng sama kamu.” Kataku yang mulai memanggil dengan sebutan kamu.
Karena
kaget dengan ucapanku, mas Dwi pun langsung minum dan melanjutkan makannya.
“Ada-ada
aja kamu tu, tapi kamu beneran nggak modus kan? Percuma dong aku jelasin, eh
ternyata kamu dah paham.” Kata mas Dwi yang curiga kepadaku.
“Kali
ini aku serius nggak paham. Kalau nggak percaya tanya aja sama bu Tri.” Kataku
sambil manyun.
“Iya-iya
aku percaya.” Kata mas Dwi yang lagi-lagi menghentikan makannya.
“Oh
iya, katanya kalau kamu dapat nilai bagus, kamu bakal balas jasaku kan? Aku
mau, balas jasanya dengan jadi pacarku, bagaimana?” Kata mas Dwi yang membuatku
tersedak.
“Apa
Mas? Kamu ngomong apa tadi?” Kataku setelah menghabiskan minumku.
“Pacar?
Gimana? Sebenernya aku ada rasa sama kamu setelah aku menyita hp-mu, rasanya tue
aku pengen tahu segala sesuatu tentang kamu. Makannya saat ku kembalikan hp mu,
batreinya habis.” Jelas mas Dwi.
“Jadi,
kamu buka smsku, potoku dan.” Kataku yang terpotong.
“Ya
semuanya kubuka. Aku bisa sms kamu, ya dari rasa keingin tahuanku itu. Jadi
gimana tawaranku tadi?” Kata mas Dwi yang menatap tajam ke arahku.
“Oke
siap! Sekarang ayo belajar lagi, biar nilai ku bagus!” Kataku yang membuat mas
Dwi tertawa.
Setelah
hari itu, aku merasa siap untuk menaklukan Matematika di ujian tengah semester.
Aku berharap nilai Matematika ku di atas KKM biar aku bisa jadi pacarnya mas
Dwi.
Dan
benar saja, setelah ku lewati ujian tengah semester, nilai semesteran pun
keluar. Dan aku sangat bersyukur karena nilai Matematika-ku diatas KKM walaupun
terendah di kelas. Tapi baru pertama kali ini aku nggak Remidi Matematika,
semua itu berkat mas Dwi yang sekarang telah resmi menjadi pacarku.
I
must to say thank for Mathematic, yups semua ini berkat Matematika. Terimakasih
Matematika, karena ketidak pahamanku tentang materimu aku jadi punya kesempatan
deket dengan mas Dwi, dan bahkan sekarang sudah resmi menjadi pacarku.
The End
hayo terinspirasi sama siapa ya???
BalasHapus-_- hadehhh,, pantes deh.....
BalasHapussama sekali tak ada maksud iki... mung guyon haha
BalasHapus