Minggu, 06 April 2014

Thank for Mathematics


Thank for Mathematics

Yeah, hari ini tepat 6 hari setelah guru Matematika-ku pergi ke luar kota. Dan itu artinya, sudah 6 hari tasku bersih dari buku itu. Aku sengaja meninggalkan semua yang berbau Matematika di rumah. Dan rasanya tue seperti mendapatkan sebuah kebebasan.
“Good bye mathematics, take care your self.” Kataku kepada buku matematika.
“Dewi, kamu ngomong sama siapa?” Tanya ibuku.
“Sama buku Matematika Buk. Saya berangkat dulu ya.” Pamitku.
Mapel demi mapel telah dilewati, dan mapel yang terakhir adalah mapel Matematika. So, it’s time to go home early. Tapi tiba-tiba, ada sosok laki-laki yang masih muda dan tampan masuk ke kelasku. Ternyata laki-laki itu adalah mahasiswa yang di tunjuk ibu Tri untuk menggantikan beliau selama 1 bulan.
Setelah perkenalan, ternyata nama mahasiswa itu adalah Dwi. Dwi yang artinya dua, dan Tri yang artinya tiga, hm.m nama guru Matematika-ku pakai unsur angka semua,ya.
“Adek-adek, keluarkan lks kalian. Ada PR dari ibu Tri kan? Saya akan mengambil nilai PR itu sebagai nilai ulangan kalian.” Kata mas Dwi.
“Mas, aku nggak bawa lks.” Kataku dengan mengangkat tangan.
“Hloh, hari ini kan ada pelajaran Matematika, kenapa tak bawa lksnya?” Tanya mas Dwi.
“Sengaja ku tinggal di rumah. Kasian bukunya kalau cuma kubawa tapi tak ku buka.” Kataku.
“Kalau begitu, tolong fotokopikan rumus ini, setelah itu dibagikan ke teman-teman.” Kata mas Dwi yang sepertinya memberikan hukuman kepadaku.
Aku pun meninggalkan kelas, dan menuju tempat fotokopian yang lumayan jauh dari sekolahan. Setelah menyelesaikan tugas dari mas Dwi, aku pun kembali ke kelas. Dan ternyata teman-temanku sudah berkemas untuk pulang. Dengan cepat ku bagikan fotokopian itu kepada mereka. Dan tak lupa ku kembalikan rumus asli itu ke mas Dwi yang ternyata masih berada di ruang guru.
Setelah menyelesaikan tugas dari mas Dwi, ternyata dia memberikanku tugas lagi. Besok pagi, aku harus mengumpulkan lks Matematika. Padahal ada 20 soal dan itu mengenai Matematika keuangan.
Sesampainya di rumah, ku coba membuka lks Matematika-ku. Dan saat aku melihat rumus rente, kepala terasa berat, dan mata mulai mengantuk, tetapi bagaimanapun juga, aku harus menyelesaikan PR ku yang sudah jatuh tempo itu.
Pagi harinya aku langsung menuju ke kantor guru dan menyerahkan lks yang sudah ku jawab dengan asal. Hahaha, soal nilai belakangan, yang penting sudah ngumpulin tugas, itu semboyanku.
“Selamat siang Adek-adek.” Sapa mas Dwi sesampainya di kelas.
“Kenapa ya, pelajaran Matematika itu selalu di jam terakhir, bikin ngantuk aja.” Bisik ku.
“Iya, tapi seru juga, dapet vitamin A di siang hari.” Kata Erma.
“Maksud mu? Oh, kamu naksir mas Dwi? Haha.” Kataku.
“Untuk nilai lks yang kemarin, sebagian besar sudah di atas KKM, tapi ada satu orang yang nilainya kurang.” Kata mas Dwi yang menghentikan percakapanku dengan Erma.
“Siapa Mas?” Tanya temanku yang hampir serentak.
“Aku tak bisa menyebutkan namanya, tapi semoga orang itu sadar dan mau belajar lebih giat lagi.” Kata mas Dwi yang membuatku tersingung.
Sepanjang pelajaran, aku tak memperhatikan mas Dwi yang sedang menerangkan. Aku lebih asyik bermain hp. Berulang kali mas Dwi memperingatkanku, tetapi aku tak menggubrisnya, dan akhirnya tanpa ku sadari mas Dwi ada di sampingku, dan hp-ku pun di sita olehnya.
Beberapa hari kemudian, karena hp ku tak kunjung di kembalikan, aku pun membalas mas Dwi dengan cara tak memperhatikan dia saat mengajar.
“Ya ampun panas banget ya Ma.” Kataku saat mas Dwi sedang menerangkan.
“Nanti pulang sama siapa kamu Ma?”
“Yah, aku kayak orang gila. Ngomong sendiri.” Kataku.
“St.t diam, mas Dwi lihat ke arah kita. Akhir-akhir ini pandangan mata mas Dwi selalu tertuju pada kita, jadi jangan ajak aku ngomong.” Kata Erma yang sepertinya takut dihukum.
“Dewi, sudah paham belum perbedaan nilai akhir dan nilai tunai rente?” Tanya mas Dwi.
“Belum.” Jawabku singkat.
“Kalau belum, kenapa dari tadi tak memperhatikan saya malah asik ngobrol sendiri.” Kata mas Dwi.
“Hp saya mana mas?” Kataku yang tak mempedulikan teguran mas Dwi.
“Oke, aku akan mengembalikan hp-mu, tapi syaratnya mulai besok dan seterusnya, kamu duduk sendiri di depan meja guru, bagaimana?” Kata mas Dwi yang sepertinya ingin mengajakku berdamai.
“Oke, siapa takut.” Kataku.
Demi hp-ku tercinta aku rela duduk di kursi panas itu. Kursi yang membuat perhatian guru tercurah lebih pada siswa yang mendudukinya.
“Nie hp kamu. Tapi maaf batreinya habis.” Kata mas Dwi setelah duduk di kursi guru.
“Makasih.” Kataku dengan sedikit memberikan senyuman.
“Sekarang, saya mau menerangkan nilai tunai rente pra numerando. Buka lks kalian halaman 69.” Kata mas Dwi yang kembali berdiri.
Kali ini aku pun memperhatikan apa yang diterangkan mas Dwi, selain karena kurang paham tentang materi itu, aku juga merasa bersalah kepadanya. Setelah beberapa menit menjelaskan, akhirnya mas Dwi memberikan soal latihan kepada kami, dan dia pun kembali duduk.
Karena gengsi, aku pura-pura paham dan memperhatikan soal itu dengan sungguh-sungguh. Mas Dwi pun hanya melihat apa yang aku kerjakan, sedangkan aku masih berpikir apa yang harus aku kerjakan terlebih dahulu.
“Ayo, dikerjakan! Jangan dilihat saja!” Kata mas Dwi.
“Iya, ini juga baru mikir.” Kataku yang berbohong.
“Bilang aja nggak bisa. Dari 20 soal lks kemarin, jawabanmu yang benar hanya 5.” Kata mas Dwi yang membuatku terlihat bodoh di depannya.
“Oh, kemarin baru banyak pikiran, jadi jawabnya asal.” Kataku yang membela diri.
“Ya sudah, silahkan dikerjakan. Aku mau lihat cara mu menyelesaikan soal itu.” Kata mas Dwi yang membuat keringat dinginku keluar.
Sepertinya mas Dwi tahu kalau aku tidak bisa mengerjakan soal yang diberikannya. Dan sebagai guru yang baik, mas Dwi pun membimbingku menyelesaikan soal itu.
“Pertama, tulis rumusnya dulu. Kemudian cari di tabel daftar 4 yang kemarin kamu fotokopi itu.”
“Setelah itu ditambah satu dan dikali dengan modalnya. Selesai deh.” Jelas mas Dwi.
“Oh, gitu caranya. Ternyata mudah ya.”
“Ops, ketahuan deh kalau aku nggak bisa.” Kataku dengan sedikit malu.
“Nggak papa, nggak usah malu. Kalau nggak bisa ngomong aja. Nanti saya bantu.” Kata mas Dwi yang memperlihatkan karismanya sebagai guru.
“Ehem. Yang depan jangan ngobrol aja ya!” Kata temenku yang sepertinya jeles melihat aku dan mas Dwi yang akrab.
Sejak hari itu, aku tak lagi membenci pelajaran Matematika bahkan aku menantikan hari dimana ada pelajaran Matematika. Setiap mas Dwi menerangkan, aku selalu memperhatikannya. Begitupula saat mas Dwi duduk di meja guru, rasanya jantung ini berdetak lebih kencang dari biasanya. Dan aku selalu menantikan saat-saat mas Dwi membantuku menyelesaikan soal.
Kadang aku berbohong tidak bisa mengerjakan soal yang diberikan olehnya, hanya untuk minta bantuan ke mas Dwi. Hahaha, cara yang cerdas untuk menarik perhatian seorang guru tampan.
Hari-hari pun telah berganti, dan tak terasa sudah satu bulan mas Dwi menggantikan ibu Tri. Dan hari ini adalah hari terakhir mas Dwi mengajar di kelasku.
“Untuk semuanya, belajar yang rajin ya! Satu Minggu lagi kalian akan melaksanakan ujian tengah semester, jadi kurangi kegiatan yang tak bermanfaat.”
“Sekali lagi, saya minta maaf apabila ada salah kata selama saya mengajar disini. Dan khusus untuk Dewi, saya benar-benar minta maaf telah menyita handponemu waktu itu.” Kata mas Dwi yang membuatku kaget karena menyebutkan namaku.
“Cie.e.e ada yang cinta lokasi ni ye?” Sorak teman-temanku.
“Iya Mas, saya maafkan. Saya juga minta maaf sempat membuat dirimu tak nyaman mengajar di kelas ini. Tetapi sesungguhnya, kehadiranmu membuatku nyaman belajar Matematika.” Kataku yang sedikit berlebihan.
“Cie...” Sorak teman-teman.
“Buat yang lainnya juga ya, apabila ada kata yang tak mengenakkan buat kalian, mohon dimaafkan ya. Tak lupa saya ucapakan terimakasih karena telah memberikan ku kesempatan untuk menjadi bagian dari kalian, dan semoga kelak kita dapat bertemu lagi. Aamiin.” Kata mas Dwi yang terlihat dewasa.
“Aamiin.” Kataku dan teman yang lainnya.
Saat mas Dwi meninggalkan kelas untuk selamanya, rasanya tue sedih banget. Padahal aku mulai menyukai pelajaran Matematika, dan pastinya gurunya juga.
“Wahai buku Matematika, bisa kah kau mendekatkanku kembali dengan pencintamu.” Kataku yang berbicara dengan buku.
Tiba-tiba, handponeku bergetar. Saat aku buka ternyata pesan itu dari mas Dwi. Wow kebetulan banget kali ya, ngomong sama buku Matematika, e.e pencinta Matematika langsung ngirim pesan ke aku.
“Wi, yang semangat ya belajarnya! Jangan pura-pura nggak paham lagi ya! Oh iya kalau kamu kurang paham sama materi yang buat semesteran, aku bisa kok bantu kamu. Dwi.” Isi pesan singkat dari mas Dwi.
Kesempatan emas ini, tak kan ku biarkan begitu saja. Dan akhirnya, besok Minggu aku bisa bertemu lagi dengan mas Dwi di tempat makan untuk membahas soal Matematika, so sweet ya.
Dan hari Minggu pun tiba, aku pun menuju tempat dimana aku dan mas Dwi akan bertemu.
“Halo Mas Dwi.” Sapa ku saat melihat mas Dwi sudah menunggku.
“Halo. Kamu beneran bawa tas dan buku?” Tanya mas Dwi.
“Ya iya lah, kan mau belajar.” Kataku yang kemudian duduk.
“Hehehe, kirain cuma pengen ketemu aku. Tapi kali ini, kamu beneran nggak paham sama materinya kan? Bukan akting lagi?” Kata mas Dwi yang sepertinya sudah hafal jurusku.
“Beneran, kali ini aku nggak paham. Jadi plis, bantuin dong Mas. Janji deh, kalau nilaiku bagus, aku bakal balas jasamu.” Kataku.
“Oke, materi apa yang belum kamu pahami?” Tanya mas Dwi.
Setelah mas Dwi membuka lks-ku, kemudian dia menjelakan tentang materi program linier. Aku pun mendengarkan dan memperhatikan dia. Kadang aku juga memegang kepalaku, tanda aku tak paham apa yang diterangkan oleh mas Dwi. Kali ini aku serius nggak paham hlo, bukan akting kayak dulu!
“Ya ampun Mas pelan-pelan yang nerangin. Pusing aku.” Kataku yang masih memegang kepala.
“Ya sudah, kita makan dulu kali ya!” Kata mas Dwi yang kemudian memesan makanan dan minuman.
“Mas, ini gratis kan? Yang bayar kamu kan?” Kataku setelah makanannya datang.
“Iya tenang aja, mari makan.” Kata mas Dwi yang menyuruhku makan.
“Kayaknya aku harus berterimakasih deh sama Matematika.” Kataku.
“Hloh kenapa?” Tanya mas Dwi yang menghentikan makannya.
“Matematika itu sulit, dan karena kesulitannya itulah aku bisa di sini. Belajar dan makan bareng sama kamu.” Kataku yang mulai memanggil dengan sebutan kamu.
Karena kaget dengan ucapanku, mas Dwi pun langsung minum dan melanjutkan makannya.
“Ada-ada aja kamu tu, tapi kamu beneran nggak modus kan? Percuma dong aku jelasin, eh ternyata kamu dah paham.” Kata mas Dwi yang curiga kepadaku.
“Kali ini aku serius nggak paham. Kalau nggak percaya tanya aja sama bu Tri.” Kataku sambil manyun.
“Iya-iya aku percaya.” Kata mas Dwi yang lagi-lagi menghentikan makannya.
“Oh iya, katanya kalau kamu dapat nilai bagus, kamu bakal balas jasaku kan? Aku mau, balas jasanya dengan jadi pacarku, bagaimana?” Kata mas Dwi yang membuatku tersedak.
“Apa Mas? Kamu ngomong apa tadi?” Kataku setelah menghabiskan minumku.
“Pacar? Gimana? Sebenernya aku ada rasa sama kamu setelah aku menyita hp-mu, rasanya tue aku pengen tahu segala sesuatu tentang kamu. Makannya saat ku kembalikan hp mu, batreinya habis.” Jelas mas Dwi.
“Jadi, kamu buka smsku, potoku dan.” Kataku yang terpotong.
“Ya semuanya kubuka. Aku bisa sms kamu, ya dari rasa keingin tahuanku itu. Jadi gimana tawaranku tadi?” Kata mas Dwi yang menatap tajam ke arahku.
“Oke siap! Sekarang ayo belajar lagi, biar nilai ku bagus!” Kataku yang membuat mas Dwi tertawa.
Setelah hari itu, aku merasa siap untuk menaklukan Matematika di ujian tengah semester. Aku berharap nilai Matematika ku di atas KKM biar aku bisa jadi pacarnya mas Dwi.
Dan benar saja, setelah ku lewati ujian tengah semester, nilai semesteran pun keluar. Dan aku sangat bersyukur karena nilai Matematika-ku diatas KKM walaupun terendah di kelas. Tapi baru pertama kali ini aku nggak Remidi Matematika, semua itu berkat mas Dwi yang sekarang telah resmi menjadi pacarku.
I must to say thank for Mathematic, yups semua ini berkat Matematika. Terimakasih Matematika, karena ketidak pahamanku tentang materimu aku jadi punya kesempatan deket dengan mas Dwi, dan bahkan sekarang sudah resmi menjadi pacarku.

The End

3 komentar:

Terimakasih sudah membaca, dan silahkan masukan komentar Anda :