Minggu, 13 April 2014

One Week with Love


One Week with Love

Hari ini ada hal aneh yang terjadi di kampusku. Majalah dinding yang semula diabaikan, sekarang menjadi sorotan. Terlihat banyak mahasiswa yang membaca pengumuman itu secara bergantian. Entah itu pengumuman apa, hingga semua rela berdesak-desakan untuk membacanya, mungkin pengumuman undian berhadiah kali ya.
Saking penasaran, aku ikut larut bersama yang lainnya. Aku rela berdesak-desakan hanya untuk melihat kertas merah muda yang tertempel di majalah dinding itu. Setelah tiba giliranku, dengan rasa penasaran yang tinggi ku baca pengumuman itu. Oh, ternyata ada event yang cukup terkenal di fakultasku.
Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) fakultas Ekonomi mengadakan acara yang cukup terkenal dan menjadi sorotan mahasiswa. Apalagi kalau bukan One Week with Love. Acara yang bertujuan untuk mencarikan pasangan salah satu anggota BEM yang akan berulangtahun tetapi belum mempunyai pacar.
Acara ini cukup terkenal di kalangan mahasiswa fakultas ekonomi, karena ada yang berhasil menjadi pasangan kekasih setelah satu Minggu ngedate. Tetapi ada juga yang tak berhasil menjadi pasangan kekasih, walaupun selama satu Minggu itu banyak moment romantis yang dilewati bersama.
Syarat mengikuti acara One Week with Love adalah peserta harus single dan belum menikah. Sedangkan peraturannya, selama satu Minggu peserta dan pangeran cinta (sebutan anggota BEM yang sedang mencari pasangan) harus menciptakan moment yang tak terlupakan. Hari pertama sampai ketiga, acara ditentukan oleh panitia. Sedangkan hari ke empat sampai ke tujuh, hak pribadi mereka berdua. Mereka bebas menentukan tempat pertemuan yang akan menciptakan moment indah tak terlupakan itu. Sedangkan tugas panitia adalah diam-diam mengikuti kegiatan mereka untuk sekedar mengambil poto yang akan dipublikasikan pada puncak acara, yaitu malam hari ke-7, dan malam itu adalah malam penentuan apakah mereka akan benar-benar pacaran atau cukup satu Minggu saja.
Awalnya aku tak tertarik untuk ikut acara itu, tetapi karena rasa penasaran yang belum terjawab, akhirnya aku pun iseng daftar. Ternyata banyak mahasiswi yang mendaftar ke acara tersebut, karena yang menjadi pangeran cinta adalah Haikal, salah satu anggota BEM yang sekaligus atlet basket.
Persaingan pun sangat ketat, dan sepertinya panitia bekerja keras untuk menyeleksi mahasiswi yang akan ngedate bareng Haikal. Dan kabar mengejutkan pun datang, tiba-tiba aku jadi bahan pembicaraan karena namaku, Jasmine terpampang di majalah dinding sebagai mahasiswi yang beruntung. Yeah benar, aku terpilih menjadi peserta dalam acara One Week with Love itu.
“Selamat Jasmine, kamu berhasil menyingkirkan 65 calon peserta lainnya.” Kata kak Lukman, ketua BEM.
“Terimakasih, aku masih nggak percaya, ternyata aku yang kepilih.” Kataku saat berada di ruang BEM.
“Tim sudah bekerja keras untuk menyeleksi calon peserta, dan karena latar belakang dan prestasi mu yang cukup baik, akhirnya kami memutuskan untuk memilih kamu menjadi peserta di acara ini.” Jelas kak Lukman.
“Oh iya, ini silahkan baca.” Kata kak Lukman yang memberikan beberapa lembar kertas kepadaku.
“Di situ sudah tertulis jelas peraturan-peraturan di acara ini, so enjoy our program.” Kata kak Lukman.
Setelah selesai membaca dan menandatangani peraturan-peraturannya, aku pun keluar dari ruang BEM dan menuju ke parkiran. Rasanya kepilih jadi peserta One Week with Love itu??? Em.m, biasa aja sih, soalnya aku nggak tertarik buat jadi pacarnya Haikal. Aku cuma iseng daftar, e malah lolos seleksi. Dari pada mubadzir mending ikutin acara ini sampai selesai, kayaknya seru deh.
Hari ini adalah hari pertama pertemuan kami, setelah pulang dan berganti baju, aku pun langsung menuju ke cafe yang telah ditentukan panitia. Walaupun cuma iseng, tapi sejujurnya ada rasa deg-degan saat akan bertemu dengan Haikal, rasanya tu, seperti akan bertemu dengan sang kekasih.
Setelah sampai di cafe, terlihat sosok laki-laki yang mengenakan kaos yang sama denganku. Ya iyalah sama, orang kaosnya yang ngasih panitia. Lucunya lagi, gambar kaos kami jika disatukan membentuk hati.
“Kak Haikal ya, kenalin aku Jasmine peserta one week with love.” Kataku.
“Oh, Jasmine ya. Salam kenal dari aku.” Kata kak Haikal yang menjabat tanganku.
“Duduk, Jas.” Kata kak Haikal yang menyuruhku duduk.
“Kok Jas, sih? Emang aku jas hujan?” Kataku yang mencoba untuk mencairkan suasana agar tak terlihat kaku.
“Maunya dipanggil apa? Kalau Jasmine kepanjangan. Masak aku panggil kamu Mine? Yang artinya milikku, ini kan baru hari pertama, masak secepat ini kamu jadi milikku, hehehe.” Kata kak Haikal yang sepertinya doyan humor.
“Hehe, Kak Haikal bisa saja.” Kataku dengan tertawa ringan.
“Terserah deh panggil apa, asal jangan Jas, nggak enak didengar.” Kataku.
“Em.m ku panggil siapa ya? Asmi, gimana? Setuju nggak? Gabungan antara Jas dan Mine, hehe.” Kata kak Haikal yang meminta persetujuanku.
“Oke, boleh juga. Terus aku manggil kak Haikal dengan sebutan apa? Haikal itu juga panjang hlo. Em.m, Kak Ikal gimana? Cocok sama rambutnya yang ikal. Heheh.” Kataku.
“Yah, itu juga boleh. Mau minum apa Asmi?” Tanya kak Ikal.
“Jus Alpukat aja.” Kataku.
“Ya udah aku sama. Jus alpukat dua ya Mas.” Kata kak Ikal kepada pelayan.
“Kak Ikal suka jus Alpukat juga?” Tanyaku.
“Nggak sih, nggak terlalu suka.” Jawab kak Ikal.
“Kok pesennya jus Alpukat?” Tanyaku penasaran.
“Biar kelihatan kompak aja, kaos udah sama, minumannya pun juga harus sama. Ikut-ikut gaya pacaran anak SMP gitu.” Kata kak Haikal dengan gaya alaynya.
“Hahaha, Kak Ikal lucu.” Kataku yang tertawa melihat ekspresi bibir kak Ikal.
Satu jam pun telah dilewati, dan kami pun harus berpisah karena menurut peraturan waktu pertemuan kami hanya satu jam. Satu jam yang sangat berkualitas untuk saling mengenal satu sama lain. Dan selama satu jam itu, kami sudah bisa saling beradaptasi. Ternyata kak Ikal orangnya humoris dan selalu buat aku tertawa dengan gayanya yang sering menirukan ekspresi pemain sinetron.
Hari kedua, sepulang kuliah aku langsung menuju lapangan basket. Ternyata ada pertandingan basket, dan kak Ikal juga ada di sana. Aku pun duduk dan melihat kak Ikal yang sedang bertanding. Kak Ikal yang melihat kedatanganku pun sempat melambaikan tangan, yang membuat teman-temannya bersorak menggoda kami.
Setelah pertandingan selesai, aku pun mendekati kak Ikal untuk memberikan handuk dan minuman, yang lagi-lagi itu skenario yang sudah ku tandatangani kemarin. Setelah kak Ikal beristirahat, aku pun diajak bermain basket dengannya.
“Bisa main basket kan?” Tanya kak Ikal.
“Kecil, kalau cuma masukin bola ke ring aku bisa.” Kataku dengan lagak sok bisa.
“Coba buktiin, kalau kamu bisa masukin bola ke ring, aku bakal ikutin yang kamu minta.” Kata kak Ikal yang membuat peraturan sendiri.
“Oke siapa takut.” Kataku yang kemudian masuk ke lapangan basket.
“Nie bisa kan?” Kataku setelah memasukan bola ke ring basket.
“Hei, itu terlalu mudah. Masukin bolanya tu, dari sini.” Kata kak Ikal yang menunjukan lokasi ia berdiri.
“Curang banget. Itu terlalu jauh, mana aku bisa.” Kata ku yang pesimis.
“Aku aja bisa, nieh.” Kata kak Ikal yang berhasil memasukan bola.
“Hebat.” Kataku sambil bertepuk tangan.
“Nih, ku kasih kesempatan 3 bola. Kalau satu saja nggak ada yang masuk, kamu harus ikutin perintahku.” Kata kak Ikal yang merevisi peraturannya sendiri.
“Peraturannya tadi bukan kayak gini deh, hem.” Kataku.
“Yah gagal.” Kataku setelah bola pertama gagal masuk.
“Hahahah.” Tawa kak Ikal.
“Hei diam, suara tawamu buat aku nggak bisa konsentrasi.” Kataku.
“Yah gagal lagi.” Kataku sedih.
“Tinggal satu bola lagi ni. Bentar-bentar.” Kataku yang meminta waktu untuk mendoakan bolanya.
“Hei, Asmi! Kamu doain bolanya? Hahaha.” Tawa kak Ikal.
“Hore berhasil.” Sorakku setelah bola berhasil masuk ke ring.
“Akhirnya masuk juga, jadi bagaimana dengan janjimu?” Kataku yang melirik ke arah kak Ikal.
“Oke aku akan tepati janjiku, jadi apa yang kau mau?” Tanya kak Ikal.
“Em.m besok bakal tahu sendiri.”
“Ya udah, aku pulang dulu ya, sampai ketemu besok.” Kataku.
Sudah dua hari ku lalui bersama kak Ikal, tak lupa aku juga mengambil poto saat kami bersama, dan aku pun mengupload poto kami ke twitter, dan banyak respon yang diberikan teman-temanku, mereka menanyakan seberapa dekatkah kami, dan apakah akan menjadi pasangan kekasih yang sesungguhnya atau tidak.
Hari ketiga, sesuai dengan peraturan, kak Ikal harus melihat aku berlatih menari. Aku sudah menekuni dunia tari sejak aku SD, tepatnya tari Jawa. Dan setiap hari Rabu, aku harus berlatih, agar kemampuanku meningkat. Dan hari ini sepertinya jadi hari spesial, karena kak Ikal akan melihat aku berlatih menari, dan pastinya aku akan mengerjai dia, hahaha.
Untuk permulaan, seperti biasanya aku dan teman-teman menarikan tari gambyong. Kak Ikal pun seperti menikmati pertunjukan gratis ini, dia merekam saat aku dan teman-teman sedang latihan.
“Jagan cuma duduk aja dong, ayo ikut nari.” Kataku.
“Hloh, itu kan nggak ada di skenario? Aku kan cuma disuruh nemenin kamu latihan.” Kata kak Ikal yang sepertinya tak mau ku ajari menari.
“Ingat janjimu kemarin nggak? Katanya kamu bakal nuruti yang ku mau, dan ini lah yang ku mau.” Kataku.
“Aku harus menari Jawa, gitu?” Tanya kak Ikal yang sepertinya tak percaya.
“Yups betul, sini.” Kataku yang menarik tangan kak Ikal.
“Buk, ada yang mau belajar nari Jawa ni.” Kataku kepada pembimbing.
“Wah, pas banget. Bentar lagi kamu akan menari di Candi Prambanan kan? Kenapa tidak latihan tari Ramayana saja? Kamu yang jadi Shinta dan Haikal yang jadi Rama-nya.” Kata pembimbingku.
“Hloh, kok jadi berdua? Niatku mau ngerjain Kak Ikal, kok aku juga kena?” Kataku.
“Iya, kayaknya asik juga kalau kalian nari Rama Shinta, iya nggak plend.” Kata temanku.
“Betul itu, tari Rama Shinta kan tari yang temanya percintaan, pas banget buat kita.” Kata kak Ikal dengan senyum yang terlihat meledek.
Dengan terpaksa, aku harus menarikan tarian Ramayana bersama kak Ikal. Ya benar, tarian itu temanya percintaan, dan ada bagian dimana kak Ikal berada dekat di sampingku, itulah yang membuat jantungku mulai berdetak agak kencang.
Setelah selesai menari, kami pun menuju ke kantin untuk sekedar menghilangkan rasa dahaga. Di sana kami bertukar nomer handphone, dan alamat twitter, sebenarnya tidak ada di skenario, tapi tak apalah itung-itung biar tambah deket sama kak Ikal, hehehe.
Dan hari ini adalah hari ke-4. Itu artinya, hari ini dan 3 hari kedepan adalah milik kami. Tak perlu lagi memikirkan tentang skenario yang telah kami sepakati, dan sepertinya panitia tak lagi mengikuti kegiatan kami.
Dan kebetulan, hari ini aku tak ada jadwal kuliah begitu juga dengan kak Ikal. Kak Ikal pun mengajakku ke embung di daerah Selatan Yogyakarta. Disepanjang perjalanan, suasana romantispun terbentuk dengan sendirinya. Karena jalan yang berliku, tanganku pun memegang pinggang kak Ikal dengan eratnya. Sesampainya di embung, terlihat pemandangan kolam yang berisi air, dan pohon-pohon hijau yang menambah kesan asri di embung itu.
“Kak, potoin aku dong.” Kataku dengan memberikan ponselku ke kak Ikal.
“Oke, satu, dua, tiga.” Kata kak Ikal yang memberi aba-aba.
“Wow, hasilnya bagus banget. Keindahan lokasi dan kecantikan modelnya bersatu padu sehingga menghasilkan poto yang indah.” Kata kak Ikal dengan gaya alaynya.
“Sini coba lihat.” Kataku yang meminta ponselku.
“Ih, Kak Ikal lebay deh. Ini biasa saja, malah menurutku jelek. Nie lihat ada orang pacaran di potoku.”
“Jangan-jangan, Kak Ikal konsennya ke mereka bukan ke aku.” Kataku setelah melihat hasil jepretan kak Ikal.
“Apa iya? Coba lihat!” Kata kak Ikal yang melihat hasil jepretannya.
“Kayaknya aku memang konsen ke mereka deh. Soalnya aku iri melihat mereka. Bagaimana kalau kita poto bareng, dengan pose romantis? Biar orang iri sama kita. Hahah.” Kata kak Ikal.
Setelah menyiapkan kamera dan peralatannya, kami pun mulai berpose bak pra wedding. Yang menjadi favoritku adalah saat kita berpose dengan saling menatap, saat itu aku bisa membaca apa yang ada di pikiran kak Ikal lewat tatapan matanya.
Setelah hari mulai sore, kami pun memutuskan untuk pulang. Setelah sampai di rumah, dan beristirahat sejenak, tiba-tiba aku ingat ada tugas yang belum keselesaikan dan aku pun menghubungi kak Ikal, untuk membatalkan acara hari ke-5, dikarenakan ada tugas kuliah.
Dan untuk mengganti hari ke-5 yang terbuang sia-sia, kak Ikal meminta aku untuk ikut acara menanam seribu pohon yang diadakan oleh BEM. Aku pun mengiyakan ajakan kak Ikal.
Sesampainya di sebuah perkebunan, aku pun langsung mengambil bibit tanaman.
“Asmi, tanam di sini aja.” Kata kak Ikal yang menunjukkan ke suatu tempat.
“Cie, pasangan OWWL kali ini bikin ngiri aja.” Sindir salah satu teman kak Ikal.
Aku pun hanya tersenyum, dan kemudian mendekat ke arah kak Ikal. Kami pun menanam pohon bersama, dan kontak fisik pun tak dapat dihindarkan. Tangan halus kak Ikal pun memegang tanganku, sehingga membuat orang-orang yang dari tadi memperhatikan kami bersorak senang.
“Cie, Haikal sudah sedekat itu dengan Jasmine.” Kata kak Lukman.
“Bakal lanjut pacaran, atau berhenti di hari ke-7 nie.” Tambah yang lainnya.
“Hahaha, lihat saja besok.” Kata kak Ikal.
Hari ke-6 pun terasa cepat, dan tibalah hari ke-7. Itu berarti hari ini adalah hari ulang tahun kak Ikal dan hari terakhir kita ngedate bareng. Aku pun sudah mempersiapkan kado istimewa untuk kak Ikal.
“Kak Ikal, happy birthday.” Kataku sesampainya di rumah makan.
“Makasih, Asmi. Mana kadonya?” Kata kak Ikal.
“Yah, baru dateng udah dimintai kado.”
“Ini buat kamu.” Kataku yang menyodorkan sebuah kotak.
“Ini apa?” Tanya kak Ikal setelah membuka kadonya.
“Pakaian basket, nggak suka ya Kak?” Kataku.
“Bukan ini yang aku mau.” Kata kak Ikal dengan raut muka yang kecewa.
“Lalu apa?” Tanyaku penasaran.
“Hatimu.” Kata kak Ikal yang membuat aku tertawa.
“Hahaha, masih sempat gombal aja.” Kataku.
“Ini serius. Setelah 1 Minggu kita lewati bersama apakah tak ada getaran cinta di hatimu?”
“Sejujurnya, jantungku berdetak lebih cepat saat kau berada di dekatku, dan perasaanku semakin kuat saat kita berpose dengan saling menatap. Rasanya ada yang aneh di hati ini, dan aku yakin ini cinta.” Kata kak Ikal yang menyatakan cintanya padaku.
“Bagaimana dengan kamu, apakah kau merasakan hal yang sama denganku?”
“Jika aku bilang tidak, munafik banget. Tetapi jika aku bilang ya, ini terlalu cepat.”
“Awalnya aku berpikir, ini acara terlalu direkayasa banget, tetapi setelah hari ke empat dan sampai hari ini aku merasakan aku tak berada di sebuah acara, tetapi aku merasa sedang bersama kekasihku di sini.” Kataku.
“Jadi intinya, kamu juga merasakan hal yang sama denganku.” Tanya kak Ikal.
“He.em, dan sebenarnya aku sedih karena tahu hari ini hari ke-7, dan apakah kita masih bisa seromantis ini setelah acara ini berakhir?” Tanyaku.
“Pasti, dari One Week with Love bakal jadi Every Day with Love, aku janji! Jadi mulai hari ini, kita beneran pacaran kan?” Tanya kak Ikal.
“Iya.” Jawabku dengan tersenyum.
Malam pun tiba, aku bersiap untuk menghadiri puncak acara One Week with Love yang diadakan di sebuah cafe. Terlihat anggota BEM dan teman-temanku yang sepertinya penasaran dengan kelanjutan kisahku dengan kak Ikal.
Setelah aku dan kak Ikal tiba, acara pun dimulai. Tim panitia memutarkan poto-poto selama satu minggu yang penuh cinta itu. Tak jarang mereka bersorak saat melihat poto kami.
“Jadi bagaimana Haikal dan Jasmine, apakah kisah kalian berhenti dan akan menjadi kenangan satu Minggu atau?” Tanya kak Lukman yang terpotong.
“Kami akan melanjutkan kisah ini.” Kata kak Ikal dengan tegasnya.
“Wow, keren.” Kata teman-teman sambil bertepuk tangan.
“Saya berterimakasih kepada tim panitia, yang sudah bekerja ekstra membuat acara ini untukku. Dan aku juga berterimakasih karena telah memilihkan Jasmine menjadi peserta di acara ini.”
“Terimakasih juga untuk Jasmine, yang telah membuat 1 Minggu ini terasa sangat indah. Dan sekarang aku bisa memanggilmu dengan sebutan Mine, because now, you be mine.”
“Jasmine the same means just mine.” Kata kak Ikal dengan memegang tanganku dan menatap ke arahku.
Just mine, hanya milikku. Terdengar sangat romantis di telingaku, dan aku suka itu. Ternyata pepatah jawa itu benar hlo, witing tresno jalaran soko kulino, heheh. Karena sering bersama kak Ikal, benih cinta itu pun tumbuh dihatku . Kak Ikal, now and forever you are mine.

Minggu, 06 April 2014

Thank for Mathematics


Thank for Mathematics

Yeah, hari ini tepat 6 hari setelah guru Matematika-ku pergi ke luar kota. Dan itu artinya, sudah 6 hari tasku bersih dari buku itu. Aku sengaja meninggalkan semua yang berbau Matematika di rumah. Dan rasanya tue seperti mendapatkan sebuah kebebasan.
“Good bye mathematics, take care your self.” Kataku kepada buku matematika.
“Dewi, kamu ngomong sama siapa?” Tanya ibuku.
“Sama buku Matematika Buk. Saya berangkat dulu ya.” Pamitku.
Mapel demi mapel telah dilewati, dan mapel yang terakhir adalah mapel Matematika. So, it’s time to go home early. Tapi tiba-tiba, ada sosok laki-laki yang masih muda dan tampan masuk ke kelasku. Ternyata laki-laki itu adalah mahasiswa yang di tunjuk ibu Tri untuk menggantikan beliau selama 1 bulan.
Setelah perkenalan, ternyata nama mahasiswa itu adalah Dwi. Dwi yang artinya dua, dan Tri yang artinya tiga, hm.m nama guru Matematika-ku pakai unsur angka semua,ya.
“Adek-adek, keluarkan lks kalian. Ada PR dari ibu Tri kan? Saya akan mengambil nilai PR itu sebagai nilai ulangan kalian.” Kata mas Dwi.
“Mas, aku nggak bawa lks.” Kataku dengan mengangkat tangan.
“Hloh, hari ini kan ada pelajaran Matematika, kenapa tak bawa lksnya?” Tanya mas Dwi.
“Sengaja ku tinggal di rumah. Kasian bukunya kalau cuma kubawa tapi tak ku buka.” Kataku.
“Kalau begitu, tolong fotokopikan rumus ini, setelah itu dibagikan ke teman-teman.” Kata mas Dwi yang sepertinya memberikan hukuman kepadaku.
Aku pun meninggalkan kelas, dan menuju tempat fotokopian yang lumayan jauh dari sekolahan. Setelah menyelesaikan tugas dari mas Dwi, aku pun kembali ke kelas. Dan ternyata teman-temanku sudah berkemas untuk pulang. Dengan cepat ku bagikan fotokopian itu kepada mereka. Dan tak lupa ku kembalikan rumus asli itu ke mas Dwi yang ternyata masih berada di ruang guru.
Setelah menyelesaikan tugas dari mas Dwi, ternyata dia memberikanku tugas lagi. Besok pagi, aku harus mengumpulkan lks Matematika. Padahal ada 20 soal dan itu mengenai Matematika keuangan.
Sesampainya di rumah, ku coba membuka lks Matematika-ku. Dan saat aku melihat rumus rente, kepala terasa berat, dan mata mulai mengantuk, tetapi bagaimanapun juga, aku harus menyelesaikan PR ku yang sudah jatuh tempo itu.
Pagi harinya aku langsung menuju ke kantor guru dan menyerahkan lks yang sudah ku jawab dengan asal. Hahaha, soal nilai belakangan, yang penting sudah ngumpulin tugas, itu semboyanku.
“Selamat siang Adek-adek.” Sapa mas Dwi sesampainya di kelas.
“Kenapa ya, pelajaran Matematika itu selalu di jam terakhir, bikin ngantuk aja.” Bisik ku.
“Iya, tapi seru juga, dapet vitamin A di siang hari.” Kata Erma.
“Maksud mu? Oh, kamu naksir mas Dwi? Haha.” Kataku.
“Untuk nilai lks yang kemarin, sebagian besar sudah di atas KKM, tapi ada satu orang yang nilainya kurang.” Kata mas Dwi yang menghentikan percakapanku dengan Erma.
“Siapa Mas?” Tanya temanku yang hampir serentak.
“Aku tak bisa menyebutkan namanya, tapi semoga orang itu sadar dan mau belajar lebih giat lagi.” Kata mas Dwi yang membuatku tersingung.
Sepanjang pelajaran, aku tak memperhatikan mas Dwi yang sedang menerangkan. Aku lebih asyik bermain hp. Berulang kali mas Dwi memperingatkanku, tetapi aku tak menggubrisnya, dan akhirnya tanpa ku sadari mas Dwi ada di sampingku, dan hp-ku pun di sita olehnya.
Beberapa hari kemudian, karena hp ku tak kunjung di kembalikan, aku pun membalas mas Dwi dengan cara tak memperhatikan dia saat mengajar.
“Ya ampun panas banget ya Ma.” Kataku saat mas Dwi sedang menerangkan.
“Nanti pulang sama siapa kamu Ma?”
“Yah, aku kayak orang gila. Ngomong sendiri.” Kataku.
“St.t diam, mas Dwi lihat ke arah kita. Akhir-akhir ini pandangan mata mas Dwi selalu tertuju pada kita, jadi jangan ajak aku ngomong.” Kata Erma yang sepertinya takut dihukum.
“Dewi, sudah paham belum perbedaan nilai akhir dan nilai tunai rente?” Tanya mas Dwi.
“Belum.” Jawabku singkat.
“Kalau belum, kenapa dari tadi tak memperhatikan saya malah asik ngobrol sendiri.” Kata mas Dwi.
“Hp saya mana mas?” Kataku yang tak mempedulikan teguran mas Dwi.
“Oke, aku akan mengembalikan hp-mu, tapi syaratnya mulai besok dan seterusnya, kamu duduk sendiri di depan meja guru, bagaimana?” Kata mas Dwi yang sepertinya ingin mengajakku berdamai.
“Oke, siapa takut.” Kataku.
Demi hp-ku tercinta aku rela duduk di kursi panas itu. Kursi yang membuat perhatian guru tercurah lebih pada siswa yang mendudukinya.
“Nie hp kamu. Tapi maaf batreinya habis.” Kata mas Dwi setelah duduk di kursi guru.
“Makasih.” Kataku dengan sedikit memberikan senyuman.
“Sekarang, saya mau menerangkan nilai tunai rente pra numerando. Buka lks kalian halaman 69.” Kata mas Dwi yang kembali berdiri.
Kali ini aku pun memperhatikan apa yang diterangkan mas Dwi, selain karena kurang paham tentang materi itu, aku juga merasa bersalah kepadanya. Setelah beberapa menit menjelaskan, akhirnya mas Dwi memberikan soal latihan kepada kami, dan dia pun kembali duduk.
Karena gengsi, aku pura-pura paham dan memperhatikan soal itu dengan sungguh-sungguh. Mas Dwi pun hanya melihat apa yang aku kerjakan, sedangkan aku masih berpikir apa yang harus aku kerjakan terlebih dahulu.
“Ayo, dikerjakan! Jangan dilihat saja!” Kata mas Dwi.
“Iya, ini juga baru mikir.” Kataku yang berbohong.
“Bilang aja nggak bisa. Dari 20 soal lks kemarin, jawabanmu yang benar hanya 5.” Kata mas Dwi yang membuatku terlihat bodoh di depannya.
“Oh, kemarin baru banyak pikiran, jadi jawabnya asal.” Kataku yang membela diri.
“Ya sudah, silahkan dikerjakan. Aku mau lihat cara mu menyelesaikan soal itu.” Kata mas Dwi yang membuat keringat dinginku keluar.
Sepertinya mas Dwi tahu kalau aku tidak bisa mengerjakan soal yang diberikannya. Dan sebagai guru yang baik, mas Dwi pun membimbingku menyelesaikan soal itu.
“Pertama, tulis rumusnya dulu. Kemudian cari di tabel daftar 4 yang kemarin kamu fotokopi itu.”
“Setelah itu ditambah satu dan dikali dengan modalnya. Selesai deh.” Jelas mas Dwi.
“Oh, gitu caranya. Ternyata mudah ya.”
“Ops, ketahuan deh kalau aku nggak bisa.” Kataku dengan sedikit malu.
“Nggak papa, nggak usah malu. Kalau nggak bisa ngomong aja. Nanti saya bantu.” Kata mas Dwi yang memperlihatkan karismanya sebagai guru.
“Ehem. Yang depan jangan ngobrol aja ya!” Kata temenku yang sepertinya jeles melihat aku dan mas Dwi yang akrab.
Sejak hari itu, aku tak lagi membenci pelajaran Matematika bahkan aku menantikan hari dimana ada pelajaran Matematika. Setiap mas Dwi menerangkan, aku selalu memperhatikannya. Begitupula saat mas Dwi duduk di meja guru, rasanya jantung ini berdetak lebih kencang dari biasanya. Dan aku selalu menantikan saat-saat mas Dwi membantuku menyelesaikan soal.
Kadang aku berbohong tidak bisa mengerjakan soal yang diberikan olehnya, hanya untuk minta bantuan ke mas Dwi. Hahaha, cara yang cerdas untuk menarik perhatian seorang guru tampan.
Hari-hari pun telah berganti, dan tak terasa sudah satu bulan mas Dwi menggantikan ibu Tri. Dan hari ini adalah hari terakhir mas Dwi mengajar di kelasku.
“Untuk semuanya, belajar yang rajin ya! Satu Minggu lagi kalian akan melaksanakan ujian tengah semester, jadi kurangi kegiatan yang tak bermanfaat.”
“Sekali lagi, saya minta maaf apabila ada salah kata selama saya mengajar disini. Dan khusus untuk Dewi, saya benar-benar minta maaf telah menyita handponemu waktu itu.” Kata mas Dwi yang membuatku kaget karena menyebutkan namaku.
“Cie.e.e ada yang cinta lokasi ni ye?” Sorak teman-temanku.
“Iya Mas, saya maafkan. Saya juga minta maaf sempat membuat dirimu tak nyaman mengajar di kelas ini. Tetapi sesungguhnya, kehadiranmu membuatku nyaman belajar Matematika.” Kataku yang sedikit berlebihan.
“Cie...” Sorak teman-teman.
“Buat yang lainnya juga ya, apabila ada kata yang tak mengenakkan buat kalian, mohon dimaafkan ya. Tak lupa saya ucapakan terimakasih karena telah memberikan ku kesempatan untuk menjadi bagian dari kalian, dan semoga kelak kita dapat bertemu lagi. Aamiin.” Kata mas Dwi yang terlihat dewasa.
“Aamiin.” Kataku dan teman yang lainnya.
Saat mas Dwi meninggalkan kelas untuk selamanya, rasanya tue sedih banget. Padahal aku mulai menyukai pelajaran Matematika, dan pastinya gurunya juga.
“Wahai buku Matematika, bisa kah kau mendekatkanku kembali dengan pencintamu.” Kataku yang berbicara dengan buku.
Tiba-tiba, handponeku bergetar. Saat aku buka ternyata pesan itu dari mas Dwi. Wow kebetulan banget kali ya, ngomong sama buku Matematika, e.e pencinta Matematika langsung ngirim pesan ke aku.
“Wi, yang semangat ya belajarnya! Jangan pura-pura nggak paham lagi ya! Oh iya kalau kamu kurang paham sama materi yang buat semesteran, aku bisa kok bantu kamu. Dwi.” Isi pesan singkat dari mas Dwi.
Kesempatan emas ini, tak kan ku biarkan begitu saja. Dan akhirnya, besok Minggu aku bisa bertemu lagi dengan mas Dwi di tempat makan untuk membahas soal Matematika, so sweet ya.
Dan hari Minggu pun tiba, aku pun menuju tempat dimana aku dan mas Dwi akan bertemu.
“Halo Mas Dwi.” Sapa ku saat melihat mas Dwi sudah menunggku.
“Halo. Kamu beneran bawa tas dan buku?” Tanya mas Dwi.
“Ya iya lah, kan mau belajar.” Kataku yang kemudian duduk.
“Hehehe, kirain cuma pengen ketemu aku. Tapi kali ini, kamu beneran nggak paham sama materinya kan? Bukan akting lagi?” Kata mas Dwi yang sepertinya sudah hafal jurusku.
“Beneran, kali ini aku nggak paham. Jadi plis, bantuin dong Mas. Janji deh, kalau nilaiku bagus, aku bakal balas jasamu.” Kataku.
“Oke, materi apa yang belum kamu pahami?” Tanya mas Dwi.
Setelah mas Dwi membuka lks-ku, kemudian dia menjelakan tentang materi program linier. Aku pun mendengarkan dan memperhatikan dia. Kadang aku juga memegang kepalaku, tanda aku tak paham apa yang diterangkan oleh mas Dwi. Kali ini aku serius nggak paham hlo, bukan akting kayak dulu!
“Ya ampun Mas pelan-pelan yang nerangin. Pusing aku.” Kataku yang masih memegang kepala.
“Ya sudah, kita makan dulu kali ya!” Kata mas Dwi yang kemudian memesan makanan dan minuman.
“Mas, ini gratis kan? Yang bayar kamu kan?” Kataku setelah makanannya datang.
“Iya tenang aja, mari makan.” Kata mas Dwi yang menyuruhku makan.
“Kayaknya aku harus berterimakasih deh sama Matematika.” Kataku.
“Hloh kenapa?” Tanya mas Dwi yang menghentikan makannya.
“Matematika itu sulit, dan karena kesulitannya itulah aku bisa di sini. Belajar dan makan bareng sama kamu.” Kataku yang mulai memanggil dengan sebutan kamu.
Karena kaget dengan ucapanku, mas Dwi pun langsung minum dan melanjutkan makannya.
“Ada-ada aja kamu tu, tapi kamu beneran nggak modus kan? Percuma dong aku jelasin, eh ternyata kamu dah paham.” Kata mas Dwi yang curiga kepadaku.
“Kali ini aku serius nggak paham. Kalau nggak percaya tanya aja sama bu Tri.” Kataku sambil manyun.
“Iya-iya aku percaya.” Kata mas Dwi yang lagi-lagi menghentikan makannya.
“Oh iya, katanya kalau kamu dapat nilai bagus, kamu bakal balas jasaku kan? Aku mau, balas jasanya dengan jadi pacarku, bagaimana?” Kata mas Dwi yang membuatku tersedak.
“Apa Mas? Kamu ngomong apa tadi?” Kataku setelah menghabiskan minumku.
“Pacar? Gimana? Sebenernya aku ada rasa sama kamu setelah aku menyita hp-mu, rasanya tue aku pengen tahu segala sesuatu tentang kamu. Makannya saat ku kembalikan hp mu, batreinya habis.” Jelas mas Dwi.
“Jadi, kamu buka smsku, potoku dan.” Kataku yang terpotong.
“Ya semuanya kubuka. Aku bisa sms kamu, ya dari rasa keingin tahuanku itu. Jadi gimana tawaranku tadi?” Kata mas Dwi yang menatap tajam ke arahku.
“Oke siap! Sekarang ayo belajar lagi, biar nilai ku bagus!” Kataku yang membuat mas Dwi tertawa.
Setelah hari itu, aku merasa siap untuk menaklukan Matematika di ujian tengah semester. Aku berharap nilai Matematika ku di atas KKM biar aku bisa jadi pacarnya mas Dwi.
Dan benar saja, setelah ku lewati ujian tengah semester, nilai semesteran pun keluar. Dan aku sangat bersyukur karena nilai Matematika-ku diatas KKM walaupun terendah di kelas. Tapi baru pertama kali ini aku nggak Remidi Matematika, semua itu berkat mas Dwi yang sekarang telah resmi menjadi pacarku.
I must to say thank for Mathematic, yups semua ini berkat Matematika. Terimakasih Matematika, karena ketidak pahamanku tentang materimu aku jadi punya kesempatan deket dengan mas Dwi, dan bahkan sekarang sudah resmi menjadi pacarku.

The End