Minggu, 18 September 2016

September Baper


September Baper
           
“September ceria apaan ini! Undangan nikah ada lima, dua temen SD, dua temen SMP, satunya temen SMA!” Kata Isna sambil melemparkan undangan yang jumlahnya lima di atas meja kerjanya.
“Kamu tu ada apa sih Na, pagi-pagi dah ribut sendiri?” Tanya Yanti, rekan kerja Isna.
“Hayo, jangan bilang kamu juga mau nikah di bulan ini!”
“Apaan sih Na, nikah bulan ini? Sama siapa? Uang dari mana, haha,” ujar Yanti dengan tertawa kecil. Dengan langkah santai, Yanti menghampiri Isna yang nampak masih kesal.
“Lima? Belum tujuh kan? Nggak papa santai aja,” dengan santainya Yanti menanggapi kekesalan Isna.
“Yang undangan temen SD mu yang mana Is?” Tanya Yanti sambil melihat dengan detail satu persatu undangan yang didapat Isna.
“Coba sini lihat,” Isna langsung mengambil undangannya itu, dan langsung menyodorkan satu undangan dengan nuansa perak berbalut pita warna biru.
“Ini hloh, yang aku ceritakan tempo lalu. Dulu kita sempet deket, walaupun cuma tiga bulan, terus nggak ada angin nggak ada ujan, eh tiba-tiba kemarin datang ke rumahku, deg-degan maksimal kan aku, ku kira mau ngajak reoni pribadi, eh ternyata mau ngajak reoni masal gratis, dinikahannya! Kan nyesek!” Curhat Isna dengan mata yang berkaca-kaca.
“Udah, ikhlasin aja, kan masih ada mas Ryan, mas Arka atau mas Bima, tinggal pilih Cin!”
“Duh, banyak banget ya ternyata gebetanku, tapi pokoknya atiku masih sakit, nyesek banget tahu nggak sih Yan!” Kata Isna dengan memegang lengan Yanti yang seolah meyakinkan Yanti bahwa dia memang benar-benar terluka.
“Dibikin santai aja Is, mungkin dia bukan yang terbaik buat kamu. Yang baik buat kamu, masih dijaga Allah.” Ucap Yanti dengan menatap tajam mata Isna, untuk meyakinkannya bahwa semua yang terjadi memang sudah kehendak-Nya, dan pasti Allah punya rencana sendiri yang terbaik untuk hamba-hamba-Nya.
“Terus, kalau gitu kapan aku ketemu sama jodohku?”
“Yang seumuranku dah banyak yang nikah, bikin tambah baper aja kan?” Tanya Isna.
“Ya itu semua tergantung sama doa dan ikhtiar mu,”
“udah nggak usah baper, yang umurnya di atas kamu banyak juga kok yang belum nikah. Contohnya depanmu ini,” tambah Yanti dengan sedikit menyembunyikan kegelisahan hatinya karena belum juga dipertemukan dengan sang calon imam.
“Dah ah, pagi-pagi kok baper, pokoknya tetap semangat!”
“Oke sip, makasih Yanti. Semangat kerja ya, maaf dah bikin geger pagi-pagi,”
“sana-sana kembali ke meja kerjamu,” ucap Isna yang terlihat sudah tenang setelah mendapat pencerahan dari Yanti.
            Begitulah Isna, apa-apa dibikin baper, tapi wajar kok kalau perempuan itu mudah baper karena perempuan selalu mengedepankan perasaannya. Termasuk kasus yang dialami oleh Isna, secara tiba-tiba dan serentak dia mendapat undangan pernikahan yang jumlahnya cukup banyak, itu artinya Isna harus merelakan waktu istirahatnya untuk menghadiri undangan yang ia dapat.
            “Assalamu’alaikum,” sapa Isna ketika ia sudah sampai di rumahnya.
            “Wa’alaikumsalam,” jawab seisi rumah.
            Isna adalah anak kedua dari tiga bersaudara, dan kebetulan saudaranya perempuan semua dan kebetulannya lagi belum ada yang melepas masa lajang diantara ketiganya. Tapi sayangnya hanya Isna yang memiliki sifat baper ketika bersinggungan dengan yang namanya pernikahan.
“Isna, pinjem cas hp dong,” ucap Eka, kakak dari Isna.
“Itu Mbak, ambil aja di tas,” kata Isna yang enggan bangun dari tempat tidurnya.
“Hey, kamu itu, pulang kerja bukannya langsung mandi malah mager di tempat tidur,” kata Eka ketika melihat adiknya tiduran sambil bermain hp.
“Is, ini apa? Undangan nikah? Banyak banget?” Tanya Eka yang penasaran dengan isi tas Isna.
“Iya Mbak undangan nikah,” jawab Isna yang masih asik dengan hp nya.
            Setelah mendapatkan barang yang ingin dipinjamnya, Eka langsung menghampiri Isna dan memperhatikan gerak-gerik adiknya itu. Eka menangkap kejanggalan dari diri Isna, Isna yang biasanya menomor satukan mandi dan paling anti kalau tasnya dibuka orang lain, kok tiba-tiba jadi berubah.
            “Ini undangan tanggal 3, terus ini tanggal 4, ini tanggal 18, dan dua ini ditanggal yang sama tanggal 25, wah hebat kamu Is, mendadak jadi orang penting tiap minggu ada acara terus, biasanya tiduran dirumah,” kata Eka sambil memilah undangan menurut tanggal resepsi.
            “Orang aku nggak bakalan dateng, nitip amplop sama temen aja kan beres,” ucap Isna dengan santainya.
            “Hei, nggak dateng gimana sih?”
            “Habisnya kalau dateng, pasti aku jadi korban bully-an temen-temen, ditanya kapan nyusul, tapi nanya nya kayak ngledek,” jawab Isna kesal.
            “Eh, Mbak hp ku itu, mau diapakan?” Ucap Isna ketika Eka mengambil handphone miliknya.
            “Bangun!”
            “Nggak baik main hp sambil tiduran,”
            “Mbak juga mau ngomong sama kamu, yang sopan dikit jangan sambil tiduran,” jelas Eka.
            “Iya-iya mau ngomong apa Mbak?” Tanya Isna yang sekarang sudah duduk menghadap kakaknya.
            “Ada enam hak seorang muslim atas muslim lainnya, nah salah satunya itu jika ada yang mengundang wajib hukumnya untuk datang, kecuali kalau ada halangan dan itu harus memberi tahu si punya hajat, untuk menjaga perasaannya,”
            “Itu baru satu, lima hak yang lain apa aja Mbak?” Ucap Isna memotong penjelasan kakaknya.
            “Ini baru mau Mbak jelasin, nah kalau kamu bertemu dengan sesama muslim hendaknya kamu mengucapkan salam, jika dia meminta nasehat kepadamu maka berilah nasehat, jika dia bersin lalu mengucapkan Alhamdulillah maka doakanlah, jika dia sakit maka jenguklah dan jika dia meninggal maka iringilah jenazahnya.” Jelas Eka.
            “Tapi gimana ya Mbak, aku tu males ketemu temen-temen lama, mereka jahat tanya-tanya kayak gitu, kayak mereka dah nikah aja. Orang yang udah nikah malah nggak gitu-gitu amat, mereka malah mendoakan ku biar cepet nyusul mereka,” curhat Isna.
            “Hehehe, itu masalah sepele, kalau ditanya kapan nyusul nikah, dijawab gini ‘doain aja ya’ gitu ,” saran Eka.
            “Dijawab gitu doang?”
            “Mbak Eka pernah nggak sih berada di posisiku, merasa risi dan geli jika mendapat pertanyaan kapan nyusul nikah?
            “Pernah lah!”
            “Dulu sampai ku masukan dalam hati pertanyaan-pertanyaan itu, jadinya baper kaya kamu sekarang ini, tapi setelah Mbak tahu bahwa ketetapan Allah itu pasti datangnya, dan kita tidak bisa meminta untuk disegerakan, jadi mbak lebih ke arah menunggu dan memperbaiki diri,”
            “Mbak pengen besok kalau Mbak ketemu sama jodoh Mbak, Mbak sudah menjadi pribadi yang lebih baik dari sebelumnya,” jelas Eka.
            Walaupun umur Eka sudah lebih dari 25 tahun, tetapi dia tidak merasa gelisah dalam hal jodoh. Dia yakin orang yang baik akan berjodoh dengan orang yang baik, begitu pula sebaliknya, semua itu sudah Allah jelaskan dalam Al-Quran Surat An-Nur ayat 26 Dan tentang masalah waktu, juga sudah dijelaskan Allah dalam Al-Quran Surat An-Nahl ayat 1.
            Eka tak berpangku tangan dalam hal penantian jodoh, setiap akhir sholat selalu ia sisipkan doa perihal jodoh, dan usahanya pun tak main-main. Selain disibukkan oleh kegiatan sebagai seorang bidan, Eka juga sibuk menghadiri pengajian-pengajian di daerahnya.
Dia percaya semakin banyak dia membuka diri, semakin banyak pula relasi. Kita tidak pernah tahu bagaimana cara Allah mempertemukan kita dengan jodoh. Boleh jadi karena sering berangkat pengajian, ada sosok ikhwan yang memperhatikan kita, dan akhirnya memberanikan diri untuk ta’aruf dengan cara yang benar.
Atau dengan cara lewat sahabat akhwat, ada yang melihat sisi kepribadian kita dan merasa cocok untuk dikenalkan dengan adik atau saudara ikhwannya. Masya Allah, begitu indah cara Allah mengenalkan kita dengan si jodoh.
“Mbak Isna!” Ucap Ria, adik dari Eka dan Isna
“Eh, ada mbak Eka juga di sini,” tambah Ria ketika mengetahui bahwa Eka ada di kamar Isna.
“Mbak, ini ada promo jaket  diskon 40% hlo Mbak,”
“Beli yuk Mbak?” Rayu Ria kepada Isna.
“Beli atau beliin?” Tanya Isna memperjelas.
“Dua-duanya lah, biar kembar jaketnya,” jawab Ria.
Rayuan Ria hanya dibalas senyuman oleh Isna. Ria memang paling dekat dengan Isna, setiap ada keinginan selalu diutarakan ke Isna dengan dalih agar dibelikan kakaknya. Tapi untuk bulan ini kebutuhan Isna sangat banyak, selain untuk mengisi amplop yang akan ia bawa ke acara resepsi, Isna juga harus membayar iuran motor yang belum lunas.
“Mbak Eka makasih ya, penjelasannya tadi,”
“Mandi dulu ah,” kata Isna yang langsung meninggalkan Ria dan Eka di kamarnya.
“Ih, Mbak Isna diajak ngomong kok malah pergi,” kata Ria kesal.
“Mbak Isna lagi nggak punya uang lebih, Ria.”
“Itu lihat undangan nikah yang di dapat mbak Isna bulan ini, banyak kan?” Kata Eka dengan melirik undangan yang masih berserakan di atas kasur.
“Coba lihat jaket yang mau kamu beli,”
“Kamu suka? Yaudah pesen tiga aja, ntar Mbak yang bayar.” Kata Eka.
“Hore, beneran Mbak?”
“Makasih, Mbak Eka baik deh,” Kata Ria sambil mencium kakaknya.
Setelah mendapat penjelasan dari Eka, pikiran Isna pun terbuka, dan dengan semangat dia mempersiapkan hal-hal yang berhubungan dengan pesta. Mulai dari sepatu, baju, buka youtube cara memakai kerudung saat pesta hingga isi dari amplop yang akan ia bawa, tak lupa juga doa terbaiknya untuk sang mempelai.
Dan tibalah saat yang ia nanti, tanggal 3 September 2016 undangan pertama yang akan ia hadiri. Gamis warana coklat dipadu padankan dengan sepatu warna abu-abu dan kerudung bercorak bunga-bunga menambah kecantikan Isna siang ini.
Tak lupa ia oleskan lipstik di atas bibirnya agar terlihat tidak pucat, tas yang di dalamnya sudah terdapat kaca, bedak, parfum, lipstik, tisu, kipas, power bank dan hp sudah ia tenteng.
Dengan kalemnya, Isna mengendarai motor Scoppy warna biru yang belum lunas pembayarannya itu dan menuju tempat kencan dengan teman lamanya. Tak berapa lama sampai lah ia di tempat yang sudah di tentukan.
Kebiasaan perempuan kalau mau menghadiri hajatan dan mereka belum memiliki pasangan yang sah pasti adalah saling menunggu satu sama lain, agar saat memasuki tempat hajatan ada teman yang senasib dengannya, dan dia tidak akan menjadi sorotan para penjaga tamu dan tamu yang sudah datang dari awal karena dia berjalan seorang diri, iya kan? Kalau begitu sama :D
Setelah semua yang ditunggu sudah datang, Isna dan teman-temannya memakirkan motor dan kemudian berjalan menuju tempat hajatan yang terlihat begitu mewah dengan nuansa peach-oranye.
Ketika sudah berada di depan gapura yang di samping kanan dan kirinya ada buah pisang dan diatasnya ada janur kuning melengkung, teman-teman Isna langsung berbaris di belakang Isna tanda mereka takut untuk masuk pertama kali karena di depan penjaga buku tamu sudah ada mas-mas yang membawa kamera dan sejenisnya. Mereka takut jika mas-mas tersebut mengambil gambar tanpa sepengetahuan mereka, tapi kalau mereka lagi pengen foto, mungkin mas-masnya kewalahan mengikuti arahan mereka, jaman sekarang model yang mengarahkan fotografer karena saking narsisnya model :D.
Ditulislah nama Isna dan ke enam temannya itu di atas buku tamu yang sudah di sediakan. Dimasukkanlah amplop yang sudah Isna siapkan sejak awal, kemudian Isna mengambil sovenir pernikahan dan selembar kertas yang isinya tak lain dan tak bukan promosi rias pengantin dan dekorasi yang saat ini digunakan oleh si punya hajat.
Kebingungan terlihat oleh Isna dan teman-temannya ternyata mereka sedikit terlambat untuk datang, kebanyakan kursi sudah terisi. Dengan cekatan para penjaga tamu, mencarikan kursi kosong yang masih tersisa. Akibatnya, Isna dan ke enam temannya tidak bisa duduk satu baris. Isna dan Tiara duduk berdekatan dan kelima lainnya duduk sesuai tempat dimana ada  kursi yang kosong.
“Gimana Is perasaanmu?” Sindir Tiara.
“Biasa aja,”
“kok kamu tanya nya ke aku?”
“Seharusnya kamu tanya sama mereka,” kata Isna dengan menunjuk pasangan pengantin yang sedang duduk di kursi pelaminan.
“Haha, biasa aja kali Is, nggak usah manyun gitu,”
“ngantri foto yuk Is,” ajak Tiara.
“Bentar napa, sup nya mau dateng,” kata Isna setelah melihat pasukan sinoman yang sudah datang dengan membawa baki berisi sup manten.
“Okelah kalau begitu,”
“ini kan yang kamu tunggu-tunggu kalau menghadiri hajatan pernikahan?”
“Sup manten!” Kata Tiara setelah sup manten sudah berada ditangannya.
“Biasa aja kali intonasinya, kayak nggak pernah makan sup manten aja,” ledek Isna.
Dengan lahap Isna dan Tiara menyantab sup yang sudah berada di tangannya. Mereka tak akan membiarkan ada sisa kuah di mangkuk berwarna putih itu. Ya memang benar saya sendiri mengakuinya hidangan paling ditunggu-tunggu saat berada di resepsi pernikahan adalah sup mantennya, nyumy.
“Dah selesai kan Is, yuk foto,” ajak Tiara setelah meletakkan mangkuk kosong di bawah kursinya.
“Oke,” jawab Isna dengan merapikan kerudungnya.
“Terus teman-teman yang lain gimana Ti?”
“Mereka biar nyusul aja,”
“aku nggak tahu tempat duduk mereka,” kata Tiara.
Karena tempat duduk Isna dan Tiara berada di pojok, dengan sopan mereka meminta ijin untuk lewat di depan undangan lainnya.
“Is, kamu sebelah sana ya ntar, aku sebelah situ,” kata Tiara sambil menunjuk posisi foto yang menurutnya bagus.
“Oh gitu ya kamu, oke Gue turuti caramu,” ucap Isna.
“Yuk Mbak yang pake baju coklat, silahkan kalau mau foto,” kata fotografer mempersilahkan mereka naik.
“Hei,”
“terimakasih sudah datang,” bisik pengantin pria kepada Isna.
“Iya sama-sama,” jawab Isna singkat.
“Habis aku, kamu ya,”
“aku tunggu undangannya,” bisik pengantin pria lagi.
“Yuk, merapat, senyum!” Arahan fotografer yang menghentikan percakapan mereka.
“Selamat ya!” Ucap Isna dan tiara kepada kedua mempelai sambil menjabat tangan mereka.
“Ngomong apa aja dia tadi,” tanya Tiara dengan nada lirih sesaat setelah mereka kembali duduk.
“Ih, kepo.”
“Cie, mantan pacar udah nikah, terus kamu kapan?” Sindir Tiara
“Mantan pacar apaan sih?”
“Dulu kita cuma deket ya, itu aja cuma tiga bulan,” jelas Isna.
“Kamu harus bersyukur Is,”
“Temen aku, pacaran udah tiga tahun terus putus. Beberapa bulan kemudian yang cowok nikah duluan,”
“Wuih, gimana ya perasaan temenmu itu?” Tanya Isna antusias.
“Kacau banget dia,”
“sampai sakit terus di opname satu minggu.”
“Makanya Is, jomblo sampai halal aja,”
“tapi jadi jomblo, ya jomblo yang berkualitas, jangan galau melulu,” kata Tiara dengan bijak.
“Kamu jomblo? Masak sih Ti?”
“Bukannya kamu sering ganti DP sama cowok?”
“Itu bukan pacar kamu?” Tanya Isna penasaran.
“Stt ... jangan bilang siapa-siapa,”
“itu sepupu aku, cakep kan?” Jawab Tiara sambil menunjukan koleksi poto di hpnya.
“Wuih, iya manis banget, sipit pula. Kaya keturunan Cina,” kata Isna yang langsung mengambil hp milik Tiara.
“Jawa asli itu, kamu minat?”
“Ku kenalin sama dia mau nggak? Dia masih singel hlo.”
“Duh gimana cara nolaknya ya, hehehe,” kata Isna malu.
“Ih, gaya Lo. Tenang aja, besok aku kenalin ke kamu.”
“Sekarang aku kasih pinnya dia dulu ya,” kata Tiara dengan mengambil hp nya kembali dan mencari pin saudara sepupunya itu.
Maha Suci Allah yang telah menciptakan semuanya berpasang-pasangan, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka sendiri, maupun dari apa yang tidak mereka ketahui, (QS. Yasin : 36)
Sudah jelas bahwa Allah telah menciptakan semuanya berpasang-pasangan, jangan gelisah jika kita belum menemukan pasangan kita, mungkin inilah cara Allah menunjukan bahwa Dia mencitai kita.
Dia belum mengizinkan kita menikmati manis dan pahitnya sebuah rumah tangga. Jangan mengira setelah menikah semua urusan sudah beres, justru itulah awal dari kehidupan baru, yang pastinya penuh ujian yang harus dihadapi bersama. Mungkin kita merasa kita sudah mampu untuk memasuki gerbang rumah tangga, tapi Allah Maha Mengetahui apa yang tidak kita ketahui.
Nikmatilah waktu menunggu itu, pergunakan dengan sebaik-baiknya. Dengan cara apa? Dengan cara terus belajar dan belajar. Yang belum bisa masak, inilah waktu emas mu untuk belajar masak. Waktu kecil sering main masak-masakan tapi ketika sudah besar malah nggak bisa masak, kayak aku :D. Jadi ayo Sob, kita sama-sama belajar masak. Besok kalau udah nikah, kita punya ladang amal, ladang amal kita apalagi kalau bukan dapur, memastikan suami dan anak-anak kita  terjaga perutnya dari yang haram dan memastikan ketercukupan gizi bagi mereka.
Kita (kaum hawa) punya peran peting  banget hlo Sob, selain memastikan suami dan anak-anak kita mendapatkan asupan gizi yang cukup, kita merupakan madrasah pertama bagi anak-anak kita, kalau kita tidak bisa meneruskan sekolah kejenjang yang lebih tinggi, setidaknya perbanyak membaca, mendengar dan bergaul, karena ilmu bisa kita peroleh di mana pun kita berada, tidak harus di bangku formal :D.
Yuk sama-sama saling menguatkan, jangan ada baper lagi. Baper itu menyiksa banget hlo Sob (curhat). Kalau dapet undangan nikah ya di hadiri, lihat dp orang yang pada dateng ke kondangan ya diabaikan aja, kalau perlu disembunyikan dari pembaruan, hloh kok gitu :D. Bercanda Sob, pokoknya jangan jadi manusia yang sedih ketika melihat saudaranya bahagia, dan bahagia ketika melihat saudara kita sedih.
Masalah jodoh? Jodoh jangan dikejar, karena dia bukan maling. Dan bukan pula sebuah soal ujian yang rumit,  yang harus memerlukan energi untuk memikirkannya. Karena waktu kita akan habis jika hanya memikirkan tentang jodoh, karena sebenarnya jodoh itu bukan untuk dipikirkan melainkan didesain dengan perbaikan diri tiada henti.

The End