Pacarku Anak SMA
Destina Putri, itulah
namaku dan 21 tahun adalah usiaku. Sekarang aku bekerja di sebuah sekolahan,
bukan menjadi guru melainkan menjadi penjaga perpustakaan. Sebenarnya dahulu
aku bekerja di sebuah pabrik, tapi karena kontrak yang tak diperpanjang
akhirnya aku pulang kampung. Dan mencari pekerjaan di kampung itu sama sulitnya
mencari jarum ditumpukan jerami.
Tetapi karena kebaikan
saudaraku, akhirnya aku bisa bekerja di sebuah sekolah sebagai penjaga
perpustakaan. Kalau ditanya, kenapa tidak kuliah aku selalu menjawab inilah
jalan yang ku inginkan, mendapatkan uang dari kerja kerasku sendiri, bukan lagi
meminta uang kepada orang tua, karena sekarang aku sudah dewasa.
“Sayang.” Sapa seorang
laki-laki yang masih menggunakan seragam putih abu-abu.
“Hei, ini di
perpustakaan! Bisa lebih sopan sedikit nggak!” Kataku dengan suara lirih.
“Ups maaf, keceplosan
sih.” Kata Tama.
Pratama, adalah siswa
kelas 3 SMA di tempat aku bekerja, dan dia adalah pacarku. Sebenarnya kita
sudah saling tahu sejak lama karena Tama adalah adik kelasku SMP. Saat aku
kelas 3, dia baru kelas 1 SMP, dan katanya sejak SMP dia sudah memperhatikanku.
Dan begitu aku bekerja di sini, memori tentangku hadir lagi, itu dari pengakuan
Tama sendiri hlo. Kalau pengakuanku, Tama itu penyejuk hati. Walaupun usianya
lebih muda dariku, tetapi Tama tampak lebih dewasa dalam menghadapiku. Dia
sabar, dan care banget sama aku.
“Tama duduk sini! Duduk
di sebelahku!” Teriak Rani saat melihat Tama ada di Perpustakaan.
“St.t ini di
perpustakaan jangan teriak-teriak Dek.” Kataku.
“Kamu cemburu ya?” Ledek
tama dengan suara pelan.
“Jangan deket Rani,
deket aku aja. Aku nemuin buku kesukaan mu hlo! Kayaknya seru deh kalau bacanya
bareng-bareng!” Teriak wanita lain.
“Nggak ah, makasih. Aku
baca di sini aja.” Kata Tama yang memilih membaca di depanku.
Hubungan kami memang
masih dirahasiakan, karena kami tahu bahwa karyawan tidak boleh pacaran dengan
murid begitu pula sebaliknya. Tetapi cinta tak bisa ditebak, dan saat cinta
datang, kami pun tak sanggup untuk menolaknya, hingga akhirnya kami memutuskan
untuk pacaran.
“Say, aku sudah di
depan rumahmu. Bukain pintunya dong.” Isi pesan singkat dari Tama.
Yah, beginilah nasib
orang pacaran diem-diem. Ketemuannya kalau nggak di rumahku ya dirumah Tama.
Walaupun kami menyembunyikan hubungan ini ke orang lain, tetapi tidak untuk
kedua orang tua kami. Dan Alhamdulillah, kedua orang tua kami mengerti dan
menyetujui hubungan ku dengan Tama.
“Kamu lihat sendiri kan
tadi di perpustakaan, mereka tue harus tahu kalau aku dah punya pacar! Aku risi
sama mereka. Mereka tipe cewek yang tak ku suka, mereka cuma deketin cowok yang
punya wajah tampan dan montor yang mapan.” Kata Tama.
“Terus kamu mau
ngapain? Mau bilang kalau aku pacarmu?” Kataku.
“Nggak lah, oh iya aku
minta nomor pasword facebookmu.” Kata Tama dengan memberikan hp-nya padaku.
“Nie, untuk apa sih?”
Kataku seteleh menulis pasword facebook-ku.
“Rahasia. Lihat saja
ntar malem.
“Say, sebenernya aku
capek kayak gini terus. Kapan aku bisa bilang ke dunia kalau aku udah move on,
dan bilang kalau kamu pacarku.” Kataku dengan sedih.
“Sebenernya aku juga
capek Dest, tapi ini untuk kebaikan kita. Tunggu beberapa hari lagi, dan aku
berjanji saat acara kelulusanku nanti, untuk pertama kalinya aku akan
mengenalkanmu sebagai pacarku. Aku janji.” Kata Tama yang meyakinkanku.
Malam harinya, karena
penasaran dengan rencana Tama, aku pun menghubunginya terlebih dahulu.
“Apa say? Aku baru aja
mau telfon kamu.” Kata Tama yang dengan cepat mengangkat telfonku.
“Kamu apakan facebook
ku?” Tanyaku tanpa basa-basi.
“Oh iya, sekarang akun
facebook-ku statusnya berpacaran sama akun facebook-mu. Dan benar saja, banyak
yang mengomentari perubahan statusku. Mungkin besok berita itu akan menyebar,
dan tak ada lagi yang berani mendekatiku.” Jelas Tama.
“Apa? Kamu gila ya! Di
facebook-ku kan ada fotoku, pasti mereka bisa mengenaliku. Kamu mau kita
ditegur karena hubungan ini?” Kataku dengan kesal.
“Eits, jangan marah
dulu say. Aku dah atur semuanya, semua potomu sudah ku hapus dan ku ganti
dengan potoku, nama facebook-mu juga ku ganti. Namanya Tintam Forever Together,
Tintam itu singkatan dari Tina dan Tama, lucu kan? Jadi aman deh pokoknya.”
Jelas Tama yang tak merasa bersalah.
“Apa? Kenapa kamu nggak
bilang dulu? Asal kamu tahu, di facebook-ku banyak foto kenangan dan teganya
kamu menghapus semuanya hanya untuk menjauhkanmu dengan cewek-cewek itu? Sumpah
aku kecewa dan nama akun baru ku itu sungguh ke kanak-kanakan.” Kataku dengan
marah dan langsung ku matikan panggilanku.
Karena aku kecewa
dengan sikap Tama, aku pun mematikan ponsel agar Tama tak bisa menghubungiku
dan aku bisa tidur dengan nyenyak malam ini. Dan paginya, saat ku buka
ponselku, ada banyak pesan yang masuk ada yang dari Tama dan ada yang dari
sahabat-sahabatku. Mereka ada yang terkejut dan tak percaya dengan perubahan
status di facebook-ku, dan ada juga yang memberi selamat atas keberhasilanku
untuk move on dari masa lalu. Karena penasaran dengan kondisi akun-ku, akhirnya
ku putuskan untuk membuka facebook.
Aku pun terkejut dengan
banyaknya komentar yang diberikan teman-temanku, dan ternyata mantanku juga
mengomentari status tersebut. Tetapi yang lebih mengejutkan lagi, usaha Tama
untuk meminta maaf kepadaku sungguh diluar dugaan. Karena ponselku tak aktif,
dia pun mengirim foto ke kronologiku, foto saat dia memegang tanganku dan di
foto itu terdapat tulisan “Aku berharap bisa menepati janjiku untuk memegang
tanganmu dan menunjukan kepada dunia, kalau kamu adalah pacarku, jadi
bersabarlah dan maafkan kesalahanku. I love you so much. Tintam Forever
Together.”
Saat ku baca kiriman
itu, mataku langsung berkaca-kaca. Dan aku merasa bersalah, karena semalam
langsung mematikan ponselku, tanpa memberi kesempatan Tama untuk berbicara.
Tetapi tetap saja aku masih kecewa karena fotoku dihapus olehnya, jadi untuk
hari ini aku akan menjauh dari Tama. Dan untungnya, hari ini aku di suruh jaga
lab komputer, jadi Tama tak bisa menghampiriku di perpustakaan.
Sepulang dari kerja,
seperti biasanya aku langsung pulang dengan mengendarai vario-ku. Saat berada
di lampu merah, seseorang yang berada di sampingku membuka helmnya dan
memanggilku. Ternyata dia adalah Adam, mantanku. Dia pun meminta waktuku untuk
sekedar berbicara di warung makan dekat lampu merah.
“Kamu dah punya pacar
ya sekarang, wah aku kalah ni. Ternyata hatimu sudah tertutup untuk-ku.” Kata
Adam sesampainya di warung makan.
“Sejak aku tahu kau
mendua dengan sahabatku, hatiku tertutup untukmu! Tertutup rapat!” Kataku
dengan menekankan kata tertutup rapat.
“Iya itu semua salahku.
Karena tidak tahan hubungan jarak jauh, akhirnya aku mendua dengan sahabatmu.
Tapi ternyata dia juga menduakanku, dan aku tahu itu adalah karma.”
“Dan saat aku ingin
kembali kepadamu ternyata hatimu sudah tertutup. Aku tahu kamu terluka, dan aku
ingin mengobatinya. Aku ingin memperbaiki hubungan kita dulu. Aku kira kamu
masih menyimpan rasa ke aku, karena 4 tahun itu bukan waktu yang lama untuk
kita, tapi ternyata baru satu tahun di
Klaten kamu sudah dapat penggantiku.” Kata Adam.
“Sudah ngomongnya? Aku
nggak mau bahas masalah itu lagi. Dan sekarang kamu tahu sendiri kan, kalau aku
sudah punya pacar. Itu berarti aku sudah melupakanmu. Jadi jangan deketin aku
lagi atau bahkan mengungkit luka lama itu. Mungkin aku bisa memaafkan
sahabatku, tapi tidak untuk kamu. Begitu menyakitkan untukku!” Kataku dengan
kesal.
“Apakah dia pacarmu?”
Kata Adam dengan melihat ke arah parkiran.
“Aku berharap kamu
bahagia dengannya, jangan sampai hatimu terluka lagi. Maafkan atas kesalahanku,
dan aku akan menjauh darimu jika itu bisa membuatmu bahagia. Aku pergi! Selamat
dan berbahagialah.”Kata Adam yang pergi meninggalkanku setelah melihat Tama
datang.
“Hloh, kamu kok bisa di
sini? Dan mana seragam-mu?” Tanyaku saat Tama menghampiri dan duduk di
sebelahku.
“Kamu nggak inget kalau
hari ini hari tenang untuk anak kelas 3? Besok kan ujian sekolah!” Jawab Tama.
Ternyata hari ini Tama
libur, percuma dong usahaku hari ini untuk
menjauh dari Tama. Dan ternyata Tama tidak bisa konsen belajar, karena
di pikirannya cuma ada aku. Jadi dia bela-belain datang ke sekolah untuk
menemuiku, dan saat berada di lampu merah Tama melihat montorku dan dia
langsung menuju warung makan ini.
“Siapa dia? Adam?
Mantan kamu?” Tanya Tama yang nampaknya cemburu.
“Iya, dia Adam.”
Jawabku singkat.
Karena situasi dan
kondisi, Tama pun mengajak ku ke rumahnya untuk membicarakan sesuatu yang
sepertinya masalah tadi malam. Aku pun menuruti perintah Tama.
“Duduk Dest.” Kata Tama
yang menyuruhku duduk di ruang tamu.
“Huh, aku minta maaf
untuk kejadian tadi malam.” Kata Tama yang sempat menarik panjang nafasnya.
“Aku memang egois, aku
hanya memikirkan diri sendiri tanpa melihat dirimu. Tapi yang perlu kamu
ketahui, aku melakukan itu semua agar kamu tidak cemburu dan berprasangka buruk
denganku karena banyak wanita yang mencoba mendekatiku. Itu saja.” Jelas Tama.
“Dan untuk nama, aku
bisa menggantinya dengan nama yang lebih dewasa, tapi maaf untuk poto aku tidak
bisa mengembalikan seperti semula. Aku benar-benar menyesal.” Kata Tama dengan
penyesalannya.
“Aku suka kok nama itu,
walaupun terdengar kekanak-kanakan tapi lucu juga. Nama kan sebuah doa, semoga
kita bisa bersama untuk selamanya.” Kataku.
“Serius? Kamu nggak
marah? Lalu soal foto bagaimana?” Tanya Tama.
“Sebenarnya aku masih
kecewa soal foto, tapi ada untungnya juga. Bisa menghapus kenangan lama dengan
sahabatku yang mengkhianatiku. Dan sekarang mari kita isi dengan foto
kebersamaan kita, bagaimana?” Tanyaku.
“Makasih say, aku kira
kamu bakal marah. Tahu nggak, aku nggak bisa tidur semalam gara-gara mikir
masalah ini.” Kata Tama yang terlihat lega.
“Hih, kamu! Kebiasaan
deh, mikir sesuatu secara berlebihan, nggak baik itu. Apalagi besok kamu udah
ujian sekolah, harus konsen belajar jangan mikirin aku terus! Aku aja nggak
mikirin kamu, kamu harusnya nggak mikirin aku, biar adil.” Kataku.
“Aku tue nggak bisa
kalau nggak mikirin kamu. Ini serius hlo, bukan gombalan.” Kata Tama.
“Iya, ya. Tapi untuk
beberapa hari ke depan please fokus ke materi ujian. Aku mau lihat kamu lulus
dengan nilai yang memuaskan, jangan buat aku malu gara-gara nilaimu jelek. Oke
say yang semangat belajarnya.” Kataku yang memberi semangat Tama.
“Siap say. Tunggu
sebentar lagi ya say, aku pasti akan menepati janjiku.” Kata Tama yang
meyakinkanku.
“Oke, aku akan sabar
menunggu. Aku pulang dulu ya. Salam buat orang tuamu. Daa.” Kataku yang
berpamitan untuk pulang.
Selama beberapa hari,
aku harus merelakan Tama menduakanku dengan buku-buku pelajaran. Aku juga tak
mengharuskan Tama menghubungiku, tetapi walaupun begitu aku terkadang mengirim
pesan untuk menyemangati pacarku yang sedang sibuk-sibuknya belajar.
Dan penantianku pun
terjawab. Hari ini adalah hari pengumuman hasil ujian nasional. Aku pun bahagia
setelah mengetahui bahwa Tama lulus dengan nilai rata-rata 8,5. Dan
kebahagiaanku bertambah saat mengetahui acara prom night akan diadakan 4 hari
lagi. Itu artinya 4 hari lagi dunia akan mengetahui bahwa Tama adalah pacarku.
Dan tibalah hari itu,
dengan pakaian terbaik aku berangkat ke acara prom night dengan dijemput sang
pujaan hati. Sesampainya di lokasi, tak sedikit orang yang melihat kita.
“Destina, kok boncengan
sama Tama?” Tanya ibu Harti, salah satu guru di SMA Pantang Menyerah.
“Iya Buk, nggak salah
kan kalau aku bawa pacar?” Kata Tama dengan tegas.
“Hloh kalian pacaran?
Kapan jadiannya?” Kata bu Harti dengan nada terkejut yang membuat orang sekitar
melihat ke arah ku.
“Nggak perlu tahu kapan
jadiannya, yang jelas sekarang aku bukan siswa SMA Pantang Menyerah, jadi aku
bisa pacarin karyawan kan Bu?” Kata Tama yang melirik ke arahku.
“Bener juga ya. Selamat
atas hubungan kalian. Semoga langgeng.” Kata bu Harti yang memberi ucapan
selamat kepada kami.
Orang-orang yang
tadinya hanya melihat kami, kemudian juga ikut memberi selamat dan mendoakan
kelanggengan hubunganku dengan Tama. Aku pun merasa bahagia, karena sekarang
aku tak harus menutupi kisah asmaraku dengan seorang laki-laki yang usianya 3
tahun di bawahku.
“Say, kayaknya kita
harus ambil foto deh. Kita jadikan poto profil bersama.” Kata Tama yang
mengajakku berpoto dengan background red carpet.
“Coy, potoin aku sama
mbak pacar dong.” Kata Tama yang meminta bantuan temannya.
Dalam sebuah hubungan,
umur tidak menjadi masalah yang serius. Justru perbedaan umur menjadikan
hubungan itu lebih indah, karena adanya perbedaan pola pikir sehingga
masing-masing pasangan berusaha untuk lebih memahami dan mengerti pasangannya.
I love you Pratama, Tintam forever together.
The End