Kamis, 21 Agustus 2014

Sulitnya Jadi Perawat

Sulitnya Jadi Perawat


“Siapa yang cita-citanya jadi perawat?” Tanya seorang guru.
“Saya Bu guru.” Kata Ovi sambil mengakat tangan.
“Em.m kamu Vi.” Kata bu guru dengan raut muka yang tak meyakinkan.
Pantas lah kalau ibu Eni kaget dengan cita-cita Ovi, pasalnya nilai biologi Ovi terjelek di kelas, tetapi Ovi tak pantang menyerah, dia berusaha sekuat tenaga agar bisa mengejar nilai biologi walaupun sebenernya sedikit terlambat. Satu Minggu yang lalu dia dinyatakan masuk kelas IPS, semangat Ovi tak luntur karena dia tahu banyak lulusan IPS yang menjadi seorang perawat.
“Eh, tadi lihat wajahnya bu Eni nggak? Kayak kaget nggak percaya gitu ya.” Ucap Ika seusai pelajaran.
“Ya iyalah, masak seorang Ovi punya cita-cita jadi perawat, aneh kan? Dia aja nggak bisa ngrawat diri sendiri masak mau ngrawat orang lain.” Tambah Tika yang sedari dulu membenci Ovi.
“Kalau cita-citamu tadi apa Tik?” Tanya Jefri.
“Akuntan dong, kan cocok sama jurusan. Nggak kayak si Ovi.” Kata Tika dengan nada keras.
Percekapan mereka terdengar jelas oleh Ovi. Ovi hanya bisa terdiam, dia tak mau membalas ucapan mereka, karena dia tahu hal itu akan membuat suasana menjadi panas. Dia berusaha sabar dan mencoba untuk bangkit. Dia ingin membuktikan ke teman-temannya bahwa dia bisa menjadi perawat walau sebenarnya itu sulit.
Tak hanya di sekolah, kesabaran Ovi pun diuji saat dia sampai rumah. Lantai yang tadinya bersih mengkilat tiba-tiba ada beberapa noda di atasnya. Noda bukan sembarang noda, noda itu adalah kotoran ayam, peliharaan tetangga sebelah.
“Oh my God!” Teriak Ovi ketika sampai rumah.
“Kamu tu apa-apan sih Vi, bukannya ngasih salam, eh malah teriak nggak jelas!” Kata bu Nurul yang kaget mendengar teriakan anaknya.
“Itu hlo Buk!” Sambil nunjuk ke arah lantai.
“Oh, cuma itu kirain apa. Tinggal dibersihkan aja kok repot.” Kata bu Nurul.
“Ya ampun Buk, tadi pagi aku dah ngepel, masak ngepel lagi. Aturannya kan ngepelnya 2 hari sekali?” Kata Ovi yang sepertinya tak terima.
“Ya terserah kamu, kalau dibiarkan sampai dua hari, kotoran itu akan mengeras dan kamu sulit untuk membersihkannya. Sana ganti baju, habis itu ngepel lantai.” Perintah bu Nurul.
Dengan berat hati Ovi masuk rumah dengan pandangan matanya  masih tertuju pada lantai yang harus ia bersihkan itu. Dia tak habis pikir, kenapa hari ini cobaan terus menghadangnya, dia paling anti sama hal-hal yang berbahu menjijikan seperti tahi ayam itu. Tapi dia harus membersihkannya, karena dia sudah membuat perjanjian dengan ibunya bahwa dia tidak mau membersihkan kamar mandi dan sebagai gantinya dia harus membersihkan lantai 2 hari sekali.
Kaos oblong dan celana pendek telah melekat di badannya tak lupa dia memakai masker dan sarung tangan yang sebenarnya itu adalah plastik pembungkus. Penampilan Ovi sekarang bak perawat professional dengan masker dan sarung tangan tetapi dia tak memakai stetoskop melainkan alat pel, ironi sekali ya.
“Huek.”
“Ada apa Vi?” Tanya bu Nurul yang mendengar suara Ovi yang ingin muntah.
“Matamu juga merah, kamu muntah?” Tanya bu Nurul lagi.
“Mual Bu, cobaan apa lagi ini.” Keluh Ovi.
“Baru satu yang kamu bersihkan, masih ada tiga lagi tu.” Kata bu Nurul dengan menahan tawa.
“Ampun Bu, saya nggak mau nglanjutin lagi. Ibu aja ni.” Kata Ovi.
“Kamu mau bersihin kamar mandi?” Tantang bu Nurul.
“Nggak mau!” Kata Ovi dengan nada tinggi.
“Ya udah, makanya cepet dibersihin biar cepet selesai. Mau jadi perawat kayak gitu aja kok mual, kasihan pasiennya besok kalau kamu tiba-tiba mual saat mandiin pasien, gimana coba?” Kata bu Nurul yang ngena di hati Ovi.
Ovi pun menghentikan pekerjaannya dan duduk terdiam di kursi. Dia melepas masker dan sarung tangannya. Matanya pun mulai berkaca-kaca, berkali-kali ia mengambil nafas panjang agar hatinya tenang.
“Kamu kenapa Vi, kamu tersinggung sama ucapan Ibu ya? Maafin Ibu ya.” Kata bu Nurul yang kemudian mendekati Ovi.
“Apa aku salah punya cita-cita jadi perawat Bu?”
“Nggak di sekolah, nggak di rumah, semua meremehkan cita-citaku.” Kata Ovi sambil menahan air matanya.
“Bukan gitu maksud Ibu, Ibu cuma ngasih kamu motivasi biar kamu melawan rasa takutmu itu dengan semangat yang membara karena sebuah cita-cita yang ingin kamu raih sejak kecil.” Kata bu Nurul yang mencoba menenangkan Ovi.
“Teman-temanku bilang, nilai biologiku paling jelek di kelas masih aja mempertahanin cita-citaku ini.”
“Kalau bukan perawat, apa Bu yang harus menjadi cita-citaku kelak?” Tanya Ovi.
“Sudah terlambat jika kamu ingin mengganti tujuan hidupmu. Apa kamu nggak ingat waktu SMP kamu sudah cari artikel tentang keperawatan.”
“Apakah kamu rela tulisan di dinding kamarmu itu hanya jadi tulisan anak-anak kecil yang tak bisa terwujud saat kamu dewasa kelak? Tulisan itu kamu tulis saat kamu masih TK, semangat seorang anak TK untuk menjadi seorang perawat sekarang tak terlihat lagi di dirimu, apa kamu mau menyerah begitu aja?”
“Buktikan kepada Ibu dan teman-temanmu bahwa cita-cita kecilmu itu akan menjadi kenyataan, memang jalannya sangat panjang dan terjal. Tapi Ibu yakin kamu mampu melewatinya.” Jelas Ibu.
“Ibu, I love you. Mohon doa restu ya Bu, semoga saya bisa mewujudkan cita-citaku itu.” Kata Ovi dengan memeluk ibunya.
“Aamiin.” Kata bu Nurul yang terharu ketika dipeluk oleh Ovi.
Setelah mendapat suntikan semangat dari sang ibu, Ovi kembali membersihkan lantai. Dia pun nekat tidak menggunakan masker dan sarung tangannya. Sebenarnya berat untuk Ovi bisa menahan rasa mualnya itu, tetapi saat dia membersikan lantai dia membayangkan sedang memeriksa seorang pasien dan melupakan bahwa itu adalah kotoran ayam.
Beberapa hari kemudian setelah jam olahraga, ada keributan yang terjadi di ruang UKS. Ternyata tangan Tika tersiram air panas saat mengantri minuman di kantin. Dan saat itu juga Ovi lewat di depan UKS. Melihat temannya yang ingin mengoleskan pasta gigi di tangan Tika, Ovi pun dengan cepat mengambil pasta gigi itu.
“Jangan pakai pasta gigi. Pasta gigi hanya membuat kulit menjadi iritasi.” Kata Ovi.
“Ini disiram pakai air es, biar cepet dingin.” Kata yang lainnya.
“Jangan! Itu bisa merusak jaringan.” Kata Ovi.
“Jangan sok tahu deh Vi!” Bentak Tika.
“Cepetan siram pakai air es!” Perintah Tika.
“Siram pakai air kran atau air biasa yang sudah matang aja!” Jelas Ovi.
“Ini aku punya air minum.” Kata Jefri dengan memberikan air minumnya itu ke Ovi.
Dengan perlahan-lahan Ovi menyiram air minum itu ketangan Tika. Ekspresi Tika yang tadinya kesakitan sedikit berubah saat Ovi mengoleskan krim anti biotik yang sudah tersedia di kotak P3K.
“Untung tidak melepuh.”
“Dah beres, udah nggak sakit lagi kan Tik?” Tanya Ovi.
“Iya sudah mendingan.” Kata Tika.
Tika merasa malu dan bersalah kepada Ovi. Bahkan saat Ovi ingin menolongnya, dia sempat membentak dan tak mempercayainya. Dia pun mencari cara agar bisa minta maaf dan mengucapkan terimakasih kepada Ovi tanpa harus menjatuhkan harga dirinya.
Suatu ketika saat jam istirahat, Tika dan Ika memutuskan untuk menghabiskan waktu emasnya itu di dalam kelas. Ika yang saat itu sedang sakit ingin minum obat, tetapi karena bekal minumnya adalah susu, dia pun minum obat dengan susu itu.
“Eh jangan!” Teriak Ovi saat melihat Ika meminum obat dengan susu.
“Kenapa Loe nglarang gue minum obat?” Tanya Ika dengan sedikit kesal.
“Gue bukan nglarang, tapi cuma mau ngingetin aja, kalau minum obat jangan sama susu. Lebih baik sama air putih.” Jelas Ovi.
“Ups, terlanjur nie. Kalau dah terlanjur gimana coba?”
“Apa ntar aku mati gara-gara minum obat sama susu?” Kata Ika dengan sedikit kesal.
“Mungkin, kalau susunya itu berubah jadi soda!” Balas Ovi yang mulai terpancing emosinya.
“Hei, dasar!” Teriak Ika dengan berdiri.
Karena tidak mau meladeni Ika, Ovi pun memilih pergi meninggalkan kelas. Sedangkan Ika, karena baru pertama kali ini di balas oleh Ovi terlihat masih kesal. Alisnya mengkerut, bibirnya maju 3 cm dan hidungnya pun kembang kempis.
“Tik, kok kamu diam aja?”
“Bukannya kamu yang paling anti sama Ovi?”
“Kamu lihat sendiri kan kelakuan Ovi tadi?” Kata Ika yang melihat Tika asik bermain hand phone.
“Tik!” Gertak Ika.
“Benar juga yang dikatakan Ovi.” Kata Tika setelah selesai membaca postingan di internet.
“Maksud mu? Kamu membela Ovi?” Tanya Ika.
“Aku baru aja googling, dan ternyata benar jika kita minum obat dengan susu, obat yang kita minum itu akan sukar di serap oleh lambung.” Kata Tika dengan menjelaskan apa yang telah ia baca.
“Jadi percuma dong aku minum obat?” Tanya Ika yang sudah mulai tenang.
“Yups.”
“Sepertinya dia tahu segala hal yang berhubungan dengan medis.” Kata Tika dengan tatapan kosong.
“Dulu pas tanganku kena air panas, dia yang ngasih pertolongan pertama, dan karena penasaran aku coba cari di internet. Ternyata yang dilakuin Ovi benar.” Jelas Tika yang kali ini menatap Ika.
Ika dan Tika pun semakin merasa bersalah dengan Ovi. Berbeda dengan Tika yang tak berani minta maaf, dengan jiwa yang besar Ika langsung keluar kelas dan mencari Ovi. Dia ingin meminta maaf atas kelakuannya selama ini terutama kejadian tadi siang yang membuat Ovi terpancing emosinya.
Setelah hari itu, hubungan baik antara Ika, Tika dan Ovi pun terjalin dengan baik. Saat akan ulangan Biologi, Ika yang lebih pintar dari Ovi membantu Ovi untuk mempelajari materi-materi yang diujikan. Begitu pula sebaliknya, Ovi membagi ilmu tentang medis yang telah ia pelajari sejak SMP kepada Tika dan Ika.
Seiring berjalannya waktu, mereka pun dinyatakan lulus dari bangku SMA. Ika kuliah dijurusan Manajemen, Tika dijurusan Akuntansi dan Ovi dijurusan kesabaran. Kali ini Ovi diuji dengan ujian yang cukup berat dan dia harus mampu lulus diujian ini.
Ia belum bisa mewujudkan cita-citanya untuk duduk dibangku sekolah keperawatan, alasannya tak lain dan tak bukan adalah biaya. Ibunya lebih memprioritaskan adek Ovi yang tahun ini baru masuk SMA dan biaya yang dikeluarkan tak sedikit. Sebagai kakak yang sudah dewasa, Ovi mampu menerima hal tersebut. Dia pun rela istirahat satu tahun demi untuk adeknya.
Suatu hari, Tika melihat sosok yang menyerupai Ovi sedang berjalan di daerah tempat tinggalnya. Tika pun heran kenapa Ovi keluar dari supermarket itu dan menggunakan pakaian yang sama dengan karyawan lainnya. Karena penasaran Tika pun menghampiri Ovi.
“Aku dah 3 Minggu kerja di sini.” Kata Ovi yang menjawab rasa penasaran Tika.
“Hloh kamu nggak nerusin ke AKPER?”
“Kan kamu dah menguasai materi yang diujikan, kenapa kamu nggak daftar?”
“Pasti lolos, aku yakin!” Kata Tika yang menyangka Ovi tak berani mendaftar ke AKPER karena takut tidak lolos.
“Bukan itu masalahnya. Adekku tahun ini masuk SMA.”
“Uang ibuku hanya cukup untuk membayar biaya masuk SMA, jadi selama satu tahun aku bekerja dulu.” Jelas Ovi yang terlihat sedih.
“Oh itu to masalahnya, itu mah kecil!”
“Kemarin aku dapat selebaran dari sepupuku. Kebetulan dia kuliah di AKPER Waluyo. Isi selebarannya tentang beasiswa mahasiswa baru, full hlo. Minat nggak?” Tanya Tika.
“Minat banget!” Jawab Ovi dengan semangat.
“Apa syaratnya?” Tanya Ovi penasaran.
“Ni baca sendiri di brosurnya.” Kata Tika dengan memberikan brosur.
Dengan antusias Ovi membaca brosur yang diberikan Tika. Dia pun terlihat sangat senang, berulang kali ia mengucapkan terimakasih kepada Tika yang telah memberikan informasi penting itu padanya.
Tika pun senang, akhirnya dia bisa menebus kesalahan ke Ovi tanpa harus mengucapkan kata maaf. Tika berharap Ovi bisa mewujudkan cita-citanya menjadi seorang perawat yang cakap, seperti yang Ovi inginkan sejak kecil.
Dengan kemantapan hati Ovi mendaftar ke AKPER Waluyo. Karena sudah memahami materi yang diujiakan, Ovi menjawab soal ujian masuk itu dengan tenang. Dan hasilnya dia diterima menjadi mahasiswa baru di AKPER Waluyo, itu artinya satu langkah lebih dekat dengan cita-citanya.

Cita-cita dibuat hanya untuk diraih, dan jangan pernah memikirkan bagaimana cara meraihnya. Jalani saja hari ini, buat hari ini lebih baik dari hari sebelumnya. Dan pastikan hari ini melakukan sesuatu yang positif yang berhubungan dengan tujuan hidup kita. Jadikanlah omongan orang sebagai bumbu yang akan menyedapkan masakan kita, buktikan bahwa kita mampu meraih cita-cita kita walau itu terlihat mustahil bagi mereka. Ingat, bukan mereka penentu masa depan kita, melainkan kita sendiri lah yang akan menentukan ke mana kaki ini akan melangkah dan berpijak. Tetap berusaha dan jangan lupa berdoa, semoga cita-cita sobat sekalian dapat tercapai, aamiin. Keep fighting!!!