Sulitnya Jadi Perawat
“Siapa
yang cita-citanya jadi perawat?” Tanya seorang guru.
“Saya
Bu guru.” Kata Ovi sambil mengakat tangan.
“Em.m
kamu Vi.” Kata bu guru dengan raut muka yang tak meyakinkan.
Pantas
lah kalau ibu Eni kaget dengan cita-cita Ovi, pasalnya nilai biologi Ovi
terjelek di kelas, tetapi Ovi tak pantang menyerah, dia berusaha sekuat tenaga
agar bisa mengejar nilai biologi walaupun sebenernya sedikit terlambat. Satu
Minggu yang lalu dia dinyatakan masuk kelas IPS, semangat Ovi tak luntur karena
dia tahu banyak lulusan IPS yang menjadi seorang perawat.
“Eh,
tadi lihat wajahnya bu Eni nggak? Kayak kaget nggak percaya gitu ya.” Ucap Ika
seusai pelajaran.
“Ya
iyalah, masak seorang Ovi punya cita-cita jadi perawat, aneh kan? Dia aja nggak
bisa ngrawat diri sendiri masak mau ngrawat orang lain.” Tambah Tika yang
sedari dulu membenci Ovi.
“Kalau
cita-citamu tadi apa Tik?” Tanya Jefri.
“Akuntan
dong, kan cocok sama jurusan. Nggak kayak si Ovi.” Kata Tika dengan nada keras.
Percekapan
mereka terdengar jelas oleh Ovi. Ovi hanya bisa terdiam, dia tak mau membalas
ucapan mereka, karena dia tahu hal itu akan membuat suasana menjadi panas. Dia berusaha
sabar dan mencoba untuk bangkit. Dia ingin membuktikan ke teman-temannya bahwa
dia bisa menjadi perawat walau sebenarnya itu sulit.
Tak
hanya di sekolah, kesabaran Ovi pun diuji saat dia sampai rumah. Lantai yang
tadinya bersih mengkilat tiba-tiba ada beberapa noda di atasnya. Noda bukan
sembarang noda, noda itu adalah kotoran ayam, peliharaan tetangga sebelah.
“Oh
my God!” Teriak Ovi ketika sampai rumah.
“Kamu
tu apa-apan sih Vi, bukannya ngasih salam, eh malah teriak nggak jelas!” Kata
bu Nurul yang kaget mendengar teriakan anaknya.
“Itu
hlo Buk!” Sambil nunjuk ke arah lantai.
“Oh,
cuma itu kirain apa. Tinggal dibersihkan aja kok repot.” Kata bu Nurul.
“Ya
ampun Buk, tadi pagi aku dah ngepel, masak ngepel lagi. Aturannya kan ngepelnya
2 hari sekali?” Kata Ovi yang sepertinya tak terima.
“Ya
terserah kamu, kalau dibiarkan sampai dua hari, kotoran itu akan mengeras dan
kamu sulit untuk membersihkannya. Sana ganti baju, habis itu ngepel lantai.”
Perintah bu Nurul.
Dengan
berat hati Ovi masuk rumah dengan pandangan matanya masih tertuju pada lantai yang harus ia
bersihkan itu. Dia tak habis pikir, kenapa hari ini cobaan terus menghadangnya,
dia paling anti sama hal-hal yang berbahu menjijikan seperti tahi ayam itu.
Tapi dia harus membersihkannya, karena dia sudah membuat perjanjian dengan ibunya
bahwa dia tidak mau membersihkan kamar mandi dan sebagai gantinya dia harus
membersihkan lantai 2 hari sekali.
Kaos
oblong dan celana pendek telah melekat di badannya tak lupa dia memakai masker
dan sarung tangan yang sebenarnya itu adalah plastik pembungkus. Penampilan Ovi
sekarang bak perawat professional dengan masker dan sarung tangan tetapi dia
tak memakai stetoskop melainkan alat pel, ironi sekali ya.
“Huek.”
“Ada
apa Vi?” Tanya bu Nurul yang mendengar suara Ovi yang ingin muntah.
“Matamu
juga merah, kamu muntah?” Tanya bu Nurul lagi.
“Mual
Bu, cobaan apa lagi ini.” Keluh Ovi.
“Baru
satu yang kamu bersihkan, masih ada tiga lagi tu.” Kata bu Nurul dengan menahan
tawa.
“Ampun
Bu, saya nggak mau nglanjutin lagi. Ibu aja ni.” Kata Ovi.
“Kamu
mau bersihin kamar mandi?” Tantang bu Nurul.
“Nggak
mau!” Kata Ovi dengan nada tinggi.
“Ya
udah, makanya cepet dibersihin biar cepet selesai. Mau jadi perawat kayak gitu
aja kok mual, kasihan pasiennya besok kalau kamu tiba-tiba mual saat mandiin
pasien, gimana coba?” Kata bu Nurul yang ngena di hati Ovi.
Ovi
pun menghentikan pekerjaannya dan duduk terdiam di kursi. Dia melepas masker
dan sarung tangannya. Matanya pun mulai berkaca-kaca, berkali-kali ia mengambil
nafas panjang agar hatinya tenang.
“Kamu
kenapa Vi, kamu tersinggung sama ucapan Ibu ya? Maafin Ibu ya.” Kata bu Nurul
yang kemudian mendekati Ovi.
“Apa
aku salah punya cita-cita jadi perawat Bu?”
“Nggak
di sekolah, nggak di rumah, semua meremehkan cita-citaku.” Kata Ovi sambil
menahan air matanya.
“Bukan
gitu maksud Ibu, Ibu cuma ngasih kamu motivasi biar kamu melawan rasa takutmu
itu dengan semangat yang membara karena sebuah cita-cita yang ingin kamu raih
sejak kecil.” Kata bu Nurul yang mencoba menenangkan Ovi.
“Teman-temanku
bilang, nilai biologiku paling jelek di kelas masih aja mempertahanin
cita-citaku ini.”
“Kalau
bukan perawat, apa Bu yang harus menjadi cita-citaku kelak?” Tanya Ovi.
“Sudah
terlambat jika kamu ingin mengganti tujuan hidupmu. Apa kamu nggak ingat waktu
SMP kamu sudah cari artikel tentang keperawatan.”
“Apakah
kamu rela tulisan di dinding kamarmu itu hanya jadi tulisan anak-anak kecil
yang tak bisa terwujud saat kamu dewasa kelak? Tulisan itu kamu tulis saat kamu
masih TK, semangat seorang anak TK untuk menjadi seorang perawat sekarang tak
terlihat lagi di dirimu, apa kamu mau menyerah begitu aja?”
“Buktikan
kepada Ibu dan teman-temanmu bahwa cita-cita kecilmu itu akan menjadi
kenyataan, memang jalannya sangat panjang dan terjal. Tapi Ibu yakin kamu mampu
melewatinya.” Jelas Ibu.
“Ibu,
I love you. Mohon doa restu ya Bu, semoga saya bisa mewujudkan cita-citaku
itu.” Kata Ovi dengan memeluk ibunya.
“Aamiin.”
Kata bu Nurul yang terharu ketika dipeluk oleh Ovi.
Setelah
mendapat suntikan semangat dari sang ibu, Ovi kembali membersihkan lantai. Dia
pun nekat tidak menggunakan masker dan sarung tangannya. Sebenarnya berat untuk
Ovi bisa menahan rasa mualnya itu, tetapi saat dia membersikan lantai dia membayangkan
sedang memeriksa seorang pasien dan melupakan bahwa itu adalah kotoran ayam.
Beberapa
hari kemudian setelah jam olahraga, ada keributan yang terjadi di ruang UKS.
Ternyata tangan Tika tersiram air panas saat mengantri minuman di kantin. Dan
saat itu juga Ovi lewat di depan UKS. Melihat temannya yang ingin mengoleskan
pasta gigi di tangan Tika, Ovi pun dengan cepat mengambil pasta gigi itu.
“Jangan
pakai pasta gigi. Pasta gigi hanya membuat kulit menjadi iritasi.” Kata Ovi.
“Ini
disiram pakai air es, biar cepet dingin.” Kata yang lainnya.
“Jangan!
Itu bisa merusak jaringan.” Kata Ovi.
“Jangan
sok tahu deh Vi!” Bentak Tika.
“Cepetan
siram pakai air es!” Perintah Tika.
“Siram
pakai air kran atau air biasa yang sudah matang aja!” Jelas Ovi.
“Ini
aku punya air minum.” Kata Jefri dengan memberikan air minumnya itu ke Ovi.
Dengan
perlahan-lahan Ovi menyiram air minum itu ketangan Tika. Ekspresi Tika yang
tadinya kesakitan sedikit berubah saat Ovi mengoleskan krim anti biotik yang
sudah tersedia di kotak P3K.
“Untung
tidak melepuh.”
“Dah
beres, udah nggak sakit lagi kan Tik?” Tanya Ovi.
“Iya
sudah mendingan.” Kata Tika.
Tika
merasa malu dan bersalah kepada Ovi. Bahkan saat Ovi ingin menolongnya, dia
sempat membentak dan tak mempercayainya. Dia pun mencari cara agar bisa minta
maaf dan mengucapkan terimakasih kepada Ovi tanpa harus menjatuhkan harga
dirinya.
Suatu
ketika saat jam istirahat, Tika dan Ika memutuskan untuk menghabiskan waktu
emasnya itu di dalam kelas. Ika yang saat itu sedang sakit ingin minum obat,
tetapi karena bekal minumnya adalah susu, dia pun minum obat dengan susu itu.
“Eh
jangan!” Teriak Ovi saat melihat Ika meminum obat dengan susu.
“Kenapa
Loe nglarang gue minum obat?” Tanya Ika dengan sedikit kesal.
“Gue
bukan nglarang, tapi cuma mau ngingetin aja, kalau minum obat jangan sama susu.
Lebih baik sama air putih.” Jelas Ovi.
“Ups,
terlanjur nie. Kalau dah terlanjur gimana coba?”
“Apa
ntar aku mati gara-gara minum obat sama susu?” Kata Ika dengan sedikit kesal.
“Mungkin,
kalau susunya itu berubah jadi soda!” Balas Ovi yang mulai terpancing emosinya.
“Hei,
dasar!” Teriak Ika dengan berdiri.
Karena
tidak mau meladeni Ika, Ovi pun memilih pergi meninggalkan kelas. Sedangkan
Ika, karena baru pertama kali ini di balas oleh Ovi terlihat masih kesal.
Alisnya mengkerut, bibirnya maju 3 cm dan hidungnya pun kembang kempis.
“Tik,
kok kamu diam aja?”
“Bukannya
kamu yang paling anti sama Ovi?”
“Kamu
lihat sendiri kan kelakuan Ovi tadi?” Kata Ika yang melihat Tika asik bermain
hand phone.
“Tik!”
Gertak Ika.
“Benar
juga yang dikatakan Ovi.” Kata Tika setelah selesai membaca postingan di
internet.
“Maksud
mu? Kamu membela Ovi?” Tanya Ika.
“Aku
baru aja googling, dan ternyata benar jika kita minum obat dengan susu, obat
yang kita minum itu akan sukar di serap oleh lambung.” Kata Tika dengan
menjelaskan apa yang telah ia baca.
“Jadi
percuma dong aku minum obat?” Tanya Ika yang sudah mulai tenang.
“Yups.”
“Sepertinya
dia tahu segala hal yang berhubungan dengan medis.” Kata Tika dengan tatapan
kosong.
“Dulu
pas tanganku kena air panas, dia yang ngasih pertolongan pertama, dan karena
penasaran aku coba cari di internet. Ternyata yang dilakuin Ovi benar.” Jelas
Tika yang kali ini menatap Ika.
Ika
dan Tika pun semakin merasa bersalah dengan Ovi. Berbeda dengan Tika yang tak
berani minta maaf, dengan jiwa yang besar Ika langsung keluar kelas dan mencari
Ovi. Dia ingin meminta maaf atas kelakuannya selama ini terutama kejadian tadi
siang yang membuat Ovi terpancing emosinya.
Setelah
hari itu, hubungan baik antara Ika, Tika dan Ovi pun terjalin dengan baik. Saat
akan ulangan Biologi, Ika yang lebih pintar dari Ovi membantu Ovi untuk
mempelajari materi-materi yang diujikan. Begitu pula sebaliknya, Ovi membagi
ilmu tentang medis yang telah ia pelajari sejak SMP kepada Tika dan Ika.
Seiring
berjalannya waktu, mereka pun dinyatakan lulus dari bangku SMA. Ika kuliah
dijurusan Manajemen, Tika dijurusan Akuntansi dan Ovi dijurusan kesabaran. Kali
ini Ovi diuji dengan ujian yang cukup berat dan dia harus mampu lulus diujian
ini.
Ia
belum bisa mewujudkan cita-citanya untuk duduk dibangku sekolah keperawatan,
alasannya tak lain dan tak bukan adalah biaya. Ibunya lebih memprioritaskan
adek Ovi yang tahun ini baru masuk SMA dan biaya yang dikeluarkan tak sedikit.
Sebagai kakak yang sudah dewasa, Ovi mampu menerima hal tersebut. Dia pun rela
istirahat satu tahun demi untuk adeknya.
Suatu
hari, Tika melihat sosok yang menyerupai Ovi sedang berjalan di daerah tempat
tinggalnya. Tika pun heran kenapa Ovi keluar dari supermarket itu dan menggunakan
pakaian yang sama dengan karyawan lainnya. Karena penasaran Tika pun
menghampiri Ovi.
“Aku
dah 3 Minggu kerja di sini.” Kata Ovi yang menjawab rasa penasaran Tika.
“Hloh
kamu nggak nerusin ke AKPER?”
“Kan
kamu dah menguasai materi yang diujikan, kenapa kamu nggak daftar?”
“Pasti
lolos, aku yakin!” Kata Tika yang menyangka Ovi tak berani mendaftar ke AKPER
karena takut tidak lolos.
“Bukan
itu masalahnya. Adekku tahun ini masuk SMA.”
“Uang
ibuku hanya cukup untuk membayar biaya masuk SMA, jadi selama satu tahun aku
bekerja dulu.” Jelas Ovi yang terlihat sedih.
“Oh
itu to masalahnya, itu mah kecil!”
“Kemarin
aku dapat selebaran dari sepupuku. Kebetulan dia kuliah di AKPER Waluyo. Isi
selebarannya tentang beasiswa mahasiswa baru, full hlo. Minat nggak?” Tanya
Tika.
“Minat
banget!” Jawab Ovi dengan semangat.
“Apa
syaratnya?” Tanya Ovi penasaran.
“Ni
baca sendiri di brosurnya.” Kata Tika dengan memberikan brosur.
Dengan
antusias Ovi membaca brosur yang diberikan Tika. Dia pun terlihat sangat
senang, berulang kali ia mengucapkan terimakasih kepada Tika yang telah
memberikan informasi penting itu padanya.
Tika
pun senang, akhirnya dia bisa menebus kesalahan ke Ovi tanpa harus mengucapkan
kata maaf. Tika berharap Ovi bisa mewujudkan cita-citanya menjadi seorang perawat
yang cakap, seperti yang Ovi inginkan sejak kecil.
Dengan
kemantapan hati Ovi mendaftar ke AKPER Waluyo. Karena sudah memahami materi
yang diujiakan, Ovi menjawab soal ujian masuk itu dengan tenang. Dan hasilnya
dia diterima menjadi mahasiswa baru di AKPER Waluyo, itu artinya satu langkah
lebih dekat dengan cita-citanya.
Cita-cita
dibuat hanya untuk diraih, dan jangan pernah memikirkan bagaimana cara
meraihnya. Jalani saja hari ini, buat hari ini lebih baik dari hari sebelumnya.
Dan pastikan hari ini melakukan sesuatu yang positif yang berhubungan dengan
tujuan hidup kita. Jadikanlah omongan orang sebagai bumbu yang akan menyedapkan
masakan kita, buktikan bahwa kita mampu meraih cita-cita kita walau itu
terlihat mustahil bagi mereka. Ingat, bukan mereka penentu masa depan kita,
melainkan kita sendiri lah yang akan menentukan ke mana kaki ini akan melangkah
dan berpijak. Tetap berusaha dan jangan lupa berdoa, semoga cita-cita sobat
sekalian dapat tercapai, aamiin. Keep fighting!!!