Hujan Pertama
Musim
kemarau seharusnya sudah berakhir bulan lalu, tapi nyatanya sampai sekarang
kemarau masih saja belum mau pergi. Sungai-sungaipun mengering dan petani mulai
bingung bagaimana cara mengairi sawah,
hingga pompa sedot air lah yang menjadi andalannya.
Dipenghujung
musim kemarau kali ini, hujan nampaknya belum mau turun, walau terkadang
terlihat awan hitam menutupi birunya langit, tapi benar apa yang dikatakan
orang-orang bahwa mendung bukan berarti
hujan, tapi jika hujan sudah pasti mendung. Nah kebiasaan orang Indonesia
termasuk gue, setiap ada awan hitam di langit pasti langsung update status di
sosial media, yang temanya hampir sama yaitu harapan bahwa hari ini akan turun
hujan dan mirisnya hujan tak mau turun di bumi melainkan menghujani sosial
media, yah hujan lebih memilih menjadi tranding topik di twitter daripada turun
membasahi bumi pertiwi, hujan juga pengen eksis kali ya, hem.....
Oh
iya, gue pernah lihat acara variety show di
Korea yang saat pengambilan gambarnya turunlah salju pertama pertanda musim
gugur telah usai. Mereka terlihat sangat senang dan sejenak mereka menghentikan
aktivitas yang sedang berlangsung untuk sekedar berdoa, yups kepercayaan mereka
jika melihat salju untuk pertama kali itu berarti waktunya make a wish. Hampir mirip dengan orang Indonesia, jika orang Korea
saat melihat salju untuk pertama kali mereka berdoa, kalau orang Indonesia
lebih ke harapan moment apa yang akan tercipta saat hujan pertama turun, dan
itulah yang menjadi topik pembicaraan temen SMA gue sepulang sekolah.
“Pas
hujan pertama turun, gue pengennya lagi boncengan sama pacar gue dan itu bakal
jadi moment terromantis sepanjang hidup gue,” Kata Ghadis.
“Idih,
moment romantis dari mana?”
“Dengerin
Aku ya Dis, kata orang-orang air hujan pertama itu berbahaya bisa bikin masuk
angin, kita kan udah kelas 3, seharusnya harus ekstra jaga kesehatan.” Kata
Esti yang lagi-lagi percaya akan mitos-mitos yang beredar di masyarakat.
“Terus,
kamu sendiri bagaimana?”
“Apa
rencanamu untuk menikmati suasana indah saat rintik-rintik air hujan untuk
pertama kalinya menyentuh tanah?” Tanya Ghadis.
“Simpel
aja kok.”
“Aku
akan duduk di teras rumah, menikmati secangkir teh hangat dan pastinya ditemani
dengan suara nyaring dari air hujan yang sedang beradu degan tanah.” Jawab Esti
yang sepertinya sambil membayangkan kenyamanan yang ia rasakan saat berada pada
situasi yang ia ceritakan.
“Nyamannya,
jadi nggak sabar nunggu hujan turun untuk yang pertama kalinya.” Kata Ghadis
yang ikut membayangkan cerita dari Esti.
“Kamu
sendiri gimana Ya? Apa yang akan kamu lakukan?” Tanya Ghadis dengan melihat
kearah Gue yang sedari tadi asik membersihkan montor yang berubah menjadi warna
abu-abu karena terutup debu.
“Lebih
simpel dari Esti.”
“Gue
berharap hujan pertama turun pas malam hari, jadi gue bisa tidur nyenyak
sepanjang malam.” Jawabku dengan santainya.
“What,
cuma tidur?”
“Hello
Rya, kamu nggak nyadar apa, selama lebih dari 6 bulan kita kepanasan dan kulit
kita jadi hitam karena teriknya matahari, dan kini yang kita tunggu-tunggu akan
segera datang, e..kamu malah melewatkan begitu saja dengan memutuskan untuk
tidur?” Tanya Ghadis.
“Itu
adalah wujud menikmati hujan alaku, tahu kah kamu katak akan senang jika kebun
berubah menjadi rawa walau hanya sebentar. Mereka akan mengeluarkan bunyi yang
sangat nyaring, dan benar-benar itu adalah irama penghantar tidur favorit gue.”
Sebenarnya
gue punya banyak harapan tentang moment hujan pertama, tapi karena nggak bakal
jadi kenyataan, jadi gue milih untuk tidur aja. Salah satu harapan gue, pengennya
pas hujan pertama kali ketemu sama sang mantan di pinggir toko untuk sekedar
berteduh. Mau tau siapa nama mantan gue? Oke siapin nafas panjang kalian, kalau
perlu siapain kresek hitam untuk tempat muntahan jika kalian tak tahan menerima
kenyataan yang akan aku beberkan kali ini, nama mantan gue adalah Lee Seung Gi, yups betul sekali yang
sekarang jadi pacarnya Yoona SNSD.
Walaupun
terlihat sangat mustahil untuk terjadi, tapi jika Tuhan sudah berkehendak maka
tak ada yang tak mungkin di dunia ini, tinggal usaha gue aja yang ditingkatin.
Salah satu usaha yang harus gue lakukan adalah pergi ke Korea, atau sebaliknya gue
telfon dia dan meminta dia ke Indonesia, ah tambah mustahil, hahaha. Nggak
cukup datang ke Korea aja untuk bisa bertemu dengan sang mantan yang sekarang
sangat sibuk dan tak sembarang orang yang bisa bertemu dengannya, yang perlu gue
lakukan setelah datang ke Korea adalah nglamar jadi pengganti Jessica SNSD, yang baru-baru ini
dikeluarkan tanpa sebab oleh SM Entertainment.
Dengan
menjadi personil SNSD yang baru, Gue bisa mata-matain hubungan Yoona dengan Lee
Seung Gi. Dan saat Yoona lengang, Gue bisa rebut Lee Seung Gi dari tangan
Yoona, hahaha. Oke Fix, kita kembali ke cerita awal dan lupakan soal khayalan Gue
yang tak bermutu itu, hahaha.
Sebenarnya
Gue juga sedih karena nggak punya rencana apa
yang akan gue lakukan saat hujan turun untuk yang pertama kalinya. Karena
sebenarnya gue tak terlalu memikirkan keistimewaan tentang hujan pertama, sudah
hujan saja gue bersyukur karena sumur gue nggak jadi kering, dan entah itu hujan
pertama atau kedua dan seterusnya, gue akan tetap gembira dan akan terus
menikmati sensasinya nggak cuma dihari pertama hujan. Tapi gara-gara Ghadis dan
Esti yang mengkhususkan hujan pertama, gue jadi khawatir jika gue nggak punya
moment penting yang bisa gue bagi kepada mereka, nggak lucu dong mereka asik
cerita tentang hujan pertama dan gue hanya jadi pendengar setianya, hahaha. Ya
semoga saja ada moment penting di hujan pertama, entah itu apa gue nggak tahu.
“Mendung
ni, Gue pulang dulu ya soalnya nggak bawa jas hujan.” Setelah berpamitan ke
Esti dan Ghadis, Gue langsung tancap gas meninggalkan mereka yang masih asik
membahas hujan pertama.
Langit
hari ini sepertinya tak lagi bersandiwara, yang ini benar-benar awan hitam
pembawa air hujan bukan lagi pembawa harapan untuk hujan. Dengan kecapatan yang
tak seperti biasanya, gue mengendarai beat
agar cepat sampai di rumah. Tapi tanpa kuduga hujan turun sebelum gue
sampai di rumah, boro-boro sampai rumah, baru sekitar 3 km dari sekolah hujan
sudah mengguyurku padahal jarak rumah gue dari sekolah sekitar 7 km, farah
bingit.
Awalnya
gue nggak ada niat buat berteduh, karena gue kira cuma rintikan aja. Tapi
semakin gue nekat untuk menerjang hujan, hujannya pun tambah deras yang membuat
baju gue jadi basah kuyup. Pikiran gue pun buyar, antara konsen ke jalan sama
lihat rumah warga yang ada terasnya. Dan akhirnya gue nemuin rumah yang cocok
buat berteduh, selain ada teras yang cukup luas di sini ada tempat duduknya
juga, jadi gue bisa nunggu hujan reda sambil duduk manis.
Setelah
menyetandarkan montor, tanpa dipersilahkan tuan rumah, gue langsung duduk
begitu saja di kursi yang terbuat dari rotan itu. Tak berapa lama, feeling gue jadi nggak enak, ini bukan
masalah hantu penunggu kursi kosong layaknya dalam sebuah film, tapi ini lebih
ke takut karena gue denger suara berisik dari samping rumah, dan ternyata suara
aneh itu berasal dari Anjing penjaga rumah yang tak dirantai.
Karena
gue takut banget sama Anjing, gue langsung menstarter motor gue dan membuat
garis yang ada di speedometer menunjuk angka 40 km/jam, terlalu cepat untuk
permulaan dan terlalu berbahaya di jalan yang sekarang licin karena terkena air
hujan. Dan alhasil gue terjatuh dari motor, untung yang punya rumah langsung
keluar, dan Anjing yang tadinya menggonggong berubah menjadi Anjing yang kalem
dan manja, ah bermuka dua banget tu Anjing.
Setelah
mengurus Anjing kesayangannya, si punya rumah langusng datang menghampiri gue, gue
pikir dia mau bantu gue untuk berdiri, tapi gue salah. Dia lebih tertarik
membantu beat gue, yah sepertinya dia
harus belajar tentang pertolongan pertama pada kecelakaan deh kayaknya, biar
bisa bedain mana yang lebih dulu ditolong dan mana yang harus diabaikan ketika
terjadi kecelakaan.
Setelah
beat Gue berdiri tegak, giliran gue
yang dengan sedikit menahan sakit dan malu pastinya, mencoba berdiri dan
membersihkan pakaian putihku yang sekarang berubah menjadi coklat.
“Makasih
ya Bang.” Ucap Gue kepada si pemilik rumah.
“Iya
Neng.”
“Nggak
ada yang sakit kan?” Tanya si abang yang sepertinya baru menyadari bahwa Gue
lah yang mempunyai perasaan bukan montor Gue!
“Ini
masih hujan deras, berteduh di sini dulu saja nggak papa.” Kata si abang.
“Nggak
usah Bang, makasih. Dah terlanjur basah, saya langsung pulang saja. Sekali lagi
makasih ya Bang.” Kata gue yang kemudian kembali mengendarai beat setelah
memberi senyuman kepada si pemilik rumah yang sudah baik menawari teras
rumahnya untuk berteduh itu.
Di
sepanjang perjalanan, mulut gue tak bisa berhenti untuk ngomel sendiri.
Seakan-akan menyalahkan takdir yang tak berpihak ke gue. Baru aja gue pengen
ngerancang semua hal yang berhubungan dengan hujan pertama, gue pengen selfie
pakai payung pas di hujan pertama terus diposting di instagram dengan
keterangan Mungkin beberapa bulan yang
lalu benda ini kehilangan fungsinya, yang awalnnya untuk melindungi diri dari
hujan berubah untuk melindungi diri dari sengatan matahari, tapi sekarang dan
beberapa bulan ke depan, fungsi benda ini akan kembali seperti biasanya, yeah.
#selamatdatang #musimpenghujan #happy #with #umbrella. Terkesan lebay tapi
mengandung makna yang dalam, hahaha.
Ya,
ya, ya itu hanya bisa jadi khayalan gue saja, buktinya hari ini gue nggak bawa
payung ataupun jas hujan. Jangankan memikirkan untuk selfie, memikirkan bagaimana caranya gue bisa pulang tanpa terlihat
banyak orang saja sudah membuat gue pusing, argh. Benar-benar hari yang
memalukan.
Setelah
sampai rumah, gue baru ingat kata-kata Esti kalau air hujan pertama itu berbahaya
dan bisa bikin sakit, ya gue harap itu benar, jadi ada alasan buat gue nggak
masuk sekolah besok, hahah.
“Hloh
Ya, kamu nggak bawa jas hujan ya?” Tanya ibuku sesampainya aku di rumah.
“Iya
Bu.” Jawabku dengan berjalan menuju kamar mandi yang jaraknya cukup jauh dari
ruang tamu.
“Ya
sudah langsung mandi sana, jangan lupa keramas. Bajunya langsung direndam pakai
rinso aja Ya!” Teriak ibu yang masih saja asik duduk di ruang tamu sambil menghabiskan
cemilan favorit gue, gethuk.
“Iya
Bu, siap!” Balasku.
Setelah
melakukan ritual mandi yang memakan waktu cukup lama, membuat perut gue keroncongan.
Gue langsung menuju ruang tamu, dengan harapan masih ada gethuk yang tersisa untuk gue.
“Bu,
kok gethuk nya habis?” Kataku dengan
rauh wajah muram.
“Di
kulkas masih ada 3 kerdus Ya!” Jawab ibu yang sekarang berada di depan rumah,
mungkin sedang mengecek buah mangga samping rumah ada yang jatuh atau enggak.
Tanpa
basa-basi gue langsung menghabiskan satu kerdus yang isinya kurang lebih lima
belas potong dadu gethuk, yah memang gethuk adalah makanan favorit gue. Kata orang
gethuk berasal dari ketela, tapi menurut gue bukan. Menurut gue, gethuk itu
berasal dari bermacam-macam buah, strowbery, durian, bluebery dan lain-lain,
haha. Soalnya rasa gethuk yang gue makan itu bermacam-macam dan nggak ada rasa
ketela sama sekali malah cenderung ke buah-buahan, mantab deh pokoknya.
Hujan
yang tadinya deras perlahan-lahan mereda bersama tenggelamnya matahari di ufuk
barat. Mulailah terdengar suara katak dan suara lainnya yang yang membuat bulu
kuduk gue merinding. Suara itu tak lain dan tak bukan adalah suara adek gue
yang bernyanyi lagu akulah serigala
dan itu membuat imajinasi gue terbang melintasi batas. Jangan-jangan nanti ada serigala yang masuk dan ngira gue itu Nayla
terus tanpa gue sadari si Tristan datang dan srigala itu pun pergi, dan
endingnya si Tristan nemenin gue sampai tidur dan jagain gue dari serigala
jahat yang ingin mencuri gue. Khayalan yang bener-bener enggak mutu, lebih enggak
mutu dari khayalanku yang pertama tadi.
Tak
berapa lama suara adek gue hilang ditelan keheningan malam, dan mata gue pun seakan
terkena getah pohon nangka. Tanpa pikir panjang gue langsung lompat ke kasur
dan tidur dengan posisi seperti ebi.
Suara
indah dari katak semalam terganti dengan suara nyaring ayam jago yang menandakan
bahwa hari ini adalah hari baru. Gue pun terbangun dan tangan gue langsung
memegang kening berharap ada kehangatan yang terasa. Tapi ternyata suhu badan
gue enggak berubah dari sebelumnya, itu berarti hari ini gue nggak sakit. Dengan
terkejut gue langsung bangun dan mencoba berbicara, siapa tahu suaraku berubah
dan memeriksa di bagian hidung apakah ada cairan berlebih tanda gue flu, dan
hasilnya gue dinyatakan sehat, dan hari ini gue harus berangkat sekolah.
“Hey
Rya!” Sapa Ghadis sesaat setelah gue tiba di kelas.
“Hey.”
Jawabku dengan lemas.
“Kenapa
nggak semangat sih?” Tanya Esti yang tiba-tiba datang.
“Hey
Esti, gue minta pertanggungjawaban dari Elo. Katanya kalau kena air hujuan
pertama itu bisa bikin sakit, buktinya sekarang gue sehat nggak ada gejala
masuk angin sama sekali.” Kata gue.
“Hloh,
berarti kemarin kamu kehujanan?” Tanya Esti dan Ghadis yang hampir bersamaan.
Raut
wajah gue pun berubah, kenapa juga gue harus menyalahkan Esti yang secara tidak
langsung gue bercerita pengalaman hujan pertama. Dan pengalaman itu adalah
kehujanan. Mungkin mereka sedang tertawa di dalam hati, menertawakan kesialan
yang kualami, dan gue harus siap berpura-pura tertarik dengan cerita mereka
tentang pengalaman hujan pertama.
“Nggak
ada bedanya sama kita Ya.” Tambah Ghadis.
“Maksud
Lo?”
“Iya,
aku dan Esti terjebak hujan di sekolah. Awalnya aku ngajak Esti beristirahat di
UKS terlebih dulu sebelum pulang, eh tiba-tiba hujan turun dengan derasnya.”
“Terus
kalian nunggu sampai hujannya reda?” Potong gue yang sekarang mulai tertarik
dengan cerita mereka.
“Ya
iyalah, gara-gara kata Esti tentang hujan pertama yang berbahaya untuk
kesehatan, kita nunggu sampai lumutan di UKS. Dan buktinya Lo nggak papa walaupun
kemarin kehujanan.” Jawab Ghadis dengan lirikan mata yang tertuju ke Esti.
“Siapa
suruh percaya sama kata-kataku, aku kan cuma menyampaikan informasi dari orang
lain.” Kata Esti yang membela diri.
“Dan
parahnya lagi Ya, perut kita jadi keroncongan gara-gara kemarin belum sempat makan
siang, dan harus menunda makan lagi karena hujan. Coba kejebak hujannya di
kantin makmurlah kita, eh hla ini kejebak di UKS nggak ada makanan sama sekali,
kalau terpaksa mungkin kita makan kapas dengan selai balsem.” Kata Esti yang
ikut menceritakan pengalamannya kemarin.
“Kita?
Lo aja kali gue enggak!” Sahut Ghadis.
“Ternyata
kita sehati ya, walaupun gue kehujanan seenggaknya sampai rumah ada gethuk yang
membuat perut gue lebih dari kenyang.” Kataku yang mencoba membuat mereka iri.
“Ih,
pengen.” Kata Esti dan Ghadis yang lagi-lagi hampir bersamaan.
“Ni,
aku bawa kok.” Kata gue yang kemudian mengambil satu kerdus getuk yang ada di
dalam tas.
“Thank
you.”
“Oh
iya, ini kan baru permulaan masih ada hujan-hujan yang lainnya. Bagaimana kalau
kita menikmati sensasi hujan bersama-sama.” Kata gue dengan mulut penuh gethuk.
“Setuju!”
Kata Esti setelah menelan gethuknya.
“Kita
duduk bareng diteras sambil ngeteh pasti terasa nyaman. Bagaimana Esti? Rumahmu
kan yang paling dekat dengan sekolah, jadi lokasinya dirumahmu.” Kata gue yane
meminta persetujuan Esti.
“Oke.”
“Eh,
bentar nggak asik dong, kalau keinginan Esti yang terpenuhi.” Kata Ghadis.
“Jadi
maksudmu, kamu pengen ngajak pacarmu gitu? Dan kita hanya gigit jari lihat
kalain berdua?” Tanya Esti.
“Nggak
lah, gue juga tahu kapan waktu buat pacar kapan waktu buat kalian, dan besok pure buat kalian.”
“Terus
maksud kata-katamu tadi apa?” Tanya Esti yang masih dibuat penasaran dengan
kata-kata Ghadis.
“Gini,
setelah hujan reda kan aliran parit depan rumah Esti penuh, nah kita buat kapal
kertas terus kita layarkan di parit itu.” Jelas Ghadis.
“Setuju,
jangan lupa ambil photo dan upload di instagram keterangannya gini kapal kertas teruslah berlayar mengikuti
arah air parit ini, jangan berhenti sebelum tiba di tujuan walaupun banyak
cobaan yang menghadang, begitu juga dengan kehidupan, walau banyak rintangan
yang dihadapi kita tidak boleh menyerah untuk mencapai tujuan kita.”Tiba-tiba
kta puitis itu keluar dari mulut gue yang membuat Ghadis dan Esti menjadi
meleleh.
Hujan
memanglah suatu hal yang ditunggu-tunggu disaat musim kemarau seperti saat ini,
berkat hujanlah dunia ini hijau dan berkat hujan jugalah tumbuh beraneka macam
buah dan biji-bijian yang terkadang membuat kita terlena dengan semuanya. Yang harus
kita lakukan adalah terus menjaga kelestarian alam dan pastinya terus bersyukur
kepada Tuhan, karena dengan bersyukur nikmat itu akan bertambah.
Sekian