Selasa, 28 Oktober 2014

Hujan Pertama


Hujan Pertama

Musim kemarau seharusnya sudah berakhir bulan lalu, tapi nyatanya sampai sekarang kemarau masih saja belum mau pergi. Sungai-sungaipun mengering dan petani mulai bingung  bagaimana cara mengairi sawah, hingga pompa sedot air lah yang menjadi andalannya.
Dipenghujung musim kemarau kali ini, hujan nampaknya belum mau turun, walau terkadang terlihat awan hitam menutupi birunya langit, tapi benar apa yang dikatakan orang-orang bahwa mendung bukan berarti hujan, tapi jika hujan sudah pasti mendung. Nah kebiasaan orang Indonesia termasuk gue, setiap ada awan hitam di langit pasti langsung update status di sosial media, yang temanya hampir sama yaitu harapan bahwa hari ini akan turun hujan dan mirisnya hujan tak mau turun di bumi melainkan menghujani sosial media, yah hujan lebih memilih menjadi tranding topik di twitter daripada turun membasahi bumi pertiwi, hujan juga pengen eksis kali ya, hem.....
Oh iya, gue pernah lihat acara variety show di Korea yang saat pengambilan gambarnya turunlah salju pertama pertanda musim gugur telah usai. Mereka terlihat sangat senang dan sejenak mereka menghentikan aktivitas yang sedang berlangsung untuk sekedar berdoa, yups kepercayaan mereka jika melihat salju untuk pertama kali itu berarti waktunya make a wish. Hampir mirip dengan orang Indonesia, jika orang Korea saat melihat salju untuk pertama kali mereka berdoa, kalau orang Indonesia lebih ke harapan moment apa yang akan tercipta saat hujan pertama turun, dan itulah yang menjadi topik pembicaraan temen SMA gue sepulang sekolah.
“Pas hujan pertama turun, gue pengennya lagi boncengan sama pacar gue dan itu bakal jadi moment terromantis sepanjang hidup gue,” Kata Ghadis.
“Idih, moment romantis dari mana?”
“Dengerin Aku ya Dis, kata orang-orang air hujan pertama itu berbahaya bisa bikin masuk angin, kita kan udah kelas 3, seharusnya harus ekstra jaga kesehatan.” Kata Esti yang lagi-lagi percaya akan mitos-mitos yang beredar di masyarakat.
“Terus, kamu sendiri bagaimana?”
“Apa rencanamu untuk menikmati suasana indah saat rintik-rintik air hujan untuk pertama kalinya menyentuh tanah?” Tanya Ghadis.
“Simpel aja kok.”
“Aku akan duduk di teras rumah, menikmati secangkir teh hangat dan pastinya ditemani dengan suara nyaring dari air hujan yang sedang beradu degan tanah.” Jawab Esti yang sepertinya sambil membayangkan kenyamanan yang ia rasakan saat berada pada situasi yang ia ceritakan.
“Nyamannya, jadi nggak sabar nunggu hujan turun untuk yang pertama kalinya.” Kata Ghadis yang ikut membayangkan cerita dari Esti.
“Kamu sendiri gimana Ya? Apa yang akan kamu lakukan?” Tanya Ghadis dengan melihat kearah Gue yang sedari tadi asik membersihkan montor yang berubah menjadi warna abu-abu karena terutup debu.
“Lebih simpel dari Esti.”
“Gue berharap hujan pertama turun pas malam hari, jadi gue bisa tidur nyenyak sepanjang malam.” Jawabku dengan santainya.
“What, cuma tidur?”
“Hello Rya, kamu nggak nyadar apa, selama lebih dari 6 bulan kita kepanasan dan kulit kita jadi hitam karena teriknya matahari, dan kini yang kita tunggu-tunggu akan segera datang, e..kamu malah melewatkan begitu saja dengan memutuskan untuk tidur?” Tanya Ghadis.
“Itu adalah wujud menikmati hujan alaku, tahu kah kamu katak akan senang jika kebun berubah menjadi rawa walau hanya sebentar. Mereka akan mengeluarkan bunyi yang sangat nyaring, dan benar-benar itu adalah irama penghantar tidur favorit gue.”
Sebenarnya gue punya banyak harapan tentang moment hujan pertama, tapi karena nggak bakal jadi kenyataan, jadi gue milih untuk tidur aja. Salah satu harapan gue, pengennya pas hujan pertama kali ketemu sama sang mantan di pinggir toko untuk sekedar berteduh. Mau tau siapa nama mantan gue? Oke siapin nafas panjang kalian, kalau perlu siapain kresek hitam untuk tempat muntahan jika kalian tak tahan menerima kenyataan yang akan aku beberkan kali ini, nama mantan gue adalah Lee Seung Gi, yups betul sekali yang sekarang jadi pacarnya Yoona SNSD.
Walaupun terlihat sangat mustahil untuk terjadi, tapi jika Tuhan sudah berkehendak maka tak ada yang tak mungkin di dunia ini, tinggal usaha gue aja yang ditingkatin. Salah satu usaha yang harus gue lakukan adalah pergi ke Korea, atau sebaliknya gue telfon dia dan meminta dia ke Indonesia, ah tambah mustahil, hahaha. Nggak cukup datang ke Korea aja untuk bisa bertemu dengan sang mantan yang sekarang sangat sibuk dan tak sembarang orang yang bisa bertemu dengannya, yang perlu gue lakukan setelah datang ke Korea adalah nglamar jadi pengganti Jessica SNSD, yang baru-baru ini dikeluarkan tanpa sebab oleh SM Entertainment.
Dengan menjadi personil SNSD yang baru, Gue bisa mata-matain hubungan Yoona dengan Lee Seung Gi. Dan saat Yoona lengang, Gue bisa rebut Lee Seung Gi dari tangan Yoona, hahaha. Oke Fix, kita kembali ke cerita awal dan lupakan soal khayalan Gue yang tak bermutu itu, hahaha.
Sebenarnya Gue juga sedih karena nggak punya rencana apa yang akan gue lakukan saat hujan turun untuk yang pertama kalinya. Karena sebenarnya gue tak terlalu memikirkan keistimewaan tentang hujan pertama, sudah hujan saja gue bersyukur karena sumur gue nggak jadi kering, dan entah itu hujan pertama atau kedua dan seterusnya, gue akan tetap gembira dan akan terus menikmati sensasinya nggak cuma dihari pertama hujan. Tapi gara-gara Ghadis dan Esti yang mengkhususkan hujan pertama, gue jadi khawatir jika gue nggak punya moment penting yang bisa gue bagi kepada mereka, nggak lucu dong mereka asik cerita tentang hujan pertama dan gue hanya jadi pendengar setianya, hahaha. Ya semoga saja ada moment penting di hujan pertama, entah itu apa gue nggak tahu.
“Mendung ni, Gue pulang dulu ya soalnya nggak bawa jas hujan.” Setelah berpamitan ke Esti dan Ghadis, Gue langsung tancap gas meninggalkan mereka yang masih asik membahas hujan pertama.
Langit hari ini sepertinya tak lagi bersandiwara, yang ini benar-benar awan hitam pembawa air hujan bukan lagi pembawa harapan untuk hujan. Dengan kecapatan yang tak seperti biasanya, gue mengendarai beat agar cepat sampai di rumah. Tapi tanpa kuduga hujan turun sebelum gue sampai di rumah, boro-boro sampai rumah, baru sekitar 3 km dari sekolah hujan sudah mengguyurku padahal jarak rumah gue dari sekolah sekitar 7 km, farah bingit.
Awalnya gue nggak ada niat buat berteduh, karena gue kira cuma rintikan aja. Tapi semakin gue nekat untuk menerjang hujan, hujannya pun tambah deras yang membuat baju gue jadi basah kuyup. Pikiran gue pun buyar, antara konsen ke jalan sama lihat rumah warga yang ada terasnya. Dan akhirnya gue nemuin rumah yang cocok buat berteduh, selain ada teras yang cukup luas di sini ada tempat duduknya juga, jadi gue bisa nunggu hujan reda sambil duduk manis.
Setelah menyetandarkan montor, tanpa dipersilahkan tuan rumah, gue langsung duduk begitu saja di kursi yang terbuat dari rotan itu. Tak berapa lama, feeling gue jadi nggak enak, ini bukan masalah hantu penunggu kursi kosong layaknya dalam sebuah film, tapi ini lebih ke takut karena gue denger suara berisik dari samping rumah, dan ternyata suara aneh itu berasal dari Anjing penjaga rumah yang tak dirantai.
Karena gue takut banget sama Anjing, gue langsung menstarter motor gue dan membuat garis yang ada di speedometer menunjuk angka 40 km/jam, terlalu cepat untuk permulaan dan terlalu berbahaya di jalan yang sekarang licin karena terkena air hujan. Dan alhasil gue terjatuh dari motor, untung yang punya rumah langsung keluar, dan Anjing yang tadinya menggonggong berubah menjadi Anjing yang kalem dan manja, ah bermuka dua banget tu Anjing.
Setelah mengurus Anjing kesayangannya, si punya rumah langusng datang menghampiri gue, gue pikir dia mau bantu gue untuk berdiri, tapi gue salah. Dia lebih tertarik membantu beat gue, yah sepertinya dia harus belajar tentang pertolongan pertama pada kecelakaan deh kayaknya, biar bisa bedain mana yang lebih dulu ditolong dan mana yang harus diabaikan ketika terjadi kecelakaan.
Setelah beat Gue berdiri tegak, giliran gue yang dengan sedikit menahan sakit dan malu pastinya, mencoba berdiri dan membersihkan pakaian putihku yang sekarang berubah menjadi coklat.
“Makasih ya Bang.” Ucap Gue kepada si pemilik rumah.
“Iya Neng.”
“Nggak ada yang sakit kan?” Tanya si abang yang sepertinya baru menyadari bahwa Gue lah yang mempunyai perasaan bukan montor Gue!
“Ini masih hujan deras, berteduh di sini dulu saja nggak papa.” Kata si abang.
“Nggak usah Bang, makasih. Dah terlanjur basah, saya langsung pulang saja. Sekali lagi makasih ya Bang.” Kata gue yang kemudian kembali mengendarai beat setelah memberi senyuman kepada si pemilik rumah yang sudah baik menawari teras rumahnya untuk berteduh itu.
Di sepanjang perjalanan, mulut gue tak bisa berhenti untuk ngomel sendiri. Seakan-akan menyalahkan takdir yang tak berpihak ke gue. Baru aja gue pengen ngerancang semua hal yang berhubungan dengan hujan pertama, gue pengen selfie pakai payung pas di hujan pertama terus diposting di instagram dengan keterangan Mungkin beberapa bulan yang lalu benda ini kehilangan fungsinya, yang awalnnya untuk melindungi diri dari hujan berubah untuk melindungi diri dari sengatan matahari, tapi sekarang dan beberapa bulan ke depan, fungsi benda ini akan kembali seperti biasanya, yeah. #selamatdatang #musimpenghujan #happy #with #umbrella. Terkesan lebay tapi mengandung makna yang dalam, hahaha.
Ya, ya, ya itu hanya bisa jadi khayalan gue saja, buktinya hari ini gue nggak bawa payung ataupun jas hujan. Jangankan memikirkan untuk selfie, memikirkan bagaimana caranya gue bisa pulang tanpa terlihat banyak orang saja sudah membuat gue pusing, argh. Benar-benar hari yang memalukan.
Setelah sampai rumah, gue baru ingat kata-kata Esti kalau air hujan pertama itu berbahaya dan bisa bikin sakit, ya gue harap itu benar, jadi ada alasan buat gue nggak masuk sekolah besok, hahah.
“Hloh Ya, kamu nggak bawa jas hujan ya?” Tanya ibuku sesampainya aku di rumah.
“Iya Bu.” Jawabku dengan berjalan menuju kamar mandi yang jaraknya cukup jauh dari ruang tamu.
“Ya sudah langsung mandi sana, jangan lupa keramas. Bajunya langsung direndam pakai rinso aja Ya!” Teriak ibu yang masih saja asik duduk di ruang tamu sambil menghabiskan cemilan favorit gue, gethuk.
“Iya Bu, siap!” Balasku.
Setelah melakukan ritual mandi yang memakan waktu cukup lama, membuat perut gue keroncongan. Gue langsung menuju ruang tamu, dengan harapan masih ada gethuk yang tersisa untuk gue.
“Bu, kok gethuk nya habis?” Kataku dengan rauh wajah muram.
“Di kulkas masih ada 3 kerdus Ya!” Jawab ibu yang sekarang berada di depan rumah, mungkin sedang mengecek buah mangga samping rumah ada yang jatuh atau enggak.
Tanpa basa-basi gue langsung menghabiskan satu kerdus yang isinya kurang lebih lima belas potong dadu gethuk, yah memang gethuk adalah makanan favorit gue. Kata orang gethuk berasal dari ketela, tapi menurut gue bukan. Menurut gue, gethuk itu berasal dari bermacam-macam buah, strowbery, durian, bluebery dan lain-lain, haha. Soalnya rasa gethuk yang gue makan itu bermacam-macam dan nggak ada rasa ketela sama sekali malah cenderung ke buah-buahan, mantab deh pokoknya.
Hujan yang tadinya deras perlahan-lahan mereda bersama tenggelamnya matahari di ufuk barat. Mulailah terdengar suara katak dan suara lainnya yang yang membuat bulu kuduk gue merinding. Suara itu tak lain dan tak bukan adalah suara adek gue yang bernyanyi lagu akulah serigala dan itu membuat imajinasi gue terbang melintasi batas. Jangan-jangan nanti ada serigala yang masuk dan ngira gue itu Nayla terus tanpa gue sadari si Tristan datang dan srigala itu pun pergi, dan endingnya si Tristan nemenin gue sampai tidur dan jagain gue dari serigala jahat yang ingin mencuri gue. Khayalan yang bener-bener enggak mutu, lebih enggak mutu dari khayalanku yang pertama tadi.
Tak berapa lama suara adek gue hilang ditelan keheningan malam, dan mata gue pun seakan terkena getah pohon nangka. Tanpa pikir panjang gue langsung lompat ke kasur dan tidur dengan posisi seperti ebi.
Suara indah dari katak semalam terganti dengan suara nyaring ayam jago yang menandakan bahwa hari ini adalah hari baru. Gue pun terbangun dan tangan gue langsung memegang kening berharap ada kehangatan yang terasa. Tapi ternyata suhu badan gue enggak berubah dari sebelumnya, itu berarti hari ini gue nggak sakit. Dengan terkejut gue langsung bangun dan mencoba berbicara, siapa tahu suaraku berubah dan memeriksa di bagian hidung apakah ada cairan berlebih tanda gue flu, dan hasilnya gue dinyatakan sehat, dan hari ini gue harus berangkat sekolah.
“Hey Rya!” Sapa Ghadis sesaat setelah gue tiba di kelas.
“Hey.” Jawabku dengan lemas.
“Kenapa nggak semangat sih?” Tanya Esti yang tiba-tiba datang.
“Hey Esti, gue minta pertanggungjawaban dari Elo. Katanya kalau kena air hujuan pertama itu bisa bikin sakit, buktinya sekarang gue sehat nggak ada gejala masuk angin sama sekali.” Kata gue.
“Hloh, berarti kemarin kamu kehujanan?” Tanya Esti dan Ghadis yang hampir bersamaan.
Raut wajah gue pun berubah, kenapa juga gue harus menyalahkan Esti yang secara tidak langsung gue bercerita pengalaman hujan pertama. Dan pengalaman itu adalah kehujanan. Mungkin mereka sedang tertawa di dalam hati, menertawakan kesialan yang kualami, dan gue harus siap berpura-pura tertarik dengan cerita mereka tentang pengalaman hujan pertama.
“Nggak ada bedanya sama kita Ya.” Tambah Ghadis.
“Maksud Lo?”
“Iya, aku dan Esti terjebak hujan di sekolah. Awalnya aku ngajak Esti beristirahat di UKS terlebih dulu sebelum pulang, eh tiba-tiba hujan turun dengan derasnya.”
“Terus kalian nunggu sampai hujannya reda?” Potong gue yang sekarang mulai tertarik dengan cerita mereka.
“Ya iyalah, gara-gara kata Esti tentang hujan pertama yang berbahaya untuk kesehatan, kita nunggu sampai lumutan di UKS. Dan buktinya Lo nggak papa walaupun kemarin kehujanan.” Jawab Ghadis dengan lirikan mata yang tertuju ke Esti.
“Siapa suruh percaya sama kata-kataku, aku kan cuma menyampaikan informasi dari orang lain.” Kata Esti yang membela diri.
“Dan parahnya lagi Ya, perut kita jadi keroncongan gara-gara kemarin belum sempat makan siang, dan harus menunda makan lagi karena hujan. Coba kejebak hujannya di kantin makmurlah kita, eh hla ini kejebak di UKS nggak ada makanan sama sekali, kalau terpaksa mungkin kita makan kapas dengan selai balsem.” Kata Esti yang ikut menceritakan pengalamannya kemarin.
“Kita? Lo aja kali gue enggak!” Sahut Ghadis.
“Ternyata kita sehati ya, walaupun gue kehujanan seenggaknya sampai rumah ada gethuk yang membuat perut gue lebih dari kenyang.” Kataku yang mencoba membuat mereka iri.
“Ih, pengen.” Kata Esti dan Ghadis yang lagi-lagi hampir bersamaan.
“Ni, aku bawa kok.” Kata gue yang kemudian mengambil satu kerdus getuk yang ada di dalam tas.
“Thank you.”
“Oh iya, ini kan baru permulaan masih ada hujan-hujan yang lainnya. Bagaimana kalau kita menikmati sensasi hujan bersama-sama.” Kata gue dengan mulut penuh gethuk.
“Setuju!” Kata Esti setelah menelan gethuknya.
“Kita duduk bareng diteras sambil ngeteh pasti terasa nyaman. Bagaimana Esti? Rumahmu kan yang paling dekat dengan sekolah, jadi lokasinya dirumahmu.” Kata gue yane meminta persetujuan Esti.
“Oke.”
“Eh, bentar nggak asik dong, kalau keinginan Esti yang terpenuhi.” Kata Ghadis.
“Jadi maksudmu, kamu pengen ngajak pacarmu gitu? Dan kita hanya gigit jari lihat kalain berdua?” Tanya Esti.
“Nggak lah, gue juga tahu kapan waktu buat pacar kapan waktu buat kalian, dan besok pure buat kalian.”
“Terus maksud kata-katamu tadi apa?” Tanya Esti yang masih dibuat penasaran dengan kata-kata Ghadis.
“Gini, setelah hujan reda kan aliran parit depan rumah Esti penuh, nah kita buat kapal kertas terus kita layarkan di parit itu.” Jelas Ghadis.
“Setuju, jangan lupa ambil photo dan upload di instagram keterangannya gini kapal kertas teruslah berlayar mengikuti arah air parit ini, jangan berhenti sebelum tiba di tujuan walaupun banyak cobaan yang menghadang, begitu juga dengan kehidupan, walau banyak rintangan yang dihadapi kita tidak boleh menyerah untuk mencapai tujuan kita.”Tiba-tiba kta puitis itu keluar dari mulut gue yang membuat Ghadis dan Esti menjadi meleleh.
Hujan memanglah suatu hal yang ditunggu-tunggu disaat musim kemarau seperti saat ini, berkat hujanlah dunia ini hijau dan berkat hujan jugalah tumbuh beraneka macam buah dan biji-bijian yang terkadang membuat kita terlena dengan semuanya. Yang harus kita lakukan adalah terus menjaga kelestarian alam dan pastinya terus bersyukur kepada Tuhan, karena dengan bersyukur nikmat itu akan bertambah.

Sekian