Minggu, 06 April 2014

Si Manyun Jembatan Sekolah


Si Manyun Jembatan Sekolah

“Eh, Di. Kayaknya tue cewek, sering banget berdiri di bawah jembatan sekolah. Siapa sih dia?” Tanya Fando yang melihat Vero dari kejauhan.
“Oh, dia namanya Vero, teman sekelasku. Kayaknya dia lagi nunggu jemputan deh.” Kata Adi menjelaskan.
“Boleh sih nunggu jemputan, tapi nggak perlu pakai acara manyun segala kali. Hahaha.” Kata Fando dengan tertawa.
Benar saja, setiap pulang sekolah Vero selalu berdiri di bawah jembatan sekolah. Jembatan itu menghubungakan unit di sekolahnya yang terpisahkan oleh jalan raya. Vero selalu menunggu jemputan di bawah jembatan itu. Tak berapa lama sosok laki-laki yang masih mengenakan seragam SMA menjemputnya, mungkin dia kakanya atau mungkin pacarnya? Entahlah.
Di kelas Vero dikenal sebagai pribadi yang pendiam, dia jarang sekali tersenyum. Kalau ada hal-hal lucu di kelas, dia hanya tertawa seperlunya saja, kemudian dia kembali memanyunkan bibirnya.
Suatu hari, saat Vero menunggu jemputan tiba-tiba Fando menghampirinya. Dia bermaksud untuk menemani Vero yang selalu saja terlihat sendiri.
Vero hanya melihat sinis ke arah Fando, dan kemudian mengalihkan pandangannya. Tetapi Fando tak pantang menyerah, dia mencoba mengajak bicara Vero.
“Maaf, apakah kamu Vero?” Tanya Fando basa-basi.
“Iya. Kok tahu nama ku?” Tanya Vero kembali.
“Kamu temen sekelasnya Adi kan? Dia yang ngasih tahu namamu.” Jawab Fando.
“Oh.” Balas Vero dengan singkat.
Setelah melihat jam di tangan, Vero meminta Fando untuk menjauh darinya. Fando pun bertanya alasan Vero menyuruhnya seperti itu. Karena tak punya banyak waktu, akhirnya Vero berjanji akan memberikan alasannya esok hari sepulang sekolah.
Dan keesokan harinya seusai sekolah, dengan semangat Fando menghampiri Vero. Sepertinya Fando menaruh perhatian lebih ke Vero.
“Oh kamu lagi.” Kata Vero setelah melihat Fando datang.
“Hobby banget ya kamu berdiri di bawah jembatan.” Ledek Fando.
“Oh iya, nama kamu siapa? Aku belum tahu nama kamu?” Tanya Vero.
“Akhirnya kamu tanya juga. Namaku Fando aku kelas IPA 2. Oh ya, kamu masih punya janji hlo ma aku. Mengapa kemarin tiba-tiba kamu menyuruhku pergi? Apa gara-gara laki-laki yang menjemput mu itu? Yang tak berapa lama datang setelah aku pergi?” Tanya Fando penasaran.
“Iya, benar sekali. Karena dia akan datang makanya aku menyuruhmu pergi.” Kata Vero.
“Siapa sih dia? Kakak mu? Atau jangan-jangan pacarmu ya? Ah, tapi nggak mungkin masak orang jutek kayak kamu punya pacar.” Kata Fando.
“Iya dia pacarku.” Jawab Vero singkat dengan sedikit tersenyum.
Fando pun kaget karena mengetahui bahwa Vero sudah mempunyai pacar, tetapi kekecewaan Fando terobati saat dia melihat senyum di bibir Vero yang begitu manis.
“Senyum mu manis.” Kata Fando dengan melihat ke arah Vero.
Vero pun jadi salah tingkah dibuatnya, dia pun kemudian mengalihkan pandangannya dari Fando.
“Di sekolah ini, baru kamu yang bilang senyumku manis.” Kata Vero.
“Ya, iya lah, habisnya kamu jarang senyum. Coba kalau kamu sering senyum pasti kamu punya teman banyak. Nggak cuma itu aja, mungkin banyak orang yang naksir kamu.” kata Fando meledek Vero.
 “Oh yang kemarin itu pacar kamu ya. Kirain tukang ojek. Tapi tukang ojeknya kok masih pakai sragam sekolah, dan lumayan cakep, hehe. Ternyata dia pacar kamu.” Kata Fando yang lagi-lagi meledek Vero.
“Enak aja disamain sama tukang ojek.” Kata Vero.
“Habisnya tiap hari jemput kamu, coba apa namanya kalau bukan tukang ojek.” Kata Fando yang meledek Vero.
“Hey!” Kata Vero dengan memukul bahu Fando.
“Wah, Vero marah. Ampun takut!” Kata Fando dengan gaya alaynya yang lagi-lagi membuat Vero tersenyum.
“Kamu punya lesung pipi ya? Sumpah manis banget.” Kata Fando yang terpesona melihat lesung pipi Vero.
“Eh, dia udah datang. Aku pulang duluan ya.” Kata Vero setelah melihat kedatangan pacarnya.
Siang itu, Fando dibuat terpesona oleh senyum Vero. Dia sangat merasa senang hari itu, sampai-sampai dia senyum-senyum sendiri saat pulang sekolah.
Berbeda dengan Fando, ternyata pacar Vero marah karena melihat Vero bercanda dengan seorang laki-laki. Dan sepertinya Vero sudah menebak bahwa pacarnya akan marah. Jadi untuk menghindari sesuatu yang tak diinginkan, Vero hanya diam dan mendengarkan pacarnya bicara.
“Besok kamu nggak usah jemput aku. Aku mau cari buku buat anak-anak.” Kata Vero dengan raut muka yang kesal.
“Oh, ya udah kalau gitu. Aku pulang dulu.” Kata Burhan setelah menurunkan Vero di depan rumahnya.
Burhan adalah tipe cowok yang over protective. Dia selalu cemburu bila melihat Vero dekat dengan laki-laki lain, walaupun laki-laki itu masih saudara dengan Vero. Dan Vero sudah hafal akan sifat Burhan, jadi dia memilih untuk diam dan mengalah.
Setiap hari Burhan lah yang mengantar jemput Vero. Dan sebenarnya Vero merasa risi dengan sikap Burhan. Makanya Vero mencari alasan agar esok tak harus menunggu di bawah jembatan sekolah.
Dan benar saja, setelah bel sekolah berbunyi dengan wajah yang lebih cerah, Vero berjalan menuju toko buku yang tak jauh dari sekolahanya.
“Hloh, Vero kok nggak ada di bawah jembatan?” Tanya Fando yang melihat ke arah jembatan sekolah.
“Kok kamu jadi perhatian sama Vero?” Tanya Adi.
“Ha? Hehe.”
“Dia tue punya senyum yang manis tau nggak sih kamu.” Kata Fando.
“Wah dia tue dah punya pacar, pacarnya galak lho!” Kata Adi.
“Di, kayaknya aku ada acara deh. Kamu ke halte duluan aja, oke!” Kata Fando.
Fando pun berlari ke arah persimpangan jalan untuk mencari keberadaan Vero. Sepertinya dia galau kalau belum bertemu dengan sosok pemilik senyum manis itu.
Fando melihat seorang wanita dengan rambut panjang masuk ke toko buku. Fando pun mengikuti wanita itu, dan ternyata feeling Fando benar, wanita itu adalah Vero.
“Hai.” Kata Fando setelah masuk ke toko buku.
“Fando? Kok kamu ada di sini?” Tanya Vero penasaran.
“Karena kamu nggak ada di bawah jembatan, jadi aku cari kamu.” Kata Fando.
“Em.m, kebetulan nie. Bantuin aku cari buku mau nggak?” Tanya Vero.
“So pasti.” Kata Fando.
Vero dan Fando pun mencari buku bacaan untuk anak-anak. Vero sangat konsen dengan buku yang ia cari, tetapi Fando lebih konsen ke arah Vero. Setelah menemukan buku yang dicari, mereka pun keluar dari toko buku dan menuju ke halte bis.
“Kamu mau naik bis?” Tanya Fando.
“Iya, nggak lagi ngojek, puas.” Kata Vero dengan nada ketus.
“Ops, maaf deh untuk yang kemarin. Aku kan cuma bercanda ngatain pacar kamu tukang ojek.” Kata Fando yang merasa bersalah.
“Kamu selalu naik bis?” Tanya Vero yang mengalihkan pembicaraan.
“Iya, seru hlo naik bis. Bertemu orang-orang baru dan berinteraksi dengan mereka.”
“Serunya lagi, saat nunggu bis. Rasanya tue galau, tapi bikin gregetan. Tiap ada bis lewat, ku kira itu bis tujuanku ternyata bukan. Dan tak jarang, aku terlambat sekolah gara-gara bisku telat datang. Seru kan!” Kata Fando dengan gaya alaynya.
“Seru juga ya, jadi pengin ngrasain galau yang bikin gregetan.” Kata Vero dengan senyum kecilnya.
“Makanya, jangan sering naik ojek. Sekali-kali naik bis, kalau bisa berkali-kali. Hehehe.”
“Kalau boleh tahu, buku itu buat siapa Ver?” Tanya Fando yang penasaran.
“Buat anak-anak. Setiap pulang sekolah, aku menyempatkan untuk belajar bersama mereka. Mau ikut?” Kata Vero.
“Emang boleh? Kalau boleh, oke aku ikut.” Kata Fando dengan semangatnya.
Mereka pun melanjutkan perjalanan ke halte bis dan menikmati waktu galau yang bikin gregetan itu. Tak berapa lama bis yang ditunggu pun datang, dan lagi-lagi Vero mendapatkan pengalaman baru bisa berinteraksi dengan penumpang bis lainnya, yang membuat Vero merasa bahagia.
Sesampainya di rumah, dengan wajah yang sumringah, Vero mengajak Fando untuk masuk. Dan ternyata sudah ada anak-anak yang menunggu Vero datang.
“Halo, adik-adik. Kenalkan ini temen Mbak, namanya Mas Fando.” Kata Vero yang mengenalkan Fando.
“Adik-adik sama Mas Fando dulu ya, Mbak mau ganti baju.” Kata Vero.
Saat Fando berinteraksi dengan anak-anak, dia bertanya kepada mereka tentang sosok Vero. Dan begitu terkejutnya Fando, saat anak-anak mengatakan bahwa Vero adalah sosok wanita yang murah senyum, tidak pernah marah walau mereka sering ramai dan tak memperhatikan Vero.
Berbeda jauh dengan sosok Vero yang ia kenal di sekolah, yang cenderung sulit senyum dan terlihat sombong. Rasa penasaran Fando pun bertambah, saat Burhan datang kerumah Vero dan tak menyapa Fando. Vero pun terlihat canggung, dan kembali menjadi wanita yang tak banyak senyum.
Setelah Burhan mengirim pesan ke Vero, dia pun keluar dan beberapa saat kemudian Vero menyusul Burhan.
“Alasanya mau ke toko buku, tapi ternyata pengin pulang sama cowok itu!” Kata Burhan yang cemburu.
“Aku ketemu dia di toko buku, dan aku meminta bantuan dia untuk mencarikan buku yang ku maksud. Apa itu salah?” Kata Vero yang sudah mulai berani melawan Burhan.
“Seharusnya kamu ajak aku, bukan dia!” Kata Burhan yang tak mau kalah.
“Sejak kapan kamu mau ku ajak ke toko buku!” Kata Vero.
“Oke, sekarang kamu berani ya balas omonganku, nggak kayak dulu lagi!” Kata Burhan dengan marah.
“Dua tahun aku diam, dan sekarang saatnya aku bicara.”
“Aku senang bisa menjadi pacarmu, tapi setelah kamu menyuruhku untuk menjaga senyumku itu membuatku menderita. Kamu tahu, tiap aku ingin tertawa aku selalu berlari ke kamar mandi, agar saat aku tertawa tak ada yang melihatku. Tapi apa balasannya? Kamu masih saja tak percaya dengan ku. Setiap apa yang ku lakukan selalu saja salah di matamu.” Jelas Vero.
“Itu kan sudah kita bicarakan, aku menyuruhmu untuk menjaga senyum agar tak ada yang menyukaimu. Kamu tahu sendiri, aku sulit sekali mendapatkanmu. Senyum mu mengalihkan dunia mereka.” Kata Burhan.
“Dan bagaimana dengan kamu? Apakah aku menyuruhmu melakukan sesuatu agar tak ada lagi yang menyukaimu? Apa aku menyuruhmu berhenti bermain basket? Tidak kan?”
“Itu benar-benar nggak adil. Kamu tahu perasaanku saat mengetahui kamu satu SMA dengan Putri? Aku cemburu dan aku kawatir dengan hubungan kita. Tapi aku masih percaya dengan kamu. Dan sekarang aku tak kawatir lagi dengan hubungan kita, lebih baik kita jalan sendiri-sendiri. Maaf aku tak bisa lagi menjaga senyumku untuk kamu. Silahkan ambil helm mu dan pulang lah!” Kata Vero dengan tegas.
Vero pun meninggalkan Burhan dan kembali masuk kerumahnya. Dia tak mengizinkan Burhan untuk menjelaskan sesuatu kepadanya. Karena tak mendapat waktu untuk berbicara akhirnya Burhan menyerah dan menyetujui bahwa hubungan mereka telah berakhir, dan berharap bisa berhubungan baik sebagai teman.
“Hloh anak-anak mana?” Tanya Vero sesampainya di dalam rumah.
“Mereka ku suruh pulang lewat pintu belakang. Kasian mereka kalau harus mendengar pertengkaran seperti tadi.” Kata Fando.
“Oh, kamu mendengarkan semuanya ya.” Kata Vero dengan wajah yang sedih.
“Mau ikut aku naik bis lagi nggak? Ada suatu tempat yang aku ingin tunjukan ke kamu.” Kata Fando yang mengajak Vero untuk pergi.
“Oke, siapa takut!” Kata Vero yang menyetujui ajakan Fando.
Sesampainya di bukit, Vero pun terlihat kagum akan pemandangan di sekitarnya. Dan dia nampak lebih baik dari sebelumnya.
“Aku tahu, kamu lagi sedih. Makanya aku ajak kamu di sini.”
“Kalau mau nangis silahkan nangis. Tapi aku akan tutup telinga, karena pasti tangisanmu keras sekali.” Kata Fando.
“Oke, siap-siap tutup telinga ya!” Kata Vero yang memberi aba-aba.
“Hahahahaha, hore... Aku bebas, yeah..... Hahahahahaha.” Tawa Vero.
“Astagfirullah, ada apa dengan kamu Ver, kamu kemasukan jin? Sadar Vero!” Kata Fando yang terlihat kawatir dengan keadaan Vero.
“Kamu kali yang kemasukan jin. Kamu kira aku akan nangis? Nggak bakal! Aku malah seneng banget bisa putus dengan Burhan. Dan tahu nggak dah lama banget aku nggak tertawa lepas seperti ini, membuatku tersiksa tau! Jadi hari ini, aku ingin tertawa sepuasnya! Mau ikut?” Kata Vero yang sudah menunjukkan senyum manisnya.
“Nggak ah, aku nggak mau dikira gila sama orang-orang.” Kata Fando.
“Andai, kamu yang jadi pacarku, pasti aku lebih bahagia.” Kata Vero.
“Wah besok nggak ada lagi si manyun jembatan sekolah, hm.m.” Ledek Fando.
“Besok dan seterusnya, aku ganti julukan jadi si manis di halte bis.” Kata Vero.
“Dan aku jadi, si tampan di halte bis, setuju kan? ” Kata Fando.
“Oke, boleh juga tue julukannya. Biar terlihat kompak.” Kata Vero.
Senyumlah, maka dunia akan tersenyum kepadamu. Bukankah sedekah yang paling mudah adalah dengan senyuman. Dan kita tidak pernah tahu berapa banyak orang yang bahagia melihat senyum kita, dan berapa banyak orang yang sedih ketika senyum di bibir itu menghilang. Jadi tetaplah tersenyum dan buat lah hari-harimu indah.
The End

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih sudah membaca, dan silahkan masukan komentar Anda :