Si
Manyun Jembatan Sekolah
“Eh, Di. Kayaknya tue
cewek, sering banget berdiri di bawah jembatan sekolah. Siapa sih dia?” Tanya
Fando yang melihat Vero dari kejauhan.
“Oh, dia namanya Vero,
teman sekelasku. Kayaknya dia lagi nunggu jemputan deh.” Kata Adi menjelaskan.
“Boleh sih nunggu
jemputan, tapi nggak perlu pakai acara manyun segala kali. Hahaha.” Kata Fando
dengan tertawa.
Benar saja, setiap
pulang sekolah Vero selalu berdiri di bawah jembatan sekolah. Jembatan itu
menghubungakan unit di sekolahnya yang terpisahkan oleh jalan raya. Vero selalu
menunggu jemputan di bawah jembatan itu. Tak berapa lama sosok laki-laki yang
masih mengenakan seragam SMA menjemputnya, mungkin dia kakanya atau mungkin pacarnya?
Entahlah.
Di kelas Vero dikenal
sebagai pribadi yang pendiam, dia jarang sekali tersenyum. Kalau ada hal-hal
lucu di kelas, dia hanya tertawa seperlunya saja, kemudian dia kembali
memanyunkan bibirnya.
Suatu hari, saat Vero
menunggu jemputan tiba-tiba Fando menghampirinya. Dia bermaksud untuk menemani Vero
yang selalu saja terlihat sendiri.
Vero hanya melihat
sinis ke arah Fando, dan kemudian mengalihkan pandangannya. Tetapi Fando tak
pantang menyerah, dia mencoba mengajak bicara Vero.
“Maaf, apakah kamu
Vero?” Tanya Fando basa-basi.
“Iya. Kok tahu nama
ku?” Tanya Vero kembali.
“Kamu temen sekelasnya
Adi kan? Dia yang ngasih tahu namamu.” Jawab Fando.
“Oh.” Balas Vero dengan
singkat.
Setelah melihat jam di
tangan, Vero meminta Fando untuk menjauh darinya. Fando pun bertanya alasan
Vero menyuruhnya seperti itu. Karena tak punya banyak waktu, akhirnya Vero
berjanji akan memberikan alasannya esok hari sepulang sekolah.
Dan keesokan harinya
seusai sekolah, dengan semangat Fando menghampiri Vero. Sepertinya Fando
menaruh perhatian lebih ke Vero.
“Oh kamu lagi.” Kata
Vero setelah melihat Fando datang.
“Hobby banget ya kamu
berdiri di bawah jembatan.” Ledek Fando.
“Oh iya, nama kamu
siapa? Aku belum tahu nama kamu?” Tanya Vero.
“Akhirnya kamu tanya
juga. Namaku Fando aku kelas IPA 2. Oh ya, kamu masih punya janji hlo ma aku.
Mengapa kemarin tiba-tiba kamu menyuruhku pergi? Apa gara-gara laki-laki yang
menjemput mu itu? Yang tak berapa lama datang setelah aku pergi?” Tanya Fando
penasaran.
“Iya, benar sekali.
Karena dia akan datang makanya aku menyuruhmu pergi.” Kata Vero.
“Siapa sih dia? Kakak
mu? Atau jangan-jangan pacarmu ya? Ah, tapi nggak mungkin masak orang jutek
kayak kamu punya pacar.” Kata Fando.
“Iya dia pacarku.”
Jawab Vero singkat dengan sedikit tersenyum.
Fando pun kaget karena
mengetahui bahwa Vero sudah mempunyai pacar, tetapi kekecewaan Fando terobati
saat dia melihat senyum di bibir Vero yang begitu manis.
“Senyum mu manis.” Kata
Fando dengan melihat ke arah Vero.
Vero pun jadi salah
tingkah dibuatnya, dia pun kemudian mengalihkan pandangannya dari Fando.
“Di sekolah ini, baru
kamu yang bilang senyumku manis.” Kata Vero.
“Ya, iya lah, habisnya
kamu jarang senyum. Coba kalau kamu sering senyum pasti kamu punya teman banyak.
Nggak cuma itu aja, mungkin banyak orang yang naksir kamu.” kata Fando meledek
Vero.
“Oh yang kemarin itu pacar kamu ya. Kirain
tukang ojek. Tapi tukang ojeknya kok masih pakai sragam sekolah, dan lumayan
cakep, hehe. Ternyata dia pacar kamu.” Kata Fando yang lagi-lagi meledek Vero.
“Enak aja disamain sama
tukang ojek.” Kata Vero.
“Habisnya tiap hari
jemput kamu, coba apa namanya kalau bukan tukang ojek.” Kata Fando yang meledek
Vero.
“Hey!” Kata Vero dengan
memukul bahu Fando.
“Wah, Vero marah. Ampun
takut!” Kata Fando dengan gaya alaynya yang lagi-lagi membuat Vero tersenyum.
“Kamu punya lesung pipi
ya? Sumpah manis banget.” Kata Fando yang terpesona melihat lesung pipi Vero.
“Eh, dia udah datang.
Aku pulang duluan ya.” Kata Vero setelah melihat kedatangan pacarnya.
Siang itu, Fando dibuat
terpesona oleh senyum Vero. Dia sangat merasa senang hari itu, sampai-sampai
dia senyum-senyum sendiri saat pulang sekolah.
Berbeda dengan Fando,
ternyata pacar Vero marah karena melihat Vero bercanda dengan seorang
laki-laki. Dan sepertinya Vero sudah menebak bahwa pacarnya akan marah. Jadi
untuk menghindari sesuatu yang tak diinginkan, Vero hanya diam dan mendengarkan
pacarnya bicara.
“Besok kamu nggak usah
jemput aku. Aku mau cari buku buat anak-anak.” Kata Vero dengan raut muka yang
kesal.
“Oh, ya udah kalau
gitu. Aku pulang dulu.” Kata Burhan setelah menurunkan Vero di depan rumahnya.
Burhan adalah tipe
cowok yang over protective. Dia selalu cemburu bila melihat Vero dekat dengan
laki-laki lain, walaupun laki-laki itu masih saudara dengan Vero. Dan Vero
sudah hafal akan sifat Burhan, jadi dia memilih untuk diam dan mengalah.
Setiap hari Burhan lah
yang mengantar jemput Vero. Dan sebenarnya Vero merasa risi dengan sikap
Burhan. Makanya Vero mencari alasan agar esok tak harus menunggu di bawah
jembatan sekolah.
Dan benar saja, setelah
bel sekolah berbunyi dengan wajah yang lebih cerah, Vero berjalan menuju toko
buku yang tak jauh dari sekolahanya.
“Hloh, Vero kok nggak
ada di bawah jembatan?” Tanya Fando yang melihat ke arah jembatan sekolah.
“Kok kamu jadi
perhatian sama Vero?” Tanya Adi.
“Ha? Hehe.”
“Dia tue punya senyum
yang manis tau nggak sih kamu.” Kata Fando.
“Wah dia tue dah punya
pacar, pacarnya galak lho!” Kata Adi.
“Di, kayaknya aku ada
acara deh. Kamu ke halte duluan aja, oke!” Kata Fando.
Fando pun berlari ke
arah persimpangan jalan untuk mencari keberadaan Vero. Sepertinya dia galau
kalau belum bertemu dengan sosok pemilik senyum manis itu.
Fando melihat seorang
wanita dengan rambut panjang masuk ke toko buku. Fando pun mengikuti wanita
itu, dan ternyata feeling Fando benar, wanita itu adalah Vero.
“Hai.” Kata Fando
setelah masuk ke toko buku.
“Fando? Kok kamu ada di
sini?” Tanya Vero penasaran.
“Karena kamu nggak ada
di bawah jembatan, jadi aku cari kamu.” Kata Fando.
“Em.m, kebetulan nie. Bantuin
aku cari buku mau nggak?” Tanya Vero.
“So pasti.” Kata Fando.
Vero dan Fando pun
mencari buku bacaan untuk anak-anak. Vero sangat konsen dengan buku yang ia
cari, tetapi Fando lebih konsen ke arah Vero. Setelah menemukan buku yang
dicari, mereka pun keluar dari toko buku dan menuju ke halte bis.
“Kamu mau naik bis?”
Tanya Fando.
“Iya, nggak lagi
ngojek, puas.” Kata Vero dengan nada ketus.
“Ops, maaf deh untuk
yang kemarin. Aku kan cuma bercanda ngatain pacar kamu tukang ojek.” Kata Fando
yang merasa bersalah.
“Kamu selalu naik bis?”
Tanya Vero yang mengalihkan pembicaraan.
“Iya, seru hlo naik
bis. Bertemu orang-orang baru dan berinteraksi dengan mereka.”
“Serunya lagi, saat
nunggu bis. Rasanya tue galau, tapi bikin gregetan. Tiap ada bis lewat, ku kira
itu bis tujuanku ternyata bukan. Dan tak jarang, aku terlambat sekolah
gara-gara bisku telat datang. Seru kan!” Kata Fando dengan gaya alaynya.
“Seru juga ya, jadi
pengin ngrasain galau yang bikin gregetan.” Kata Vero dengan senyum kecilnya.
“Makanya, jangan sering
naik ojek. Sekali-kali naik bis, kalau bisa berkali-kali. Hehehe.”
“Kalau boleh tahu, buku
itu buat siapa Ver?” Tanya Fando yang penasaran.
“Buat anak-anak. Setiap
pulang sekolah, aku menyempatkan untuk belajar bersama mereka. Mau ikut?” Kata
Vero.
“Emang boleh? Kalau
boleh, oke aku ikut.” Kata Fando dengan semangatnya.
Mereka pun melanjutkan
perjalanan ke halte bis dan menikmati waktu galau yang bikin gregetan itu. Tak
berapa lama bis yang ditunggu pun datang, dan lagi-lagi Vero mendapatkan
pengalaman baru bisa berinteraksi dengan penumpang bis lainnya, yang membuat
Vero merasa bahagia.
Sesampainya di rumah,
dengan wajah yang sumringah, Vero mengajak Fando untuk masuk. Dan ternyata
sudah ada anak-anak yang menunggu Vero datang.
“Halo, adik-adik.
Kenalkan ini temen Mbak, namanya Mas Fando.” Kata Vero yang mengenalkan Fando.
“Adik-adik sama Mas
Fando dulu ya, Mbak mau ganti baju.” Kata Vero.
Saat Fando berinteraksi
dengan anak-anak, dia bertanya kepada mereka tentang sosok Vero. Dan begitu
terkejutnya Fando, saat anak-anak mengatakan bahwa Vero adalah sosok wanita
yang murah senyum, tidak pernah marah walau mereka sering ramai dan tak
memperhatikan Vero.
Berbeda jauh dengan
sosok Vero yang ia kenal di sekolah, yang cenderung sulit senyum dan terlihat
sombong. Rasa penasaran Fando pun bertambah, saat Burhan datang kerumah Vero
dan tak menyapa Fando. Vero pun terlihat canggung, dan kembali menjadi wanita
yang tak banyak senyum.
Setelah Burhan mengirim
pesan ke Vero, dia pun keluar dan beberapa saat kemudian Vero menyusul Burhan.
“Alasanya mau ke toko
buku, tapi ternyata pengin pulang sama cowok itu!” Kata Burhan yang cemburu.
“Aku ketemu dia di toko
buku, dan aku meminta bantuan dia untuk mencarikan buku yang ku maksud. Apa itu
salah?” Kata Vero yang sudah mulai berani melawan Burhan.
“Seharusnya kamu ajak
aku, bukan dia!” Kata Burhan yang tak mau kalah.
“Sejak kapan kamu mau
ku ajak ke toko buku!” Kata Vero.
“Oke, sekarang kamu
berani ya balas omonganku, nggak kayak dulu lagi!” Kata Burhan dengan marah.
“Dua tahun aku diam,
dan sekarang saatnya aku bicara.”
“Aku senang bisa
menjadi pacarmu, tapi setelah kamu menyuruhku untuk menjaga senyumku itu
membuatku menderita. Kamu tahu, tiap aku ingin tertawa aku selalu berlari ke
kamar mandi, agar saat aku tertawa tak ada yang melihatku. Tapi apa balasannya?
Kamu masih saja tak percaya dengan ku. Setiap apa yang ku lakukan selalu saja
salah di matamu.” Jelas Vero.
“Itu kan sudah kita
bicarakan, aku menyuruhmu untuk menjaga senyum agar tak ada yang menyukaimu.
Kamu tahu sendiri, aku sulit sekali mendapatkanmu. Senyum mu mengalihkan dunia
mereka.” Kata Burhan.
“Dan bagaimana dengan
kamu? Apakah aku menyuruhmu melakukan sesuatu agar tak ada lagi yang
menyukaimu? Apa aku menyuruhmu berhenti bermain basket? Tidak kan?”
“Itu benar-benar nggak
adil. Kamu tahu perasaanku saat mengetahui kamu satu SMA dengan Putri? Aku
cemburu dan aku kawatir dengan hubungan kita. Tapi aku masih percaya dengan
kamu. Dan sekarang aku tak kawatir lagi dengan hubungan kita, lebih baik kita
jalan sendiri-sendiri. Maaf aku tak bisa lagi menjaga senyumku untuk kamu.
Silahkan ambil helm mu dan pulang lah!” Kata Vero dengan tegas.
Vero pun meninggalkan
Burhan dan kembali masuk kerumahnya. Dia tak mengizinkan Burhan untuk
menjelaskan sesuatu kepadanya. Karena tak mendapat waktu untuk berbicara
akhirnya Burhan menyerah dan menyetujui bahwa hubungan mereka telah berakhir,
dan berharap bisa berhubungan baik sebagai teman.
“Hloh anak-anak mana?”
Tanya Vero sesampainya di dalam rumah.
“Mereka ku suruh pulang
lewat pintu belakang. Kasian mereka kalau harus mendengar pertengkaran seperti
tadi.” Kata Fando.
“Oh, kamu mendengarkan
semuanya ya.” Kata Vero dengan wajah yang sedih.
“Mau ikut aku naik bis
lagi nggak? Ada suatu tempat yang aku ingin tunjukan ke kamu.” Kata Fando yang
mengajak Vero untuk pergi.
“Oke, siapa takut!”
Kata Vero yang menyetujui ajakan Fando.
Sesampainya di bukit,
Vero pun terlihat kagum akan pemandangan di sekitarnya. Dan dia nampak lebih
baik dari sebelumnya.
“Aku tahu, kamu lagi
sedih. Makanya aku ajak kamu di sini.”
“Kalau mau nangis
silahkan nangis. Tapi aku akan tutup telinga, karena pasti tangisanmu keras
sekali.” Kata Fando.
“Oke, siap-siap tutup
telinga ya!” Kata Vero yang memberi aba-aba.
“Hahahahaha, hore...
Aku bebas, yeah..... Hahahahahaha.” Tawa Vero.
“Astagfirullah, ada apa
dengan kamu Ver, kamu kemasukan jin? Sadar Vero!” Kata Fando yang terlihat
kawatir dengan keadaan Vero.
“Kamu kali yang
kemasukan jin. Kamu kira aku akan nangis? Nggak bakal! Aku malah seneng banget
bisa putus dengan Burhan. Dan tahu nggak dah lama banget aku nggak tertawa
lepas seperti ini, membuatku tersiksa tau! Jadi hari ini, aku ingin tertawa
sepuasnya! Mau ikut?” Kata Vero yang sudah menunjukkan senyum manisnya.
“Nggak ah, aku nggak
mau dikira gila sama orang-orang.” Kata Fando.
“Andai, kamu yang jadi
pacarku, pasti aku lebih bahagia.” Kata Vero.
“Wah besok nggak ada
lagi si manyun jembatan sekolah, hm.m.” Ledek Fando.
“Besok dan seterusnya,
aku ganti julukan jadi si manis di halte bis.” Kata Vero.
“Dan aku jadi, si
tampan di halte bis, setuju kan? ” Kata Fando.
“Oke, boleh juga tue
julukannya. Biar terlihat kompak.” Kata Vero.
Senyumlah, maka dunia
akan tersenyum kepadamu. Bukankah sedekah yang paling mudah adalah dengan
senyuman. Dan kita tidak pernah tahu berapa banyak orang yang bahagia melihat
senyum kita, dan berapa banyak orang yang sedih ketika senyum di bibir itu
menghilang. Jadi tetaplah tersenyum dan buat lah hari-harimu indah.
The End
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih sudah membaca, dan silahkan masukan komentar Anda :