Sobat, Maafkan Aku
Hari ini
nampak jelas keceriaan di wajah Ara, pasalnya ada bulatan spidol hitam di
kalendernya. Tanggal 6 Januari 2015 adalah tanggal yang ditunggu Ara, dia
selalu membuat tanda silang disetiap tanggal yang telah ia laluinya, dan sekarang
adalah saat yang ia nanti-nanti.
Dengan
pakaian terbaiknya, dia melangkah pergi meninggalkan rumah, tak lupa ia mampir
sebentar di sebuah resto yang cukup terkenal di kotanya. Setiap hari Ara selalu
mendatangi Fresh Resto, bukan untuk memuaskan perutnya akan tetapi untuk
bertemu dengan sosok laki-laki yang amat dekat dengannya. Laki-laki itu bernama
Jono, tetapi agar lebih modern, dia memanggil Jono dengan sebutan John.
Di Fresh
Resto John terkenal sebagai koki yang handal, dan Ara terkenal sebagai pengamat
dapur, karena setiap kali mendatangai
Fresh Resto selalu saja dapur yang menjadi tujuannya.
“John,
lagi sibuk ya?” Tanya Ara sesampainya di dapur Fresh Resto.
“Eh, Ara.
Tumben jam segini dah datang, biasanya sore,” kata John yang sedang sibuk meracik
bumbu.
“Hari ini
nggak ada jadwal kuliah, jadi ke sininya pagi deh.”
“Lagi
masak apa John?” Ara pun mendekati John dan mencicipi bumbu yang sedang
ditumbuk John.
“Hem,
bumbunya pas. Pasti dikasih merica kan ini?” Asal Ara.
“Sok tahu
banget, bedain antara merica sama ketumbar aja kamu nggak bisa, ini
bisa-bisanya nyebut kalau bumbunya pakai merica.”
“Terus
apa dong bumbunya?”
“Rahasia
perusahan tidak boleh dibocorkan, em.m kayaknya baju mu baru ya Ra?” Tanya John
yang kemudian memperhatikan penampilan Ara.
“That’s
right baby, baju ini khusus ku persiapkan untuk hari ini.”
“Hari
ini, Randy jadi pulang?” Tanya John penasaran.
“Ya
iyalah. Hari ini dia pulang, dan bakal menetap di sini la..gi,” kata Ara dengan
senangnya.
“Cie yang
nggak bakal LDR lagi. Yaudah sana ke stasiun, ngapain kok masih di sini?”
“Hehehe,
oke deh. Aku pergi dulu ya,” dengan sumringah dan semangatnya Ara langsung
pergi meninggalkan John dan menuju ke stasiun untuk menjemput sang kekasih.
John
senang melihat Ara yang tak seperti biasanya, biasanya Ara selalu terlihat
murung ketika melihat sepasang kekasih yang sedang berduaan, pasalnya selama
kurang lebih satu tahun Ara menjalin hubungan jarak jauh dengan Randy.
Sementara
itu, Randi yang sudah tiba di stasiun nampak menunggu seorang gadis yang
berambut panjang bergelombang yang tak lain dan tak bukan gadis itu adalah
Aralia. Selang beberapa menit ada sebuah motor Beat yang terparkir di parkiran stasiun, yups itu adalah Ara.
Randi
yang sudah melihat kedatangan Ara, mencoba untuk mengagetkan Ara dengan
bersembunyi di semak-semak daun tehtehan. Ketika Ara berjalan mendekat ke
arahnya, dengan cepat Randi keluar dari tempat persembunyiannya dan mengagetkan
Ara.
“Aaaa…”
teriak Ara karena kaget.
“Randy!” Kata
Ara setelah dia tahu bahwa yang ada di hadapannya itu adalah Randi.
“Ara!” balas Randy dengan nada yang
sama persis dengan yang diucapkan Ara tadi.
“Randy,”
Ara pun memeluk erat Randy yang masih menggendong tas ransel besar.
Randy pun
membalas pelukan dari Ara dengan melingkarkan tangannya ke pinggang Ara. Semua
yang lalu lalang di stasiun menyempatkan untuk menoleh ke arah Randi dan Ara,
mereka terlihat antusis melihat secara langsung adegan romantis layaknya di
sebuah sinetron dan film.
Karena
sadar menjadi tontonan, Ara pun melepaskan pelukannya, begitu juga Randy.
“Dari
mana saja kamu, aku sudah lama nunggu kamu di sini,” tanya Randy.
“Maaf,
tadi aku mampir ke Fresh Resto dulu,”
“Ran,
kamu kok tambah gemuk sih? Makmur ya di sana? Coba lihat aku, tambah kurus kan?
Itu karena salahmu, keseringan mikir kamu ni akunya” kata Ara dengan nada
manja.
“Siapa
suruh mikirin aku, aku aja nggak pernah mikirin kamu,” ledek Randi yang
langsung berjalan menuju parkiran.
“Hloh,
kok gitu sih Ran?” Ara pun mengikuti langkah Randi dengan wajah yang masih
semrawut karena tahu Randy tidak pernah memikirkannya.
Sambil
tersenyum ke arah Ara, Randi pun menjawab,
“iya, aku
nggak pernah mikirin kamu, tapi selalu memimpikan kamu.”
Senyum
Ara pun terkembang setelah mendengar percaan (bahasa Indonesia dari gombal)
dari Randy.
“Sini
kuncinya, biar aku yang di depan,” kata Randy.
“Ini,”
setelah mencari kunci di tasnya, Ara langsung memberikan kunci ke Randy.
“Katamu
tadi, kamu mampir di Fresh Resto ya? Si John masih kerja di sana?” Tanya Randy.
“Hem,”
“Betah ya
dia, kapan-kapan ajak aku ke Fresh Resto juga dong. Pengen ngrasain masakannya John
lagi.”
“Ya besok
kalau longgar kita ke sana deh,” kata Ara yang nampaknya lupa kalau tiap hari
entah itu longgar atau tidak ia selalu menyempatkan ke tempat kerja sahabatnya
itu.
“Sini Ran
tasmu biar aku gendong aja,”
“Hati-hati,
berat hlo ini,” Randy pun melepaskan tas ranselnya dan memberikan ke Ara.
“Ini mah
ringan, lebih beratan cintaku ke kamu,” gumam Ara.
“Yuk naik,”
kata Randy,
Setelah
hari itu, Ara melewati hari-hari
berikutnya dengan ceria dan pastinya ia lewati bersama sang pujaan hati.
Terkadang Ara membolos kuliah hanya untuk pergi bersama Randy.
Ara tidak
mau menyianyiakan waktu berharganya dengan Randy begitu saja, karena Randy
hanya mempunyai waktu libur satu minggu, dan setelah itu Randy kembali bekerja.
Hari demi
haripun telah mereka lalui, dan tak terasa sudah satu minggu berlalu, memory hp
Ara pun penuh dengan foto kebersamaan mereka, dan pemberitahuan di sosial media
juga penuh dengan beberapa komentar di foto yang ia unggahnya. Dan itu berarti
selama tujuh hari Ara tidak pernah absen di Fresh Resto, yups tempat si John
bekerja.
John dan
Ara adalah sahabat karib, saking karibnya jadi kerep (kerep = sering), setiap ada Ara pasti ada John, dan begitu
pula sebaliknya. Mereka adalah teman satu kelas saat SD dan SMA. Sifat-sifat
Ara pun sudah John ketahui, mulai dari yang terlihat kasat mata sampai yang
paling disembunyikan oleh Ara.
Sifat
buruk Ara yang sudah dimaklumi oleh John adalah ketika Ara mendapat teman baru
teman lama terlupakan, terlupakan hlo ini bukan dilupakan, jadi dengan tidak
sadarnya Ara melupakan kehadiran John saat Randy ada di sampingnya. Dan
saat-saat tertentu ingatan Ara tentang John akan datang kembali, entah itu
tatkala ada masalah ataupun ada keperluan yang sangat penting. Dan sepertinya
hari itu telah tiba, hari dimana Ara teringat dengan John, yups dia mendatangi
Fresh Resto setelah sekian hari tak mengunjungi sahabatnya itu.
“Baru
kelihatan kamu Ra, darimana saja kamu?” Tanya Fika, salah satu karyawan Fresh
Resto yang sudah Ara kenal sejak lama.
“Hehe,
biasa anak muda Kak, kayak nggak pernah muda aja,” jawab Ara.
“Oh,
masih muda ya kamu, kirain dah tua.”
“Cepetan
Ra ke dapur sana, ada yang berubah dari John. Sepertinya ada masalah deh dia,”
tambah Fika.
“Oke,”
kata Ara yang kemudian langsung berjalan menuju dapur.
“Dor!”
Ara pun mencoba mengagetkan John.
“Eh Dewi
Persik eh iya Dewi Persik,” kata John latah karena kaget.
“Cie yang
ngefans sama Dewi Persik, latahnya pun tak jauh dari namanya,”
“Ada apa
Ra, tumben ke sini?” Sindir John.
“Justru
aku yang mau tanya ke kamu, kamu ada masalah apa? Kok mukamu asam banget hari
ini,” tanya Ara yang dengan saksama memperhatikan ekspresi John.
“Aku putus
sama Via,” kata John singkat.
“What?”
“Kok aku
baru tahu, kapan putusnya, terus siapa yang mutusin? Kamu atau dia?”
“Empat
hari yang lalu, aku yang mutusin, ternyata dia selingkuh. Dia punya pacar di
kampusnya,” jawab John singkat.
“Tu kan,
kamu sih nggak percaya ma aku, aku kan dah pernah bilang ati-ati kalau pacaran
sama anak kuliahan, ya kalau dia baik kalau dia cuma ngincer uangmu,”
“Berarti
si Randy harus hati-hati dong sama kamu, kamu kan anak kuliahan dan dia sudah
bekerja, siapa tahu kamu ngincer uangnya” kata John yang membuat Ara
cengar-cengir karena omongannya kena dia sendiri.
“Aku mah
beda, aku tulus mencintainya,” bela Ara.
“Ya udah
lah John nggak usah terlalu dipikirkan, ambil hikmahnya aja,”
“Eh, John
ajarin cara masak tumis kangkung bumbu pedas dong, si Randy pengen ngrasain
masakanku padahal aku nggak bisa masak,” kata Ara yang akhirnya menyampaikan
maksud dan tujuannya.
“Oke
dengerin baik-baik ya,” dengan muka yang masih masam John menjelaskan bahan,
bumbu dan cara memasak tumis kangkung bumbu pedas, dan Ara mendengarkan
penjelasan John dengan konsentrasi ada pada gadgetnya.
“Kamu
dengerin aku nggak sih Ra?” Tanya John yang kali ini kesal karena melihat Ara
asik dengan gadgetnya.
“Iya, iya
aku dengerin kamu kok,” Ara pun langsung memasukan gadgetnya di tas dan mulai
memperhatikan John.
“Terus
apa? Udah gitu aja cara masaknya?” Tanya Ara yang baru menyadari bahwa John
sudah selesai berbicara.
“Hem,”
jawab John singkat.
“Oke John
aku dah paham kok, makasih ya.”
“Oh iya,
besok Randy mau ke sini, mau nyoba masakanmu sama masakanku enakan mana, besok
tolong keluarkan masakan gagalmu ya, biar masakanku lebih enak dari masakanmu,”
tambah Ara sebelum ia pamit pulang.
“Udah
dulu ya John aku mau siap-siap masak buat besok,”
“yang
sabar ya, tetap semangat!” Kata Ara yang kemudian pergi.
“Cepat
sekali dia perginya? Biasanya kalau lihat kamu cemberut dia langsung nyanyi dan
goyang gergaji ala dewi persik, hla
sekarang? Mukamu lebih dari asam, e dia malah pergi begitu aja,” komentar
Nofal, salah satu koki di Fresh Resto.
“Biarlah,”
kata John sedih.
Suasana
hati John saat ini sangatlah kacau, dia kecewa karena mengetahui bahwa Via
memiliki kekasih selain dirinya, dan kekecewaannya bertambah saat mengetahui
sahabatnya berubah. Saat-saat seperti ini John sangat membutuhkan sosok
sahabatnya itu, John orang yang gengsi dan hanya di hadapan Ara sajalah John
bisa menjadi dirinya sendiri, dia bisa menghilangkan sifat gengsi dan bisa
menangis sekencang-kencangnya karena kondisi hati yang sedang gundah gulana.
Tetapi
sekarang, Ara tak mempunyai waktu untuk dia, jangankan untuk tempat ia
menangis, tempat untuk bercerita saja pikiran Ara kemana-mana, nggak fokus sama
John, disitulah kadang John merasa sedih, sabar ya John.
Dilain
tempat, Ara yang baru saja tiba di rumahnya langsung menuju ke dapur, ketika
melihat Ara yang sedang berada di dapur ibu Ara syok dan menge`jek Ara dengan
sindiran mautnya, tetapi Ara tidak mengubris dan terlihat asik bermain pisau.
“Jangan kau
ubah dapur ini menjadi gudang, kalau sudah selesai masak dibersihkan semuanya,”
kata ibu Ara.
“Shiap Bu,”
Dengan kikuk Ara mengiris kangkung yang masih
terikat dengan tali dan mulai meracik bumbu seperti yang dikatan John, Ara
mencoba mengingat apa yang dikatakan John, nampaknya dia lupa
takaran-takarannya. Dan dengan jurus prakiraannya yang tak pernah meleset, tanpa
ragu-ragu Ara langsung memasukan bumbu-bumbu itu, dan berapa menit kemudian
masakan Ara pun sudah jadi.
Karena ingin
Randy yang pertama kali merasakan masakannya, Ara sama sekali tidak mencicipi
masakannya dan langsung ia masukan ke dalam kulkas.
Pagi telah
tiba, Ara langsung menuju ke dapurnya untuk mengukus sayur yang ia masak
kemarin sore, setelah semua dirasa beres dengan langkah pasti Ara langsung
tancap gas menuju Fresh Resto.
“Hai Kak,
sekarang aku datang sebagai konsumen hlo, bukan pengamat dapur,” sapa Ara
setibanya ia di Fresh Resto.
“Keinginanmu
perintah bagiku,” ledek Fika.
“Mau pesen
apa Neng Ara,” tambah Fika.
“Sayur badai
yang gagal,”
“Kok yang
gagal?”
“Ya pokoknya
nggak enak dirasa, bilang aja ke John kalau yang pesen itu aku, dia dah tahu
kok,” kata Ara dengan nada sinisnya.
“Siap Neng,”
Fika langsung menuju ke dapur dan menyampaikan pesanan Ara kepada John.
Karena tidak
mau merusak citra Fresh Resto yang selalu menghadirkan masakan-masakan segar
dan enak di rasa, John tidak mengurangi takaran bumbunya, justru dia ingin
membuat masakannya itu lebih enak dari biasanya, dia berangapan bahwa
seenak-enaknya masakan dia, pasti Randy mengatakan lebih enak masakan Ara, jadi
dia tak akan membuat masakannya menjadi buruk, dan dia ingin melihat respon
dari Randy saat merasakan masakan Ara dan dirinya.
“Ini Neng,”
kata John dengan membawakan semangkuk sayur yang terlihat berantakan, yups
namanya aja sayur badai.
“Udah kamu
pastikan kalau ini rasanya nggak enak kan?” Tanya Ara memastikan.
“Ya lihat
aja ntar,”
“Hey, maaf
lama,” sapa Randy yang baru saja datang.
“Hey John,
lama nggak ketemu,” Randy pun berjabat tangan dengan John.
“Wow, sayur
apa ini? Dari fisiknya aja terlihat semrawut apa lagi rasanya,” tambah Randy
yang melihat sayur yang ada dihadapan John.
“Ini sayur
badai namanya, menu andalan kami,” jelas John.
“Ups maaf
John, saya coba dulu ya,” Randy langsung duduk dan mengambil sendok yang
terletak di samping mangkuk kemudian menyruput sayur badai yang sudah ia
sendoki.
“Em.m enak,”
“Ups, jangan
dimakan lagi, ntar kamu kenyang, terus masakkanku siapa coba yang makan,” kata
Ara yang mengeluarkan tempat makan yang sudah berisi sayur kangkung.
“Wow, sayur
kangkung. Kelihatannya enak, sini-sini biar aku makan,” kata Randy antusias.
Dari
fisiknya, masakkan Ara terlihat lebih rapi daripada sayur badai yang dibuat
John, tapi dari rasanya, hem.m terlihat sekali dari ekspresi Randy setelah ia
makan satu sendok dari masakan Ara. Setelah makan masakan dari John, ekspresi
Randy terlihat datar-datar saja, tetapi setelah Randy merasakan masakkan dari
Ara, alis Randy pun berkerut dan bibirnya manyun.
“Ada apa
Ran, nggak enak ya?” Tanya Ara yang sedari tadi memperhatikan ekspresi dari
Randy.
Randy
langsung meletakan sendok yang ia pegang, kemudian meminum segelas air putih
yang sudah berada di atas meja. Karena tak mau menyakiti hati kekasihnya itu,
dengan berhati-hati Randy mengatakan yang sebenarnya.
“Em, kamu
harus belajar lagi Ra sama si John, biar rasanya semantab masakkan John,” jelas
Randy.
“Jadi masakkanku
nggak enak?” Tanya Ara sedih.
“Bukan
begitu,” kata Randy yang terpotong.
“Apa kamu
nggak tahu perjuanganku membuat masakkan ini?”
“Baru
pertama kali ini aku membuat sebuah masakan sendiri, dan ternyata respon darimu
tak seperti yang ku harapkan.”
“Sudah nggak
usah dimakan!” Kata Ara yang langsung menutup tempat makannya dan langsung
pergi meninggalkan Randy dan John.
Randy
langsung mengejar Ara yang marah karena tersingung dengan ucapannya, sedangkan
John masih saja duduk termenung sambil melihat toples yang berisi masakkan Ara,
dia langsung mengambil tempat makan itu. Dengan perlahan tapi pasti John
mencoba masakan Ara. Berbeda dengan Randy yang raut wajahnya berubah setelah
merasakan masakan Ara, raut wajah John tidak berubah sama sekali dan ia terus
menyendoki tumis kangkung itu hingga tersisa satu sendok, saat akan
menghabiskannya tiba-tiba ada panggilan dari bagian dapur yang mengharuskan
John kembali ke tempat kerjanya, tak lupa ia membawa tempat makan itu
bersamanya.
Kembali ke
Ara, setelah mendapatkan penjelasan yang sejelas-jelasnya dari Randy, Ara
langsung kembali masuk ke Fresh Resto sendiri. Wajah kecewa masih tampak jelas
di wajahnya, walaupun sudah mengerti yang Randy katakan, tetap saja Ara masih
merasa sangat kecewa.
“Walaupun rasanya nggak enak, tapi seharusnya dia
menghabiskan masakanku. Kalau bukan karena rasa setidaknya dia menghabiskan
masakanku karena perjuanganku. Perjuanganku untuk membuat masakan untuknya, ah
sudahlah.”
“Kak, tau
toples makananku nggak?” Tanya Ara pada Fika setelah melihat toples miliknya
tidak ada di atas meja.
“Tadi di
bawa John masuk,” jawab Fika.
Ara langsung
menuju ke dapur, dan melihat isi toples makanannya sudah hampir habis,
“perasaan
tadi masih banyak kenapa ini tinggal sedikit,” kata Ara yang kemudian memakan
sisa masakkannya itu.
“Astaga asin
banget,” Ara langsung mengeluarkan makanan yang sudah sempat masuk ke mulutnya.
“Aku aja nggak kuat makan masakanku sendiri,
kenapa aku mengharuskan Randy menghabiskan masakanku, oh Randy maafkan aku.”
“Hey Ra,
sini tempat makanmu ku cucikan!”
“Tadi mau
aku cuci, tapi masih ada makanannya jadi ku tunggu sampai John memakan habis
masakanmu itu, dan ternyata sekarang sudah habis,” jelas Nofal.
“Jadi John
yang menghabiskan masakkan ku?” Tanya Ara dengan muka tanpa ekspresi alias
ngeblank.
“Yups,” kata
Nofal yang kemudian pergi untuk mencuci tempat makan Ara.
“Dor!”
“Hey,
dilarang melamun di dapur,” kata John yang tiba-tiba datang.
“John tadi
tempat makanku masih banyak sayurnya dan kamu yang,”
“Oh iya,
tadi di depan ada customer karena tempat duduk penuh, nah tempat duduk kita
tadi dibersihkan sama karyawan termasuk tempat makanmu, mungkin isinya dibuang
sama mereka,” kata John yang berusaha memotong perkataan Ara.
“Oh iya ini
tempat makanmu dah bersih,” John langsung mengambil tempat makan yang dibawa
Nofal dan dengan menggunakan isyarat matanya John meminta Nofal untuk pergi
meninggalkan mereka.
“Oh gitu ya,
jadi masakkanku tadi dibuang?”
“Untung
masih ada sisanya, jadi aku bisa ngrasain,” kata Ara dengan nada menyindir dan
tatapan mata yang tertuju pada John.
“Oh iya John
kok masakkanku asin banget ya?” Tanya Ara.
“Nah itu
yang mau aku tan..” kata John yang hampir keceplosan.
“Tan apa
John?” Pancing Ara.
“Nggak kok,
takaran garammu satu sendok teh kan?” Tanya John memastikan.
“Astaga,
satu sendok teh ya? Kemarin aku ngasih satu sendok makan, pantasan asin
banget,” kata Ara dengan raut muka yang kaget.
“Tenang,
besok Randy mau ngrasain masakkanku lagi, dan kali ini aku harus benar-benar
memperhatikan takaran bumbunya. Ya udah ya John sampai bertemu besok,” kata Ara
yang langsung pergi.
Pagi harinya
Ara langsung menuju ke dapur untuk memasak, kali ini dia punya waktu yang agak
longgar karena mereka akan bertemu di jam makan siang. Dengan tenang dan teliti
Ara meracik bumbu tumis kangkung bumbu pedas sesuai arahan dari John, dan tidak
sampai tiga puluh menit masakkan Ara pun sudah jadi, karena tidak mau
mengulangi kesalahan yang sama, Ara langsung mencicipi masakkannya itu.
Siang
harinya, Ara langsung menuju ke Fresh Resto dan meminta John yang saat itu sedang
beristirahat untuk menemuinya.
“John, rasain deh, kali ini
resepnya benar kok,” Ara pun menyodorkan tempat makanannya yang berisi tumis
kangkung di hadapan John yang baru
saja tiba.
John
langsung duduk dan Perlahan mengambil garpu dan mengambil
beberapa helai daun kangkung,
“hemmm
lumayan enak,” kata John dengan mengangguk-angguk layaknya juri masak yang
sedang mencicipi masakan.
“Sama
masakkan kemarin enakkan mana?” Pancing Ara.
“Enakan
ini banget dong ya!” Kata John dengan menyendok lagi makanan yang ada di
hadapannya.
“Berarti
kemarin, kamu makan masakkan ku dong? Kok bisa tahu kalau masakkan kemarin
nggak enak?” Tanya Ara dengan tatapan tajamnya.
John pun
langsung meletakan garpu yang ia pegang dan raut wajahnya berubah, dia bingung
apa yang harus ia katakan, ia tidak mau Ara mengetahui bahwa dia lah yang
menghabiskan masakkannya itu.
John
berpikir bahwa hal itu tidak terlalu penting untuk Ara, pasti respon Ara sama
seperti ketika dia bercerita tentang Via, ya seperti perhatian tapi sebetulnya
Ara tak bisa merasakan yang John rasakan. Maka dari itu John tak menceritakan
bahwa dialah yang menghabiskan semuanya.
“Hai, maaf telat,” kata Randy yang baru datang
“Ini ya,
masakanmu. Sini aku coba,” Randi pun menarik tempat makan yang berada di depan
John dan langsung menyatap sayur kesukaannya itu.
“Luar
biasa, ini baru yang namanya enak. Boleh saya habiskan?” Tanya Randi yang
senang karena kali ini Ara bisa memasak masakan favoritnya dengan benar dan
enak dirasa.
Saat Randy
dengan senang dan lahap memakan masakannya, ekspresi Ara malah sebaliknya. Dia
terlihat murung dan sedih, banyak hal yang ia pikirkan, tiba-tiba Ara menarik
tempat makanannya itu.
“Hloh Ra,
kan belum habis!”
“Kok tempat
makanmu kamu ambil?” Tanya Randy dengan tatapan tertuju pada sayur kangkung
yang ada di dalam tempat makan.
“Seharusnya
bukan kamu yang menghabiskan masakkanku ini,” kata Ara dengan raut wajah yang
masih sama seperti tadi, murung dan sedih.
“Saat aku
gagal membuat sebuah masakkan, aku kira tak ada yang mau makan masakkanku
sampai habis, bahkan aku sendiri saja tak mampu, satu sendok saja tak ada yang masuk
di perutku, dan aku merasa kasihan kepadamu yang harus menelan satu sendok
sayur itu,”
“tapi kenapa
aku tak merasa kasihan kepada seseorang yang dengan ikhlas memakan semuanya,
memang rasa masakkanku tak enak, tapi dia benar-benar menghargai usahaku untuk
membuat masakkan itu, dia tahu bahwa baru pertama kali itu aku membuat sebuah
masakkan sendiri, dan dia tak mau jika masakkanku itu terbuang sia-sia,”
tatapan Ara langsung beralih ke John.
“Di situ
kadang saya merasa sedih, di saat masakkanku tak enak dia yang menghabiskannya
dan di saat aku berhasil membuat masakkan dia hanya bisa melihatnya, aku baru
sadar ketika aku mengalami kesedihan, ku bagi kesedihan itu kepada dia, dan
saat aku bahagia ku hiraukan dia.”
“Sobat,
maafkan aku, aku sadar aku salah,” Ara langsung memegang tangan John dan
menatapnya dengan mata yang berkaca-kaca.
“Seharusnya
aku ada di sampingmu di saat-saat seperti ini, tapi nyatanya aku sama sekali
tak melihatmu dan asik menikmati hidupku.”
“Aku tak mau
tahu seberapa dalam luka yang ada di hatimu, dan di saat aku terluka tanpa aku
minta kau hadir di sampingku, kau sediakan bahu untukku, kau hapus air mataku
dan kau hibur aku dengan caramu,”
“aku
benar-benar bersalah, Sobat maafkan aku,” Ara pun menangis di hadapan John dan Randy.
John
langsung mengusap air mata Ara,
“Ara, sudah
jangan menangis,”
“Sob,
maafkan aku,” kata Ara, yang lagi-lagi meminta maaf kepada John.
“Iya Ara,
aku maafin kok.”
“Kamu nggak
sepenuhnya salah, aku yang salah. Kenapa aku tak mendengarkan nasehatmu tentang
Via saat itu,” kata John dengan menyesal.
“Kenapa jadi
kayak gini sih,” kata Randy yang bingung.
“Ara,
dengerin aku baik-baik,”
“Niatmu buat
masakkan ini kan untuk Randy, jadi aku nggak berhak makan masakkan ini, biar
Randy yang menghabiskan masakkanmu,” kata John.
“Em.m biar
adil, kita bagi dua aja John,” saran Randy.
“3/4 untukmu
dan 1/4 untukku,”
“aku tahu,
kita adalah orang yang sangat berarti di hidup Ara, tapi kaulah yang lebih
istimewa dariku. Kau telah menghabiskan banyak waktumu bersama Ara, sedangkan
aku, baru satu tahun aku bersamanya, kau telah mengerti dan menjaga Ara lebih
dari apa yang ku bisa, kau sahabat terbaik Ara,”
“tetaplah menjadi
sahabat Ara,” kata Randy dengan bijak.
“Pasti, Ara
juga sahabat terbaik untukku. Dia tak tergantikan,” kata John yang melirik ke
arah Ara.
Mereka
akhirnya membagi masakkan Ara menjadi dua bagian, dengan lahabnya mereka menyantab
masakkan Ara. Ara terlihat senang dan senyumannya tak pernah pergi dari
bibirnya. Ara sangat menyanyi mereka, dan berharap pemandangan indah seperti ini berlangsung lama.
Sekian
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih sudah membaca, dan silahkan masukan komentar Anda :